Jumat, 13 April 2012

Food Borne Diseases


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Makanan dan minuman adalah semua bahan baik dalam bentuk alamiah maupun dalam bentuk buatan yang dimakan manusia kecuali air dan obat-obatan, karena itu makanan merupakan satu-satunya sumber energi bagi manusia. Sebaliknya makanan juga dapat menjadi media penyebaran penyakit. Dengan demikian penanganan makanan harus mendapat perhatian yang cukup. Untuk itu, produksi dan peredaran makanan di Indonesia telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 329/MenKes/XII/1976. Bab II Pasal 2 peraturan ini menyebutkan bahwa makanan yang diproduksi dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi syarat-syarat keselamatan, kesehatan, standar mutu, atau persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri untuk tiap jenis makanan.
Upaya pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan, peralatan pengolahan makanan dan proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan makanan, antara lain adalah higienis perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih.
Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan mimunan dapat menyebabkan berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit. Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit bawaan makanan (food-borne diseases).
Departemen Kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan menjadi lima kelompok, yaitu: yang disebabkan oleh virus, bakteri, amoeba/protozoa, parasit dan penyebab bukan kuman. Sedangkan Karla dan Blaker  membagi menjadi tiga kelompok, yaitu: penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit.Penjamah makanan memegang peranan penting dalam penularan ini. Golongan kedua adalah keracunan makanan atau infeksi karena bakteri. Golongan ketiga adalah penyebab yang bukan mikroorganisme.
Salah satu kontaminan yang paling sering dijumpai pada makanan adalah bakteri Coliform, Escherichia coli dan Faecalcoliform. Bakteri ini berasal dari tinja manusia dan hewan, tertular ke dalam makanan karena perilaku penjamah yang tidak higienis, pencucian peralatan yang tidak bersih, kesehatan para pengolah dan penjamah makanan serta penggunaan air pencuci yang mengandung Coliform, E. coli, dan Faecal coliform.
Penyakit bawaan makanan nampaknya merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di negara maju maupun di Negara berkembang. Statistik cenderung belum menyajikan data sebenarnya yang ada di masyarakat, sebab tidak semua orang yang menderita penyakit tersebut datang kedokter, dan para dokter yang menolong penderita tersebut tidak melaporkan seluruh penderita yang ditolongnya kepada Dinas Kesehatan yang berwenang.
Penyakit bawaan makanan pada umumnya menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan, dengan rasa nyeri di bagian perut, mencret, dan kadang-kadang disertai dengan muntah. Penyakit ini disebabkan oleh makanan yang mengandung sejumlah bakteri yang patogen, atau toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut. Penyakit ini dapat menyerang secara perorangan, dua orang anggota atau keluarga atau kelompok keluarga yang mempunyai hubungan yang erat, berlangsung hanya dalam beberapa jam, atau jika berat berlangsung dalam beberapa hari, minggu atau bulan dan memerlukan pengobatan yang intensif. Pada kelompok yang rentan, seperti anak-anak dan orang tua, penyakit tersebut akan sangat membahayakan.
Statistik penyakit bawaan makanan yang ada di berbagai negara industri saat ini menunjukkan bahwa 60% dari kasus yang ada disebabkan oleh buruknya teknik penanganan makanan, dan terkontaminasi pada saat disajikan di Tempat Pengelolaan Makanan (TPM). Kebersihan penjamah makanan atau higienis penjamah makanan merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan makanan yang aman dan sehat. Penjamah makanan adalah orang yang bekerja pada suatu usaha atau kegiatan di bidang makanan tanpa melihat apakah ia benar-benar bekerja menyiapkan makanan ataupun dalam menghidangkan makanan. Higienis perorangan yang baik dapat dicapai apabila dalam diri pekerja tertanam pengertian tentang pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri.
Karena begitu pentingnya makanan bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa kita sadari, makanan itu juga yang merugikan diri kita hingga menimbulkan banyak penyakit. Penyakit yang disebabkan karenamengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar disebut food borne disease maka dari itu sangatlah penting menyetahui apa itu food borne disease, apa penyebab terjadinya food borne disease, bagaimana cara penyebarannya dan bagaimana cara menanggulangi hal tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan Foodborne disease?
2.      Apa saja penyebab terjadinya Foodborne disease?
3.      Bagaimana peranan mikroba dalam Foodborne disease?
4.      Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi Foodborne disease?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan Foodborne disease
2.      Mengetahui apa saja penyebab terjadinya Foodborne disease
3.      Mengetahui bagaimana peranan mikroba dalam Foodborne disease
4.      Mengetahu bagaimana cara mencegah dan menanggulangi Foodborne disease

BAB  II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Foodborne Disease
Foodborne disease dalam bahasa Indonesia adalah penyakit yang dihantarkan melalui pangan atau sering disebut penyakit akibat pangan, disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi.Sebagai tambahan, zat kimia beracun maupun zat-zat dasar lain yang mengandung bahaya, jika terkandung di dalam makanan yang kita konsumsi pun dapat menyebabkan penyakit.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia membutuhkan makanan untuk hidup. Jika tidak memperhatikan kebersihan makanan dan lingkungan, makanan dapat merugikan bagi manusia. Makanan yang berasal baik dari hewan atau tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia.
Mikroorganisme yang menimbulkan penyakit ini dapat berasal dari makanan asal hewan yang terinfeksi penyakit tersebut atau tanaman yang terkontaminasi. Makanan yang terkontaminasi selama prosesing atau pengolahan dapat berperan sebagai media penularan juga.
Penularan foodborne disease oleh makanan dapat bersifat infeksi. Artinya suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroorganisma yang hidup, biasanya berkembangbiak pada tempat terjadinya peradangan. Pada kasus foodborne disease, mikroorganisme masuk bersama makanan yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh manusia. Kasus foodborne desease dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat kematian.
Hingga saat ini lebih dari 250 penyakit bawaan makanan telah diidentifikasikan. Kebanyakan dari penyakit ini adalah infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri, virus dan parasit yang dapat dibawa oleh makanan. Jenis lain dari penyakit bawaan makanan adalah keracunan yang disebabkan oleh racun berbahaya maupun zat kimia yang telah mencemari makanan, misalnya racun pada jamur. Penyakit akibat bawaan makanan tidak memiliki suatu gejala khusus, melainkan masing-masing memiliki gejala yang berbeda-beda. Walaupun demikian, mikroba ataupun racun tersebut kesemuanya memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan (gastrointestinal tract) dan seringkali menyebabkan sebuah gejala disana. Jadi, rasa mual (nausea), muntah, nyeri kontraksi perut dan diare dapat dikatakan sebagai gejala umum yang tampak pada banyak penyakit yang dibawa oleh makanan.
Banyak mikroba mampu menyebar dengan menggunakan lebih dari satu cara, sehingga kita tidak dapat selalu tahu apakah penyakit yang kita derita adalah penyakit yang disebabkan oleh makanan. Pembedaan khas menjadi penting guna menemukan rekomendasi tepat guna untuk menghentikan penyebaran suatu penyakit, sarana kesehatan masyarakat perlu mengetahui cara penyakit itu menyebar. Bakteri ini juga dapat menyebar antar anak-anak di penitipan anak jika higienis pribadi tidak dijaga dengan baik. Tolak ukur penghentian penyebaran penyakit tersebut bergantung banyak dari penyebab yang disebutkan tadi, jadi penyebaran bakteri dapat dihentikan mulai dari membuang makanan dan minuman yang terkontaminasi.

2.2    Faktor Penyebab Foodborne Disease
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus foodborne disease antara lain: industrialisasi, urbanisasi, perubahan populasi dan gaya hidup, pariwisata dan proses pengolahan, pencemaran lingkungan dan kurangnya pengetahuan pada penjamah makanan dan konsumen tentang usage food handling.
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan penyakit bawaan air, yang dimaksud dengan penyakit bawaan adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang terkontaminasi mikroba patogen. Beberapa penyakit bawaan yang sering terdapat di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun jamur.
Makanan dapat terkontaminasi oleh mikroba karena beberapa hal antara lain:
·         mengolah makanan dan minuman dengan tangan kotor,
·         mamasak sambil bermain dengan hewan piaraan,
·         menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja dan perabotan lainnya,
·         dapur yang kotor,
·         alat masak yang kotor,
·         memakan makanan yang sudah jatuh ke tanah,
·         makanan disimpan tanpa tutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkau,
·         makanan yang masih mentah dan yang sudah matang disimpan secara bersama-sama dalam satu tempat,
·         makanan dicuci dengan air kotor,
·         pengolah makanan yang menderita penyakit menular.

Faktor-Faktor yang Berperan Terhadap Timbulnya Foodborne Diseases
1.    Demografi masyarakat
Meningkatnya kelompok individu immunocompromised sebagai akibat dari peningkatnya penderita human immunodeficiency virus (HIV), penderita penyakit kronis, orang lanjut usia (manula), akan lebih peka terhadap infeksi bakteri patogen yang ditularkan melalui makanan (foodborne diseases), seperti Salmonella, Campylobacter, Listeria. Kemajuan teknologi kedokteran, seperti transplantasi organ tubuh dan keberhasilan pengobatan kanker, telah meningkatkan harapan hidup manusia, tetapi disisi lain hal ini dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap infeksi foodborne diseases.

2.    Human behavior
Perubahan pola konsumsi masyarakat turut memberikan kontribusi terhadap meningkatnya/timbulnya foodborne diseases antara lain banyaknya fast-food restaurrant, peningkatan kebiasaan makan di luar rumah (eating away from home), peningkatan konsumsi buah segar, salad yang banyak menggunakan sayuran segar/mentah,  makanan-makanan yang dimasak tidak sempurna (seperi hamburger, scembel eggs, dll). Produk-produk segar tersebut lebih mudah kontaminasi oleh patogen, baik pada tahap pertumbuhan, panen, dan pendistribusian. Sedangkan produk-produk yang dimasak setengah matang atau tidak sempurna mengakibatkan bakteri-bakteri patogen tidak mati oleh pemasakan tersebut.

3.    Perubahan di bidang industri dan teknologi
Peningkatan industri makanan berskala besar yang tersentralisasi pada satu tempat atau di kota-kota besar akan membawa resiko terhadap peningkatan penyebaran foodborne diseases. Bila suatu produk terkontaminasi di tempat asal ketika diproduksi, maka dengan mudah akan terjadi penyebaran penyakit/patogen sampai ke tempat pendistribusian produk tersebut. Sebagai contoh, adanya infeksi S. enteritidis pada ayam-ayam bibit di peternakan-peternakan pembibitan. Hal ini akan memudahkan terjadinya penyebaran agen penyakit, melalui anak ayam atau telur ayam,  ke peternakan-peternakan final stock dalam areal yang lebih luas.

4.    Perubahan dalam pola perjalanan/travel dan perdagangan global
Hal ini banyak terjadi para wisatawan-wisatawan (traveler’s diseases). Para wisatawan tersebut dapat terinfeksi oleh penyakit ditempat yang dikunjunginya, dan akan terbawa ke tempat asalnya. Dengan terbukanya perdagangan internasional (global), maka akan membawa konsekwensi terhadap penyebaran penyakit secara bebas. Masuknya bakteri S. enteritidis ke Indonesia diduga bersamaan dengan importasi bibit-bibit ayam dari Eropa.

5.    Adaptasi mikroba
Adanya adaptasi atau mutasi mikroba terhadap lingkungan dan seleksi alam. Pengobatan antimikroba, untuk hewan dan manusia, yang terus-menerus dan tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya bakteri-bakteri yang resisten.
Menurut Departemen Kesehatan RI beberapa penyakit yang bersumber dari makanan dapat digolongkan menjadi :
a.      Food Infection (bacteria dan viruses) atau makanan yang terinfeksi seperti terinfeksi Salmonella, Shigela, Cholera, Tularemia, Tuberculosis, Brucellosis, Hepatitis.
b.      Food Intoxication (bacteria) atau keracunan makanan bakteri seperti Staphylococcus food poisning, Clostridium perfringens food poisoning, Bortulsm food poisoning, Vibrio parahaemoliticus food poisoning, Bocilus food poisoning.
c.       Chemical Food Borne Illnes atau keracunan makanan karena bahan kimia, seperti Cadmiun, zink, insektisida dan bahan kimia lain.
d.      Poisoning Plant and Animal atau keracunan makanan karena hewan dan tumbuhan beracun, seperti jengkol, jamur, kentang, ikan buntal.
e.       Parasites atau penyakit parasit seperti cacing Taeniasis, Cystircercosis, Trichinosis danAscariasis.
Racun lain dan zat kimia beracun dapat turut menyebabkan penyakit. Manusia dapat jatuh sakit jika pestisida ditambahkan ke dalam makanan, ataupun jika zat-zat dasar beracun digunakan dalam persiapan makanan. Setiap tahun manusia jatuh sakit setelah memakan jamur beracun yang disangka sebagai jamur yang aman dimakan, ataupun setelah memakan ikan karang yang ternyata beracun.
2.3    Peranan Mikroba dalam Foodborne Disease
Foodborne  Disease  disebabkan  akibat  konsumsi  makanan  atau minuman yang telah terkontaminasi oleh mikroba. Mikroba merupakan jasad hidup yang ukurannya kecil sering hal ini karena ukurannya yang kecil, digolongkan menjadi yaitu: (1)Jasad prokariotik yaitu bakteri dan ganggang biru (Divisio Monera), (2) Jasad eukariotik uniseluler yaitu algae sel tunggal, khamir dan protozoa (Divisio Protista), dan (3) Jasad eukariotik multiseluler dan multinukleat yaitu Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan Divisio Animalia.
Berbagai  jenis  mikroba  pathogen  dapat mencemari makanan yang akan menimbulkan penyakit. Penyakit karena patogen asal pangan dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi (keracunan). Infeksi adalah penyakit patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang dikonsumsi. Dalam hal ini diakibatkan masuknya mikroba patogen ke dalam tubuh melalui makanan yang sudah tercemar mikroba. Intoksikasi merupakan keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksin). Mikroba tumbuh pada makanan dan memproduksi toksin, jika makanan tertelan, maka toksin tersebut yang menyebabkan gejala bukan patogennya.
Adapun mikroba tersebut antara lain bakteri, virus, dan jamur. Pola penyebarannya yaitu:
·         Bakteri yaitu melalui daging hewan mentah, seafood (makanan laut) seperti kerang-kerangan mentah.
·         Virus yaitu melalui udara yaitu melalui seperti kontak langsung dengan orang yang terinfeksi atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
·         Jamur yaitu  melalui makanan yang berasal dari tumbuhan seperti sayuran, kacang-kacangan yang tidak diolah secara maksimal.

2.3.1   Peranan Bakteri dalam Foodborne Disease
a.    Salmonella
Salmonelosis
Salmonelosis adalah  penyakit  pada saluran gastrointestine  yang  mencakup perut, usus halus, dan usus besar atau kolon. Penyakit ini disebabkan karena infeksi oleh bakteri Salmonella. Salmonella sp. adalah  bakteri  batang  lurus, gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.5-0,8 μm. Bakteri ini pertama kali diisolasikan oleh Theobald  Smith pada tahun 1885 dari babi. Nama jenis Salmonella diturunkan dari nama terakhir dari D.E. Salmon, yang adalah direktur dari Smith.  Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan  fakultatif  anerob, pada suhu 15 – 41oC (suhu pertumbuhan optimum 37 oC dan pH pertumbuhan 6 – 8). Beberapa spesies dari Salmonella antara lain adalah  Salmonella typhi, Salmonella enteritidis, dan Salmonella cholerasuis.

Sifat Patogenitas Salmonella
Masuknya  Salmonela  typhi  dan   Salmnella  paratyphi  ke dalam  tubuh manusia terjadi melalui makanan  yang  terkontaminasi   bakteri. Sebagian   bakteri dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral usus kurang baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Bakteri dapat hidup dan  berkembang  biak di makrofag dan  selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya  menuju   ke  pembuluh  darah. (mengakibatkan  bakteremia) kemudian  menuju  hati dan  limpa. Di organ-organ   ini bakteri  meninggalkan  sel fagosit dan berkembang biak di luar  sel atau ruang  sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya. Di dalam hati, bakteri masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan ke dalam lumen usus. Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan sebagian  masuk  lagi  ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Bakteri itu kemudian  menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik sepeti demam, malaise, gangguan mental, koagulasi, dan pendarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah.

Epidemiologi infeksi oleh Salmonella
Salmonellosis disebarkan  pada  orang-orang dengan memakan bakteri Salmonella yang mengkontaminasi (mencemari) makanan. Salmonella ada diseluruh dunia dan dapat mencemari hampir segala tipe makanan, namun perjangkitan-perjangkitan dari penyakit baru-baru ini melibatkan  telur-telur  mentah, daging  mentah (daging sapi yang digiling dan daging-daging lain  yang  dimasak dengan  buruk),  produk-produk telur, sayur-sayur segar, cereal, dan air  yang  tercemar. Pencemaran dapat datang dari feses hewan atau manusia yang berhubungan dengan  makanan selama pemrosesannya. Feses dari orang-orang yang terinfeksi akan mencemari sumber air atau  makanan dari orang-orang  yang  tidak terinfeksi. Sumber-sumber  langsung yang  berpotensi  dari Salmonella adalah  hewan  seperti  kura-kura, anjing, kucing, kebanyakan  hewan  ternak, dan manusia yang  terinfeksi.
Pola penyebaran penyakit ini pada tubuh manusia adalah melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar). Bakteri masuk ke tubuh manusia bersama bahan makananatau minuman yang tercemar. Saat kuman masuk kesaluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam  lambungdan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus kumanberaksi sehingga bisa ”menjebol” usus halus. Setelah  berhasilmelampaui usus halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, kepembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa mengandung kuman yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau minuman yang tercemari. Pada penderita yang tergolong carrier, kuman Salmonella bisa ada terus menerus di feses dan urin sampai bertahun-tahun. Setelah memasuki dinding usus halus, bakterimulai melakukan  penyerangan  melalui  system  limfa ke limfa yang menyebabkan pembengkakan pada urat dan bakteri tersebut kemudian menyerang aliran darah. Aliran darah yang membawa bakteri juga akan  menyerang  liver, kantong  empedu, limfa, ginjal, dan sumsum tulang dimana bakteri ini kemudian berkembang biak dan menyebabkan infeksi organ-organ ini. Melalui organ-organ yang telah terinfeksi inilah mereka terus menyerang aliran darah yang menyebabkan bakteremia sekunder yang menjadi penyebab terjadinya demam dan penyakit.

Gejala dari infeksi Salmonella
Gejala dari Salmonelosis akan terlihat 8 sampai 48 jam  setelah  makan  makanan  yang  tercemar  oleh Salmonella. Gejala awal yaitu timbulnya  rasa sakit perut yang mendadak disertai dengan diare encer atau berair, kadang-kadang bahkan dengan lendir atau darah. Seringkali menyebabkan  mual dan  muntah  kemudian terjadi demam dengan suhu 38 – 39o Celcius. Gejala-gejala ini disebabkan oleh endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella. Gejala-gejala tersebut biasanya akan hilang dalam waktu 2 – 5 hari.

Pencegahan Salmonelosis
Kebanyakan  kasus  Salmonelosis disebabkan  karena  memakan  makanan  yang  tercemar. Oleh karena itu pencegahan yang terbaik untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
·         Memasak dengan baik makanan yang dibuat dari daging.
·         Menyimpan makanan pada suhu lemari es yang sesuai.
·         Melindungi makanan dari pencemaran oleh binatang pengerat, lalat, dan hewan lain.
·         Penggunaan metode produksi dan pengolahan makanan yang semestinya.
·         Kebersihan pribadi yang baik serta hidup dengan  cara-cara yang  memenuhi syarat kesehatan.
Begitu ditemukan adanya kasus  infeksi makanan oleh Salmonella maka harus segera dilaporkan  pada  Dinas Kesehatan. Dengan demikian dapat diambil langkah-langkah yang sesuai  untuk  melindungi  masyarakat  dari  suatu  perjangkitan  keracunan  makanan. Tidak ada imunisasi yang efektif terhadap infeksi oleh spesies Salmonella.

b.    Clostridium
Botulisme
Botulisme adalah suatu penyakit yang disebabkan  keracunan makanan oleh bakteri. Botulisme berasal dari kata botulisme yang berarti sosis. Penyakit ini diberi nama demikian karena selama bertahun-tahun sosis yang  tidak dimasak dihubungkan dengan penyakit ini. Botulin, juga dikenal sebagai botox, yaitu  toksin  bakteri paling  mematikan yang dapat terbentuk  pada  makanan  kaleng  yang  tidak diproses dengan benar atau cukup dipanasi. Bakteri penghasil botulin adalah Clostridium botulinum.Clostridium botulinum merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang, membentuk spora, dan bersifat anaerob obligat serta mampu menghasilkan neurotoksin yang dapat menyebabkan penyakit. Bakteri ini banyak terdapat di tanah dan mungkin mencemari hasil pertanian maupun peternakan.
Penyakit ini terjadi karena memakan  toksin  botulinum  yang  terdapat  dalam  makanan yang diawetkan dengan cara kurang sempurna, seperti yang dijumpai dalam makanan kaleng. Tetapi botulisme juga dapat disebabkan karena kontaminasi luka yang akan menghasilkan toksin yang tumbuh pada jaringan mati. Ada tujuh tipe Clostridium botulinum yang dikenali karena perbedaan antigenik di antara toksin yang dihasilkannya yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan G. Yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan tipe F. Tipe C dan D menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia, sedangkan tipe G belum diketahui dapat menyebabkan penyakit atau tidak.

Sifat patogenitas Clostridium
Toksin botulinum yang dihasilkan oleh Clostridium adalah racun yang paling ampuh. Sebagai contoh dosis letal (mematikan) bagi toksin tipe A pada tikus diperkirakan 0,000000033 mg. Ini berarti 1 gram toksin dapat membunuh 33 milyar tikus. Racun ini  menyerang urat syaraf, menyebabkan kelumpuhan pada faring dan diafragma. Cara kerja toksin ini adalah dengan menghambat pembebasan asetilkolin oleh serabut  syaraf  ketika impuls syaraf lewat di sepanjang syaraf  tepi.

Epidemiologi botulisme
Clostridium  botulinum  tersebar  luas di lingkungan darat dan perairan. Jika sporanya mencemari makanan yang sudah diolah atau mengadakan kontak dengan luka maka dapat berkembang biak menjadi sel-sel vegetatif dan menghasilkan toksin. Selain itu infeksi juga dapat terjadi pada saluran bayi yang disebut botulisme bayi. Toksinnya dihasilkan di dalam usus bayi, menyebabkan badan lemah, tidak dapat buang air besar, dan lumpuh. Infeksi semacam ini mungkin disebabkan karena pemberian susu yang mengandung spora Clostridium botulinum pada bayi.

Gejala dari keracunan botulisme
Gejala penyakit ini biasanya mulai muncul sekitar 12 – 48 jam setelah  mengkonsumsi  makanan yang  sudah  tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, pupil melebar, penglihatan ganda, mulut  terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan. Kelumpuhan dapat terjadi  pada  kantung  kemih dan semua  otot  yang bekerja di daerah tersebut. Kematian mungkin terjadi  beberapa hari setelah timbulnya gejala karena tidak dapat bernafas atau jantung tidak bekerja lagi. Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu  makan  buruk, otot  lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan dan gangguan pernafasan.

Pencegahan botulisme
Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh yang  hilang. Kebanyakan  keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industry rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini mencemari  produk  pangan  dalam  kaleng  yang  beredar asam rendah, ikan asap, kentang matang  yang  kurang  baik  penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu. Tindakan  pengendalian  khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan  penggunaan  nitrit  pada  daging  yang  dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah  tangga atau  pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk  pangan yang  dikemas hampa udara dan  pangan segar  atau  yang  diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng  yang  kemasannya telah menggembung.
c.    Staphylococcus
Keracunan makanan oleh Staphylococcus
Keracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh beberapa tipe Staphylococcus  yang  tumbuh  pada  makanan  yang  tercemar. Salah  satu contoh spesiesnya adalah  Staphylococcus aureus  yaitumerupakan bakteri berbentuk bulat (coccus), yang  bila diamati  di bawah  mikroskop  tampak  berpasangan, membentuk rantai pendek, atau membentuk kelompok  yang  tampak seperti tandan buah anggur. Organisme ini Gram-positif. Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan  penyakit pada manusia. Staphylococcus biasanya terdapat diberbagai bagian tubuh  manusia, seperti hidung, tenggorokan, dan kulit, sehingga mudah memasuki makanan. Organisme ini dapat berasal dari orang-orang yang  menangani  pangan  yang  merupakan penular atau penderita infeksi patogenik (membentuk nanah). Keracunan makanan oleh Staphylococcus disebut sebagai staphylococcal.

Sifat patogenitas Staphylococcus
Enterotoksin yang dihasilkan Staphylococcus bersifat tahan panas, tidak berubah meskipun dididihkan selama  30 menit. Makanan  yang  telah  tercemar  jika dibiarkan dalam suhu kamar selama delapan sampai sepuluh  jam  dapat  menghasilkan  toksin  dalam  jumlah  yang  memadai yang  dapat  mengakibatkan  keracunan  makanan. Sekalipun makanan ini kemudian disimpan di dalam  lemari es selama berbulan-bulan, toksinnya  tidak  akan  musnah. Pemasakan kembali  makanan  tersebut  juga  tidak akan  mengurangi kandungan toksin tersebut. Sampai saat ini tidak ada antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati keracunan makanan oleh Staphylococcus.

Epidemiologi keracunan makanan oleh Staphylococcus
Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus yang menghasilkan enterotoksin. Terjangkitnya keracunan  makanan oleh Staphylococcus biasanya memiliki galur yang sama  antara  makanan  yang  tercemar dengan yang ada pada tangan  orang  yang  menangani  makanan tersebut. Adapun  makanan  yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus antara lain adalah kue dengan saus yang terbuat dari telur,susu, dan daging olahan. Sayangnya  makanan yang  mengandung enterotoksin dalam  jumlah  yang  cukup banyak biasanya memiliki penampilan, bau, dan rasa yang normal.

Gejala keracunan makanan oleh Staphylococcus
Gejala keracunan Staphylococcus akan segera terlihat setelah mengkonsumsi makanan yang telah tercemar. Jumlah enterotoksin  yang  termakan akan menentukan waktu timbulnya gejala serta parah  atau  tidaknya  infeksi  tersebut. Biasanya gejala  akan  timbul  sekitar 2 sampai 6 jam  setelah  makan  makanan  tercemar tersebut. Gejala yang paling umum adalah mual, muntah, retching (seperti muntah tetapi tidak mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa lemas. Beberapa orang   mungkin tidak selalu menunjukkan semua gejala penyakit ini. Dalam kasus-kasus  yang  lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, kram otot, dan  perubahan  yang  nyata pada  tekanan darah serta denyut nadi. Kehilangan cairan dan elektrolit dapat menyebabkan kelemahan dan tekanan darah  yang  rendah (syok). Gejala  biasanya  berlangsung  selama kurang dari 12 jam. Keracunan  makanan  ini  dapat  disembuhkan, proses penyembuhan biasanya memerlukan waktu  dua  hari, namun, tidak menutup kemungkinan penyembuhan secara total  pada  kasus-kasus yang  parah memerlukan waktu tiga hari atau kadang-kadang lebih, namun kadang-kadang dapat berakibat fatal, terutama bila terjadi pada anak-anak, orang tua dan orang dengan kondisi lemah karena sakit menahun.

Pencegahan Keracunan Makanan oleh Staphylococcus
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan, dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi. Resiko paling  besar  adalah  kontaminasi  silang, yaitu  apabila  makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan  mentah  atau  peralatan  yang  terkontaminasi (misalnya alas pemotong). Penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak benar menyebabkan bakteri berkembang biak dan menghasilkan racun.
Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan yaitu.
·         Menyimpan  makanan  yang  mudah  busuk di dalam lemari es (suhu dibawah 6 – 7o Celcius).
·         Bagi orang-orang yang mempunyai luka bernanah atau merupakan penular Staphylococcus toksigenik tidak boleh menangani pangan.
·         Makanan dipanasi kembali selama berjam-jam pada suhu kamar sebelum disajikan.
Seringkali keracunan makanan oleh Staphylococcus adalah akibat penanganan yang keliru baik di rumah maupun di tempat makan umum.


                             
2.3.2   Peranan Virus dalam Foodborne Disease
Virus merupakan parasit mikroorganisme obligate intraseluler yang hanya dapat berkembang biak di dalam sel. Genom virus terdiri dari asam nukleat yang di replikasi didalam sel inang. Secara umum virus umumnya berukuran 15-300 nm yang dapat memfiltrasi bakteri yang melaluinya. Komposisi virus terdiri atas DNA atau RNA, tidak ada divisi khusus untuk virus. Tidak mengalami pertumbuhan ekstraseluler pada fase laten dan tidak terjadi metabolisme enzimatik. Replikasi virus dilakukan didalam ribosom pada sel inang.
A. Virus-virus yang sering terlibat dalam foodborne disease adalah sebagai berikut:
1.    Rotavirus
Rotavirus adalah virus yang menyebabkan gastroenteritis. Gastroenteritis viral adalah infeksi usus yang disebabkan berbagai macam virus. Gastroenteritis virus sangat menular dan merupakan penyakit yang paling umum. Hal ini menyebabkan jutaan kasus diare setiap tahun.Virus merupakan penyebab diare tersering yang angka kejadiannya mencapai jutaan kasus tiap tahunnya. Siapapun bisa mendapatkan Gastroenteritis virus dan kebanyakan orang sembuh tanpa komplikasi. Namun, Gastroenteritis virus bisa serius ketika orang tidak bisa minum cukup cairan untuk menggantikan apa yang hilang melalui muntah dan diare terutama bayi, anak-anak, dan orang tua dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
a. Infeksi oleh Rotavirus
Rotavirus memiliki diameter tubuh 50-60 nm. Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus.  Nama virus rota didasarkan pada gambaran mikroskop elektron dari pinggir luar kapsid sebagai pinggiran suatu roda yang mengelilingi jari-jari yang memancar dari inti yang menyerupai pusat. Partikel-partikel mempunyai kapsid berkulit ganda dan garis tengah berkisar antara 60-75 nm
b.  Patogenitas
          Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus halus. Virus-virus itu berkembang biak dalam sitoplasma enterosit dan merusak mekanisme transportnya. Sel yang rusak dapat masuk ke dalam lumen usus dan melepaskan sejumlah besar virus, yang kemudian terdapat dalam tinja. Diare yang disebabkan oleh rotavirus akibat gangguan penyerapan natrium dan absorpsi glukosa karena sel yang rusak pada vili digantikan oleh sel kriptus belum matang yang tidak meyerap. Dibutuhkan waktu 3-8 minggu untuk perbaikan fungsi normal.
c.  Epidemiologi dan Imunitas
          Rotavirus merupakan penyebab tunggal penyakit gastroenteritis. Infeksi rotavirus biasanya meningkat selama musim dingin. Infeksi simtomatik paling sering terjadi pada anak berusia antara 6bulan hingga 2 tahun. Penyebarannya terjadi melalui rute oral fekal. Rotavirus muncul secara serentak. Saat usia 3 tahun, 90% anak memiliki serum antibody terhadap satu tipe atau lebih. Faktor kekebalan local, seperti IgA sekretoris atau interferon, penting untuk melindungi terhadap infeksi rotavirus.
d. Gejala
          Gejala yang timbul antara lain diare berupa buang air besar yang berupa air (watery), demam, nyeri perut, dan muntah-muntah, sehingga terjadi dehidrasi.. Gejala utama Gastroenteritis virus adalah diare berair berbusa, tidak ada darah lendir dan berbau asam serta muntah. Gejala lainnya adalah sakit kepala, demam, menggigil, dan sakit perut. Gejala biasanya muncul dalam waktu 4 sampai 48 jam setelah terpapar virus dan berlangsung selama 1 sampai 2 hari, walaupun gejala dapat berlangsung selama 10 hari.
          Pada bayi dan anak-anak, kehilangan banyak elektrolit dan cairan dapat mematikan kecuali kalau diobati. Untuk mempermudah penanganan, sebaiknya kita tahu gejala dehidrasi yaitu anak rewel, kehausan, minta minum terus, sehingga makin muntah karena kebanyakan, mata cekung, kulit pada daerah perut dan dahi tidak kenyal.(jika dicubit tidak kembali).
e.  Cara Pengobatan dan Pencegahan
          Pengobatan gastroenteritis adalah pengobatan suportif, untuk mengoreksi kehilangan air dan elektrolit yang dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, syok, dan kematian. Pengobabatannya yaitu dengan cara penggantian cairan dan pengembalian keseimbangan elektrolit baik secara intravena maupun oral. Mengingat penyakit diare rotavirus sangat mudah menular, maka perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan. Salah satunya dengan merawat terpisah anak yang terinfeksi rotavirus dengan anak sehat lainnya. Untuk pencegahan agar tidak mudah terinfeksi rotavirus, pemberian imunisasi bisa dilakukan. Apalagi, semua anak pasti pernah mengalami diare. Salah satu diare yang mengancam adalah karena rotavirus. Perkembangan terakhir dengan teknologi kedokteran saat ini telah ditemukan vaksin untuk rotavirus. Vaksin ini dapat diberikan 2-3 kali pada bayi usia 6-8 minggu.

2.  Norovirus
Norovirus merupakan virus yang berasal dari golongan Norwalk virus. Merupakan virus utama penyebab penyakit perut. Termasuk salah satu jenis virus yang belum diketahui dengan pasti. Penyebab penyakit perut dan penyakit berbahaya lainnya yang menyangkut pencernaan. Merupakan virus dari family calciviridae. Virus ini memiliki RNA tunggal yang tidak terbelit. Virus ini menginjeksi dari manusia ke manusia lainnya. Gejala penyakitnya sering terlihat pada penderita diare. Sering kali dijumpai dalam air yang tidak bersih, kerang-kerangan, es, telur, salad, dan berbagai makanan kontaminan lainnya. Masa inkubasinya berkisar 1-2 hari.

3. Virus Hepatitis
Virus dalam air kemasan botol terutama dalam botol plastik berbahan PET (Poly Ethylene Terphalate), kebanyakan merupakan jenis virus yang menjadi penyebab hepatitis. Golongan yang termasuk virus ini adalah sebagai berikut:
·      Reo virus: menginfeksi intestines, paru-paru, ginjal, hati
·      Rotavirus: memiliki 11 segmen dari untaian ganda RNA, panjangnya berkisar 70 nm, bentuk tubuh berulik dengan axis tengah dan radiasi terbuka. Merupakan penyebab diare dengan resiko kematian yang sangat mengancam khususnya untuk bayi dan anak-anak seperti yang telah dijelaskan tadi.
a.  Hepatitis A dan E
Virus hepatitis A dapat menular melalui berbagai cara seperti kontak orang ke orang atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Orang yang telah terinfeksi virus hepatitis A dapat menjadi sumber penularan virus yang mengontaminasi makanan sehingga orang-orang ini tidak diperbolehkan menangani makanan meskipun mereka tidak terlihat sakit. Oleh karena itulah, orang-orang yang bekerja menangani makanan, seperti di restoran atau pabrik makanan, harus diberi vaksinasi hepatitis A. Setelah tertelan, ketahanan virus hepatitis A terhadap asam memungkinkannya lewat dalam perut dan masuk ke usus halus. Virus ini menginfeksi sel-sel epitel mukosa, berkembang biak dan menyebar ke sel-sel yang berdekatan dan kemudian masuk ke hati (liver) lewat peredaran darah keluar. Virus Hepatitis A menginfeksi sel-sel parenkimal hati. Setelah sel dipenetrasi, virus hepatitis A akan mengambil alih sistem sel tersebut untuk menghasilkan komponen-komponen virus yang baru dan memicu respons antibodi tubuh. Masa inkubasi (masa antara pertama kali terpapar virus sampai munculnya gejala-gejala virus hepatitis A adalah 15-50 hari (rata-rata 28 hari). Gejal-gejala awalnya adalah sakit otot, sakit kepala, hilang nafsu makan (anoreksia), tidak enak perut, demam kemudian diikuti sakit kuning yaitu penguningan kulit, mata, dan selaput lendir serta air kencing berwarna lebih gelap.
Untuk diagnosis hepatitis A yang akurat diperlukan tes darah untuk mendeteksi antibodi immune globulin (Ig) M yang muncul ketika sistem kekebalan tubuh merespons virus hepatitis A. Pencegahan hepatitis A bisa dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan, membasuh tangan dengan air dan sabun setelah dari kamar mandi, mengganti popok bayi, dan sebelum menangani makanan; memasak makanan sampai suhu 85 oC atau lebih tinggi akan menginaktivasi virus hepatitis A. Jika diketahui telah terpapar virus hepatitis A, pemberian suntikan immune globulin bisa dilakukan.  Perlindungan terbaik dari hepatitis A adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi hepatitis A disarankan bagi anak-anak, bagi mereka yang akan bepergian ke daerah yang dikenal memiliki tingkat kejadian hepatitis A tinggi, homoseks, pengguna obat-obatan suntik dan nonsuntik, penderita hemofilia, dan penderita liver kronis.
Hepatitis Ebanyak terjadi di lingkungan dengan sanitasi yang buruk. Virus Hepatitis E dapat menular melalui makanan dan air yang terkontaminasi. Tidak ada bukti penularan virus ini melalui seks dan transfusi darah. Gejala-gejalanya mirip dengan hepatitis A dengan masa inkubasi 3-8 minggu (rata-rata 40 hari).
Virus Hepatitis E jarang menyebabkan peyakit hepatitis yang kronis, namun bisa sangat berbahaya bagi wanita hamil.  Tidak ada terapi khusus untuk hepatitis E dan cara terbaik yang bisa dilakukan bersifat pencegahan. Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi dapat mengurangi risiko hepatitis E. Pencegahan lain adalah air dan makanan dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

B. Inaktivasi Virus dalam Bahan Pangan
Virus adalah mikroorganisme yang tidak tahan pemanasan dan ketahanannya sebanding dengan sel vegetatif bakteri. Ketahanan virus dalam makanan lebih tinggi jika makanan disimpan pada suhu refrigerasi maupun pembekuan. Meskipun demikian tidak ada virus yang tahan untuk rentang waktu yang lama jika disimpan pada suhu ruang atau suhu yang lebih rendah. Inaktivasi virus dapat dilakukan dengan pemanasan, pengeringan maupun pemberian radiasi elektromagnetik. Pemanasan pada suhu 55oC selama 30 menit dilaporkan dapat membunuh berbagai jenis virus dalam susu. Meskipun demikian, ada laporan yang bertentangan yang menunjukkan bahwa virus hepatitis A, Norwalk-like serta virus mulut dan kuku dapat bertahan pada suhu dan waktu tersebut.
Perbedaan hasil penelitian seringkali disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan dalam penghitungan virus. Inaktivasi virus karena panas diperkirakan terjadi karena kerusakan asam nukleat maupun protein virus.
Pengeringan dengan udara juga dapat menginaktifkan virus. Disamping itu proses pengeringan beku (freeze drying) yang kadang-kadang diterapkan pada pengolahan pangan untuk menghindari kerusakan flavor juga dilaporkan dapat menginaktifkan 99% virus. Sinar ultraviolet baik yang berasal dari sinar matahari atau dari lampu sumber sinar ultraviolet juga efektif dalam menginaktivasi virus, khususnya untuk virus yang ada di permukaan. Radiasi ionisasi, misalnya dengan menggunakan Cobalt 60 dapat mempenetrasi bahan pangan dan menginaktifkan virus. Radiasi gelombang mikro (microwave) juga dapat menginaktifkan virus, meskipun tidak jelas diketahui apakah inaktivasi disebabkan oleh pengaruh sinar elektromagnetik, osilasi molekul air atau panas yang dihasilkan. Virus yang terdapat pada permukaan bahan pangan juga dapat diinaktifkan dengan perlakuan desinfektan, misalnya oksidator kuat seperti ozon maupun klorin. Desinfektan dari kelompok senyawa ammonium kuaterner dan fenol umumnya tidak efektif dalam menginaktifkan virus.

2.3.3        Peranan Jamur dalam Foodborne Disease
Jamur merupakan mikroorganisme eukariotik, menghasilkan spora, tidak punya klorofil, dan berkembang biak secara seksual dan aseksual. Jamur tergolong menjadi 2 golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang adalah jamur yang mempunyai filamen sedangkan khamir adalah jamur sel tunggal yang tidak mempunyai filamen. Jamur dapat bersifat parasit yaitu memperoleh makanan dari benda hidup atau bersifat saprofit yaitu memperoleh makanan dari benda mati.
Secara umum jamur berkembang biak dengan cara aseksual atau seksual. Spora aseksual dari jamur adalah konidiospora, sporangiospora, oidium, klamidospora dan blastospora. Sedangkan spora seksual dihasilkan dari peleburan dua nukleus, terbentuk lebih jarang, dan dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan spora aseksual. Ada beberapa tipe spora seksual yaitu askospora, basidiospora, zigospora dan oospora.
Pertumbuhan fungi pada berbagai bahan pangan, terutama bahan pangan pokok seperti beras, gandum, jagung, juga biji-bijian seperti kedelai, kacang hijau, kacang tanah, sangat merugikan kesehatan manusia dan juga hewan. Bahan makanan pokok seringkali disimpan dalam jumlah besar dalam suatu gudang. Apabila kondisi dalam gudang tersebut kurang baik, maka besar sekali kemungkinannya fungi tertentu akan tumbuh dalam bahan pangan tertentu.  Dikenal Spesies-spesies fungi tersebut umumnya dari genus Aspergillus dan Penicillium dan dikenal sebagai kapang gudang (storage moulds) diantaranya Aspergillus oryzae, Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus tamarii, Penicillium citrinum dan Penicillium italicum. Disamping itu juga ditemukan dari genus Alternaria, Fusarium, dan Culvularia.
Hasil metabolisme kapang-kapang tersebut yang bersifat racun dikenal sebagai mikotoksin. Gejala keracunannya dikenal sebagai mikotoksikosis. Mikotoksin tidak hanya dihasilkan oleh kapang tapi juga oleh cendawan. Menurut Hudler (1998) diantara cendawan yang menarik terdapat jenis-jenis bila dimakan menyababkan halusinasi (menghayal tanpa sadar), antara lain dari genus Psylocybin, spesiesnya antara lain P. mexicana, P. caerulescens dan P. cubensis. Cendawan Psylocybin sp. Menghasilkan toksin psylocybin.
Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin, lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena (deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller (1991) sekitar 25-50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut.
Perbedaan sifat-sifat kimia, biologik dan toksikologik tiap mikotoksin menyebabkan adanya perbedaan efek toksik yang ditimbulkannya. Selain itu, toksisitas ini  juga ditentukan oleh: (1) dosis atau jumlah mikotoksin yang dikonsumsi; (2) rute pemaparan; (3) lamanya pemaparan; (4) spesies; (5) umur; (6) jenis kelamin; (7) status fisiologis, kesehatan dan gizi; dan (8) efek sinergis dari berbagai mikotoksin yang secara bersamaan terdapat pada bahan pangan (Bahri et al., 2002).
Mikotoksin
Kapang Penghasil
Penyakit yang Disebabkan
Bahan Pangan yang sering terkontaminasi
Alfatoksin
Aspergillus flavus, A. parasiticis
Kegagalan fungsi hati, kanker hati
Kacang tanah, kacang-kacangan lain, jagung serealia
Asam penisilat
Penicillium cyclopium, P. martensii, P. chraceus, P. melleus
Pembentukan tumor, kerusakan ginjal
Jagung, barley, kacang-kacangan
Ergotoksin
Claviceps purpurea
Kerusakan hati
Serelia
Okratoksin A
A.                 Ochraceus, A. mellus, A. sulphureus, P. viridicatum
Kerusakan hati
Jagung, kacang-kacangan, barley
Patulin
A.                   clavatus, P. patulum, P. expansum
Kerusakan hati, Kanker hati
Apel dan produk-produk apel
Alimentary Toxic aleukia (ATA)
Cladosporium sp.,
Kerusakan hati
Biji-bijian
Sterigmatosistin
A.                 regulosus, A. nidulans, A. versicolor, P. luteum
Sirosis hati, kanker hati
Gandum, oat
Zearalenon
Gibberella zeae
Kerusakan Hati
Jagung dan serelia
Luteoskyrin
P.islandicum
Nekrosis hati, kanker hati
Tepung beras

Alfatoksin
Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin.  Toksin ini pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang berhasil diisolasi pada tahun 1960. A. flavus sebagai penghasil utama aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin B1 dan B2 (AFB1 dan AFB2)   Sedangkan A. parasiticus memproduksi AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu berkisar dari 10-120C sampai 42-430C dengan suhu optimum 320-330C dan pH optimum 6. 
Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A. Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk-produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu, residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu, telur dan daging ayam. Sudjadi et al (1999) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang pria dan 15 orang wanita) menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1 terdeteksi pada contoh liver  dari 58% pasien tersebut dengan konsentrasi diatas 400 µg/kg.
Okratoksin
Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai penyebab keracunan ginjal pada manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat karsinogenik. Okratoksin A ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus ochraceus.  Secara alami A. ochraceus terdapat pada tanaman yang mati atau busuk, juga pada biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. Selain A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang (temperate), seperti pada gandum di Eropa bagian utara. 
P.viridicatum tumbuh pada suhu antara 0 – 310 C dengan suhu optimal pada 200C dan pH optimum 6 – 7. A.ochraceus tumbuh pada suhu antara  8 – 370C.  Saat ini diketahui sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC).  OA adalah yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam.
Hal penting yang berkaitan dengan perdagangan komoditas kopi di pasar internasional adalah bahwa sebagian besar negara pengimpor/ konsumen kopi mensyaratkan kadar OA yang sangat rendah atau bebas OA.
Selain pada produk tanaman, ternyata OA dapat ditemukan pada berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam.  Hal ini karena OA bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang berlemak.  Manusia dapat terekspose OA melalui produk ternak yang dikonsumsi.
Zearalenon
Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium graminearum, F.tricinctum, dan F. moniliformeKapang ini tumbuh pada suhu optimum 20 – 250C dan kelembaban 40 – 60 %. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun 1962.  Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi. 
Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantara nya α-zearalenol yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3-hidroksizearalenon, 7-dehidrozearalenon, dan 5- formilzearalenon. Komoditas yang banyak tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya. 
Fumonisin
Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium spp., terutama F. moniliforme dan F. proliferatumMikotoksin ini relatif baru diketahui dan pertama kali diisolasi dari F. moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al., 1988).  Selain F. moniliforme dan F. proliferatum, terdapat pula kapang lain yang juga mampu memproduksi fumonisin, yaitu F.nygamai, F. anthophilum, F. diamini dan F. napiforme
F. moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5 – 27,50 C dengan suhu maksimum 32 - 370C.  Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia, terutama negara beriklim tropis dan sub tropis.  Komoditas pertanian yang sering dicemari kapang ini adalah jagung, gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya.
Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1), FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3.  Diantara jenis fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB1 dan FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB1 juga ditemukan pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum
Keberadaan kapang penghasil fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama jagung di Indonesia telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi (1996), Ali et al., 1998 dan Maryam  (2000b). Meskipun  kontaminasi fumonisin pada hewan dan manusia belum mendapat perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai mengingat mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut.

2.4    Pencegahan dan Penanggulangan Foodborne Disease
2.4.1 Pencegahan
Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases harus dilakukan pada setiap tahap/proses penyajian makanan; dari mulai tingkat produksi di peternakan, proses pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH), pendistribusi dari peternakan/RPH ke pasar, proses pengolahan sampai penyiapan makanan yang sudah jadi (finished food) di rumah/restoran, dll.
Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases diistilahkan from farm to table, yaitu dari mulai produksi di peternakan sampai siap saji di meja makan, antara lain meliputi:
·      Pemeriksaan hewan/ternak di peternakan/rumah potong hewan. Ternak-ternak yang akan dipotong harus berasal dari peternakan yang bebas penyakit.
·      Peningkatan personal higiene mulai dari pekerja kandang, petugas rumah potong hewan, penjual daging, pekerja pada industri makanan, juru masak sampai kepada konsumen.
·      Pengawasan terhadap kebersihan/sanitasi lingkungan di peternakan, rumah potong hewan, alat transportasi, ruang pengolahan, peralatan dapur atau pengolahan makanan dan peralatan saji.
·      Pengolahan makanan (daging, susu, telur dan produknya) secara higienis dengan pemanasan yang cukup, pasteurisasi, dan atau sterilisasi.
·      Penyimpanan bahan pangan dengan baik
Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan dalam lemari pendingin. Makanan cepat basi disimpan dalam suhu dingin, pisahkan raw material dengan makanan sudah matang.
·      Pencucian
ü  Pencucian atau pembilasan buah dan sayuran dapat menghilangkan kotoran dan kontaminan lainnya. Pencucian dapat dilakukan dengan air, deterjen, larutan bakterisida seperti klorin, dan lain-lain.
ü  Sebelum makan atau menyiapkan makanan, cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kucuran air setidaknya 15 detik, lalu keringkanlah dengan handuk bersih. 
Beberapa aktivitas yang wajib diikuti dengan cuci tangan :
v  Setelah ke kamar mandi
v  Setelah batuk, bersin, merokok, makan, minum
v  Setelah membersihkan meja
v  Sebelum memakai sarung tangan
v  Setelah memegang hewan
v  Ketika berpindah dari makanan mentah ke makanan matang
v  Setelah membuang sampah
v  Setelah memegang alat atau perlengkapan kotor
v  Selama menyiapkan makanan
·      Pemantauan suhu
Menyimpan makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat membiaknya kumanyang menyebabkan racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5° C dan 60° C.
Untuk berjaga-jaga:
  Suhu lemari es jangan lebih tinggi dari 5° C dan ada aliran udara di seputarmakanannya agar pembagian suhunya merata,
  Makanan panas patut disimpan di atas suhu 60° C,
  Makanan yang harus dipanaskan lagi harus cepat dipanaskan sampaisemua bagiannya mencapai suhu 75° C,
  Makanan beku sebaiknya dicairkan di dalam lemari es atau microwave,sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada suhu ruangan, makincepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa terbentuk,
  Agar kuman di dalamnya mati, makanan harus dimasak matang benar.
Desinfeksi adalah tindakan yang bertujuan untuk membunuh mikroba patogen maupun pembusuk dengan menggunakan bahan kimia (desinfektan).Desinfektan merupakan bahan kimia yang mampu membunuh bakteri pembusuk dalam bentuk sel vegetatif, tetapi tidak dalam bentuk spora.
·      Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Maksudnya untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme.


4.4.2        Penanggulangan
Penanggulangan untuk penyakit bawaan makanan(Foodborne Diseases) antara lain :
ü  Diagnosa infeksi melalui pemeriksaan laboratorium guna menentukan jenis organisme penyebabnya.
ü  Perawatan penyembuhan terhadap penyakit bawaan makanan. Jenis perawatan disesuaikan dengan jenis penyakit bawaan makanan yang diderita, dan bergantung dari gejala yang dirasakan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.    Foodborne disease merupakan penyakit yang dihantarkan melalui pangan atau sering disebut penyakit akibat pangan, disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi.
2.    Penyebab terjadinya Foodborne disease antara lain: industrialisasi, urbanisasi, perubahan populasi dan gaya hidup, pariwisata dan proses pengolahan, pencemaran lingkungan dan kurangnya pengetahuan pada penjamah makanan dan konsumen tentang usage food handling.
3.    Peranan mikroba dalam Foodborne disease
4.    Cara mencegah dan menanggulangi Foodborne diseas.

1 komentar:

  1. Thanks ya buat tulisannya. Bisa jadi bahan referensi buat ujian. ^_^

    Debie
    S2 Biomedik FKUI

    BalasHapus