2.1 Proses
Reproduksi Mikroba
Reproduksi mikroba dapat terjadi secara aseksual dan
secara seksual (terjadi pada beberapa individu saja). Pada bakteri misalnya,
perkembangbiakan secara aseksual terjadi secara pembelahan biner, yaitu satu
sel induk membelah menjadi dua sel anak. Kemudian masing-masing sel anak akan
membentuk dua sel anak lagi, dan seterusnya sehingga jumlahnya akan semakin
berlipat ganda. Selama sel mebelah maka akan terjadi keselarasan replikasi DNA
sehingga tiap-tiap sel anak akan menerima sedikit satu koloni (salinan) dari
genom. Sebuah sel bakteri dalam suatu lingkungan yang sesuai akan menjadi suatu
koloni keturunan melalui pembelahan biner. Baik pembelahan mitosis maupun
meiosis tidak terjadi pada prokariota dan inilah perbedaan mendasar lain antara
prokariota dan eukariota (Waluyo, 2004).
1.
Perkembangbiakan Aseksual Pada Mikroba
a.
Pembelahan
Biner
Pembelahan sederhana
yang membentuk 2 sel baru yang identik. Dimana masing-masing sel anak akan
membentuk dua sel anak lagi, dan seterusnya sehingga jumlahnya akan semakin
berlipat ganda. Pembelahan Biner dapat dibagi atas tiga fase, yaitu sebagai
berikut;
1)
Fase pertama, sitoplasma terbelah oleh
sekat yang tumbuh tegak lurus
2)
Fase kedua, tumbuhnya sekat akan diikuti
oleh dinding melintang
3)
Fase ketiga, terpisahnya kedua sel anak
yang identik. Ada bakteri yang segera berpisah dan terlepas sama sekali.
Sebaliknya, ada pula bakteri yang tetap bergandengan setelah pembelahan,
bakteri demikian merupakan bentuk koloni.
Pembelahan
biner ini terjadi pada bakteri, Amoeba,
Paramecium, Euglena, Entamoeba histolica, dsb.
b. Fragmentasi
Fragmentasi terjadi pada sel-sel
yang disebut hormogonium. Pemutusan bagian secara sederhana dan bagian yang
terpisah akan tumbuh menjadi sel baru. Organisme yang matang pecah menjadi dua
atau lebih potongan atau fragmen. Fragmen kemudian tumbuh menjadi organism
lengkap. Contohnya terjadi pada Spirogyra.
c. Pembentukan
spora aseksual
Proses pembentukan spora aseksual
ini terjadi pada fungi dimana terjadi melalui peleburan nucleus dari dua sel
induk. Spora aseksual yang berfungsi untuk menyebarkan spesies dibentuk dalam
jumlah besar. Terdapat lima jenis spora aseksual yaitu konidiospora,
sporangiospore, oidium, klamidospora, dan blatospora.
2.
Perkembangbiakan
Seksual Pada Mikroba
Perkembangbiakan secara
seksual pada mikroba umumnya terjadi pada fungi (jamur) dan mikroalga serta
secara terbatas pada bakteri. Perkembangbiakan secara seksual ini dapat terjadi
secara:
1)
Konjugasi
Pemindahan DNA secara
langsung melalui kontak sel pada kedua sel yang berdekatan. Misalnya konjugasi
pada bakteri Escherichia coli,
protozoa yang bergerak dengan menggunakan silia (Paramecium caudatum, Vorticella, Balantidium coli)
2)
Isogami
Peleburan dua gamet bila
sel jantan dan sel betina mempunyai bentuk dan ukuran yang sama. Contohnya Chlorococcum, Chlamydomonas, Hydrodictyon
3)
Anisogami
Peleburan dua gamet yang
ukurannya tidak sama. Contohnya pada Ulva
4)
Oogami
Peleburan dua gamet yagn
satu kecil dan bergerak (sebagai sperma) yang lain besar tidak bergerak (sebagai
sel telur). Contohnya Valva, Spirogyra,
Aedogonium
3. Reproduksi Pada Bakteri
Bakteri berkembang biak secara
seksual dan aseksual. Perkembangbiakan aseksual dilakukan dengan pembelahan
biner. Setiap sel membelah secara melintang dan sel hasil pembelahan membentuk
koloni bakteri. Bentuk koloni sangat bervariasi tergantung pada arah pembelahan
dan jenis bakterinya. Pada kondisi yang memungkinkan bakteri akan membelah diri
dengan sangat cepat. Pada keadaan normal bakteri dapat mengadakan
pembelahan setiap 20 menit sekali. Jika pembelahan berlangsung satu jam, maka
akan dihasilkan delapan anakan sel.
Hasil penelitian mengenai proses pembelahan sel memperlihatkan hal-hal
berikut:
-
Terdapat kenaikan jumlah bahan inti yang
terpisah menjadi dua unit, satu untuk masing-masing sel anakan
-
Dinding sel dan membrane sel tumbuh ke
arah luar dan membrane sel tumbuh meluas ke dalam sitoplasma pada suatu titik
di tengah-tengah sel. Pada perbatasan tersebut
disintesis dua lapisan bahan dinding sel.
-
Pembentukan mesosom menjadi lebih jelas.
Mesosom mempunyai kaitan dengan pembentukan septum dan juga memungkinkan
perpautan dengan daerah inti.
Perkembangbiakan secara seksual dilakukan tanpa
melibatkan gamet dan peleburan sel, tetapi berupa pertukaran materi genetic
atau DNA. Materi genetic dapat berpindah dari satu bakteri ke yang lain tanpa
menghasilkan zigot. Proses perpindahan materi genetic ini sering disebut
rekombinasi genetic. DNA hasil pertukaran materi genetic yang mengandung gen
kedua induk disebut DNA rekombinan. Rekombinasi genetic dapat dilakukan dengan
tiga metode sebagai berikut:
a.
Transformasi
Merupakan pemindahan
sebagian materi genetika dari satu bakteri ke bakteri lain. Pada proses
transformasi tersebut DNA bebas sel bakteri donor akan mengganti sebagian dari
sel bakteri penerima, tetapi tidak terjadi melalui kontak langsung. Diduga
transformasi ini merupakan cara bakteri menularkan sifatnya ke bakteri lain.
Misalnya pada bakteri Pneumococci
yang menyebabkan Pneumonia dan pada bakteri patogen yang semula tidak kebal
antibiotik dapat berubah menjadi kebal antibiotik karena transformasi. Proses
ini pertama kali ditemukan pada Streptococus
pneumonia oleh Frederick Grifith tahun 1982. Pengamatannya menunjukkan
bahwa ada dua macam tipe koloni pada bakteri tersebut yaitu koloni halus (tipe
S atau smooth) yang bersifat patogen dan
koloni kasar (tipe R atau rought) yang non patogen. Dalam percobaannya
ditemukan jika campuran bakteri tipe S yang telah dimatikan dengan pemanasan
dan sel tipe R hidup disuntikkan pada tikus maka tikus akan mati dan dari
bangkai tikus dapat diisolasi bakteri tipe S yang hidup. Griffith mengatakan
bahwa ada substansi yang berasal dari bakteri tipe S (mati) diambil oleh
bakteri tipe R (hidup) sehingga tipe R ke tipe S inilah yang disebut dengan
transformasi. Cara transformasi ini hanya terjadi pada beberapa spesies saja. Contohnya
: Streptococcus pnemoniaeu, Haemophillus,
Bacillus, Neisseria, dan Pseudomonas.
b. Transduksi
Merupakan
pemindahan sebagian materi genetik dari sel bakteri satu ke bakteri lain dengan
perantaraan virus (bakteriofage). Selama transduksi, kepingan ganda DNA
dipisahkan dari sel bakteri donor ke sel bakteri penerima oleh bakteriofage.
Bila virus–virus baru sudah terbentuk dan akhirnya menyebabkan lisis pada
bakteri, bakteriofage yang nonvirulen (menimbulkan respon lisogen) memindahkan DNA
dan bersatu dengan DNA inangnya, Virus dapat menyambungkan materi genetiknya ke
DNA bakteri dan membentuk profag. Ketika terbentuk virus baru, di dalam DNA
virus sering terbawa sepenggal DNA bakteri yang diinfeksinya. Virus yang
terbentuk memiliki dua macam DNA yang dikenal dengan partikel transduksi
(transducing particle). Proses inilah yang dinamakan Transduksi. Cara ini
dikemukakan oleh Norton Zinder dan Jashua Lederberg pada tahun 1952.
3. Konjugasi
Konjugasi adalah
pemindahan bahan genetic dari suatu sel bakteri yang bertindak sebagai donor
kepada sel bakteri yang bertindak sebagai resipien. Bakteri yang memindahkan
bahan genetiknya disebut bakteri donor, sedangkan penerimanya disebut bakteri
resipien. Bahan genetic yang dipindahkan dari bakteri donor akan bergabung
dengan bahan genetic bakteri resipien sehingga terjadi perubahan sifat. Jika
baktri resipien membelah akan dihasilkan sel anakan bakteri dengan sifat baru.
Pemindahan ini dikode oleh plamid. Plasmid adalah unsure genetis ekstra kromosomonal
(diluar kromosom) dan dapat melangsungkan replikasi di dalam sitoplasma sel
bakteri. Plasmid adalah potongan bundar DNA yang merupakan gen tambahan. Bila
plasmid ini dapat bereplikasi dan terpadu ke dalam kromosom bakteri disebut
episom. Hal ini membedakan episom dari plasmid, karena plasmid tidak terpadu ke
dalam kromosom. Pada bakteri gram negative, misalnya Escherichia coli,
konjugasi terjadi dengan cara perlekatan antara sel donor dengan sel resipien
melalui phili sex atau faktor F (faktor kesuburan atau fertility faktor). Pada
bakteri gram positif, misalnya Streptococus faeccalis, perlekatan antara sel
donor dan resipien tidak melalui phili.
2.2
Pertumbuhan
Mikroba
Pertumbuhan
adalah peningkatan jumlah semua komponen dari suatu organism secara teratur.
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan
struktur organism yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti dengan
pertambahan jumlah, pertambahan ukuran sel, pertambahan berat atau massa. Pada
organism uniseluler pertumbuhan lebih diartikan sebagai pertumbuhan koloni,
yaitu pertambahan jumlah koloni, ukuran koloni yang semakin besar, substansi
atau massa mikroba dalam koloni tersebut semakin banyak (Aguskrisno, 2011).
Pertumbuhan untuk mikroba mengacu pada perubahan di dalam pertambahan massa sel
dan bukan perubahan pada individu.
Selama
fase pertumbuhan seimbang, pertambahan massa bakteri berbanding lurus dengan
pertambahan komponen seluler yang lain seperti DNA, RNA, dan protein. Dengan
demikian setiap kali sel membelah maka jumlah sel dalam populasi bakteri akan
menjadi dua kali lipat dari jumlah sel semula. Jika jumlah sel mula-mula adalah
satu, maka populasi akan bertambah secara geometrik (Purnomo, 2004):
Waktu yang diperlukan untuk membelah diri dari
satu sel menjadi dua sel sempurna disebut waktu generasi. Waktu yang diperlukan oleh sejumlah sel atau massa
sel menjadi dua kali jumlah/massa sel semula disebut doubling time atau waktu penggandaan. Waktu penggandaan tidak
sama antara berbagai mikrobia, dari beberapa menit, beberapa jam sampai
beberapa hari tergantung kecepatan pertumbuhannya. Kecepatan pertumbuhan
merupakan perubahan jumlah atau massa sel per unit waktu.
2.3 Fase-fase pada Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme
Pada pertumbuhan mikroba terdapat empat fase
pertumbuhan adalah sebagai berikut (Budiyanto, 2010):
1.
Fase Adaptasi (fase Lag)
Fase Lag merupakan fase
adaptasi. Pada fase ini terjadi reorganisasi konstituen makro dan mikro
molekul. Ada yang lama ada juga yang cepat. Tergantung kondisi lingkungan.
Lamanya fase adaptasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Medium
dan lingkungan pertumbuhan
Jika
medium dan lingkungan pertumbuhan sama seperti medium dan lingkungan
sebelumnya, mungkin tidak diperlukan waktu adaptasi. Tetapi jika nutrient yang
tersedia dan kondisi lingkungan yang baru berbeda dengan sebelumnya, diperlukan
waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim-enzim.
b. Jumlah
inokulum
Jumlah
awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi. Fase adaptasi
mungkin berjalan lambat karena beberapa sebab, misalnya: (1) kultur dipindahkan
dari medium yang kaya nutrien ke medium yang kandungan nuriennya terbatas, (2)
mutan yang baru dipindahkan dari fase statis ke medium baru dengan komposisi
sama seperti sebelumnya.
2.
Fase Perbanyakan (Eksponensial)
Fase Eksponensial merupakan
fase pertumbuhan sebenarnya. Jika dilihat dalam kurva akan dilihat kenaikan
jumlah mikroba berdasarkan bertambahnya waktu. Pada fase ini mikroba membelah
dengan cepat dan konstan mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini kecepatan
pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya seperti pH dan
kandungan nutrient, juga kondisi lingkungan termasuk suhu dan kelembaban udara.
Pada fase ini mikroba membutuhkan energi lebih banyak dari pada fase lainnya.
Pada fase ini kultur paling sensitif terhadap keadaan lingkungan. Akhir fase
log, kecepatan pertumbuhan populasi menurun dikarenakan :
a) Nutrien
di dalam medium sudah berkurang.
b) Adanya
hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan
mikroba.
3.
Fase stasioner
Pada fase ini
penambahan dengan pengurangan jumlah mikroba hampir sama. Sehingga di kurva
dapat dilihat berupa garis lurus. Hal ini disebabkan karena mulai menipisnya
jumlah nutrisi dalam médium yang ditempati. Ukuran sel pada fase ini menjadi
lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis.
Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi yang berbeda
dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel lebih tahan
terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan-bahan kimia.
4.
Fase Kematian
Ada kalanya setelah
fase stasioner jumlah mikroba menurun. Mikroba menghasilkan metabolisme skunder
yang hasilnya menjadi toxic untuk mikroba lainnya. Pada fase ini sebagian
populasi mikroba mulai mengalami kematian karena beberapa sebab yaitu:
a. Nutrien
di dalam medium sudah habis.
b. Energi
cadangan di dalam sel habis.
Kecepatan kematian
bergantung pada kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis mikroba.
Fase Pertumbuhan
|
Ciri
|
Lag (lambat)
|
Tidak ada
pertumbuhan populasi karena sel mengalami perubahan komposisi kimiawi dan ukuran
serta bertambahnya substansi intraseluler sehingga siap untuk membelah diri.
|
Logaritma atau eksponensial
|
Sel membela
diri dengan laju yang konstan, massa menjadi dua kali lipat, keadaan
pertumbuhan seimbang.
|
Stationary (stasioner/tetap)
|
Terjadinya
penumpukan racun akibat metabolisme sel dan kandungan nutrien mulai habis,
akibatnya terjadi kompetisi nutrisi sehingga beberapa sel mati dan lainnya
tetap tumbuh. Jumlah sel menjadi konstan.
|
Death (kematian)
|
Sel menjadi
mati akibat penumpukan racun dan habisnya nutrisi, menyebabkan jumlah sel
yang mati lebih banyak sehingga mengalami penurunan jumlah sel secara
eksponensial.
|
Tabel
2 Ciri-ciri dari setiap fase pertumbuhan mikroba
2.4 Faktor lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba
Faktor lingkungan baik
yang abiotik dan biotik merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
(Syariffauzi, 2006)
v Faktor
abiotik diantaranya :
o
Konsentrasi nutrien
Konsentarasi nutrien sangat
menentukan kecepatan transport nutrient ke dalam sel. Pada konsentrasi rendah,
transpor lebih sulit dilakukan sehingga mempengaruhi ketersediaan nutrient di
dalam sel.
o
Temperatur
Temperatur mempengaruhi pertumbuhan
mikroba karena enzim yang menjalankan metabolisme sangat pekak terhadap
temperatur. Berdasarkan temperature minimum, optimum dan maksimum, mikroba
dapat digolongkan menjadi tiga kelompok.
-
Mikroba termofilik (politermik) : batas
temperatur minimum dan maksimum anatara 400C sampai dengan 800C sedangkan
temperature optimumnya 550C – 650C
-
Mikroba mesofilik (mesotermik): batas temberatur antara 50C – 600C
sedangkan temperatur optimumnya antara 250C – 400C.
-
Mikroba psikrofil (oligotermik): batas
temperatur antara 00C - 300C sedangkan temperature
optimumnya antara 100C – 200C
o
pH
Enzim, transpor elektron dan sistem
transpor nutrient pada membran sel mikroba sangat peka terhadap pH, dimana
mikroba pada umumnya menyukai pH netral
(pH 7), kecuali jamur umumnya dapat hidup pada kisaran pH rendah . Apabila
mikroba ditanam pada media dengan pH 5 maka pertumbuhan didominasi oleh jamur,
tetapi apabila pH media 8 maka pertumbuhan didominasi oleh bakteri. Berdasarkan
pH minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhan, mikroba dapat digolongkan
menjadi :
-
Mikroba asidofilik : pH antara 2,0 – 5,0
-
Mikroba mesofilik : pH antara 5,5 – 8,0
-
Mikroba alkalifilik : pH antara 8,4 –
9,5
o
Tekanan osmosis
Tekanan osmosis sangat erat
hubungannya dengan kandungan air, dimana konsentrasi zat terlarut akan
menetukan tekanan osmosis suatu larutan.
Semakin tinggi konsentrasi zat terlarut semakin tinggi pula tekanan
osmosis tersebut. Demikin pula sebaliknya, tekanan osmosis mempengaruhi sel
mikroba karena berkaitan dengan air bagi sel mikroba. Mikroba yang tahan pada
tekanan osmosis tinggi disebut mikroba osmofilik, misalnya khamir yang tumbuh
dalam sirup. Sedangkan mikroba yang tahan pada kadar garam tinggi disebut
dengan halofilik. Apabila mikroba diletakkan pada larutan hipertonis, maka
selnya akan mengalami plasmolisis, yaitu terkelupasnya membran sitoplasma dari
dinding sel akibat mengkerutnya sitoplasma. Apabila diletakkan pada larutan
hipotonis, maka sel mikroba akan mengalami plasmoptisa, yaitu pecahnya sel
karena cairan masuk ke dalam sel, sel membengkak dan akhirnya pecah.
o
Oksigen
Meskipun banyak mikroba yang tidak
dapat tumbuh bila tidak tersedia oksigen tetapi ada pula mikroba yang tidak
dapat tumbuh bila ada oksigen bebas. Berdasarkan keperluan oksigen ini maka
mikroba ada yang bersifat aerob, anaerob anaerob fakultatif dan mikroaerofil.
o
Senyawa toksik
Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag,
Cu, Zn, Li, dan Pb walaupun pada kadar yang sangat rendah akan bersifat toksis
terhadap mikroba karena ion-ion logam berat bereaksi dengan gugusan senyawa
sel. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah disebut daya oligodinamik.
o
Radiasi
Umumnya cahaya mempunyai daya
merusak kepada sel mikroba yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis. Jika
energi radiasi diabsorpsi oleh mikroba akan menyebabkan terjadinya ionisasi
komponen sel. Energi radiasi sinar x, sinar γ dan terutama sinar ultra violet
banyak digunakan untuk sterilisasi, pengawetan bahan makanan dan untuk
mendapatkan muatan.
v Faktor
biotik di antaranya
1. Hubungan
antara spesies
Di
alam, mikroba tidak tumbuh dalam kultur murni. melainkan tumbuh bersama mikroba
bahkan organism lainnya. Oleh karena itu, dapat terjadi saling mempengaruhi
antar mikroba satu dengan yang lainnya.
a. Mutualisme
Mutualisme
merupakan hubungan antara dua spesies dimana masinmasing spesies mendapat
keuntungan. Contoh : bakteri Rhizobium
dengan Leguminosae
b. Komensalisme
atau metabiosis
Komensalisme
merupakan hubungan antara dua spesies dimana satu spesies mendapat keuntungan
sedang yang lain tidak diuntungkan. Contoh : Saccharomyces dengan Acetobacter
c.
Parasitisme
Parasitisme
merupakan hubungan antara dua spesies dimana satu pihak diuntungkan sedangkan
yang lainnya dirugikan. Contoh : bakteriofage dengan bakteri
d. Antagonisme/Antibiosis/Amensalisme
Antagonisme merupakan hubungan
antara dua spesies dimana salah satu akan terhambat atau terbunuh
pertumbuhannya karena senyawa yang dihasilkan oleh spesies yang lain. Contoh : pigmen
biru Psedomonas deruginosa
e. Sinergisme
Sinergisme merupakan hubungan
antara spesies dimana kegiatan masing-masing berupa suatu urut-urutan yang
saling menguntungkan.
contoh : pembuatan tape yang mengandung Aspergillus, Saccharomyces, Candida,
Hansenula dan Acetobacter.
f. Kompetisi
Kompetisi merupakan
bentuk hubungan antar spesies dimana terjadi persaingan karena adanya keperluan
akan zat makanan yang sama. spesies yang dapat bertahan yang akan mengalami
pertumbuhan paling subur. Misalnya bila persediaan oksigen dalam suatu medium
berkurang, maka bakteri aerob akan dikalahkan oleh bakteri aerob fakultatif.
Jika persediaan oksigen habis, maka pertumbuhan bakteri anaerob fakultatif akan
berhenti sedang bakteri anaerob akan tumbuh subur.
2. Bebas
Hama
Hewan
percobaan yang bebas mikroba disebut mengalami kehidupan aksenik atau tanpa
benda-benda asing. Hewan aksenik yang telah diinfeksi dengan suatu jasad
disebut gnotobiosis. Misalnya marmut gnotobiosis yang diinfeksi dengan Entamoeba histolytica tidak menderita
penyakit disentri karena di dalam usus marmot gnotobiosis tidak terdapat
bakteri yang berfungsi sebagai makanan Entamoeba
histolytica. Bakteri tersebut tidak mampu berkembang biak sehingga tidak
mampu menyebabkan penyakit.
2.5
Pengukuran Populasi Mikroba
Pada
umumnya pertumbuhan populasi mikroba dapat dilakukan dengan mengukur jumlah
sel, massa sel, atau kegiatan metabolisme sel. Untuk membuat kurva pertumbuhan,
sebelumnya harus dilakukan penghitungan (Ristiati, 2000).
Untuk
menghitung jumlah sel dapat dilakukan dengan metode:
1. Lempeng
agar (viable count)
2. Penggunaan
ruang penghitung (penghitungan langsung)
3. Penggunaan
turbidometer
1. Lempeng
Agar (Viable Count)
Penghitungan
dengan menggunakan lempeng agar dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
menyiapkan beberapa tabung yang berisi aquades steril sebanyak 9 ml.
Masing-masing tabung kemudian ditambahkan 1 ml sampel yang akan diperiksa
secara bertahap yaitu:
ü 1 ml sampel
dimasukkan ke dalam tabung pertama, hingga konsentrasi larutan di dalam tabung
pertama menjadi 10-1.
ü Tuangkan
1 ml larutan di tabung pertama ke tabung kedua, hingga konsentrasi larutan di
dalam tabung kedua menjadi 10-2 demikian seterusnya hingga tercapai
larutan dengan konsentrasi terendah.
Dari tiap-tiap tabung
kemudian diambil 1 ml larutan dan ditanamkan ke dalam cawan petri yang berisi
media padat. Pertumbuhan koloni yang kemudian timbul pada tiap-tiap cawan
dihitung.di dalam penghitungan harus diperhatikan kerapatan pertumbuhankoloni,
jangan terlalu rapat dan jangan terlalu jarang. Diperlukan adanya pemilihan
cawan petri yang ditumbuhi koloni paling tinggi kemungkinannya untuk dihitung.
Dari gambar di atas terlihat
cawan yang paling memungkinkan untuk dihitung adalah cawan dengan pengenceran
10-3 yang menghasilkan jumlah koloni 159 sel sehingga penghitungan
menjadi:
159
x 103 = 1,59 x 105 sel/ml, dimana:
159
= jumlah bakteri dalam cawan
103
= faktor pengenceran
1,59
x 105 = jumlah mikroba per ml sampel dari bahan sel
2. Penggunaan
ruang penghitung Petroff-Hausser
Pada penghitungan langsung
dengan penggunaan ruang penghitung Petroff-Hausser, hasil pengenceran tidak
ditanamkan ke dalam cawan petri yang berisi media tetapi diteteskan ke dalam
ruang penghitung. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan di bawah mikroskop dalam
kolom-kolom penghitung. Missal didapatkan 12 sel maka penghitungan jumlah sel
adalah:
12 x 25 x 50 x 103 = 1,5 x 107
sel/ml
Di mana 12 = jumlah sel
yang terhitung dalam 1 kotak, 25 = jumlah kotak pada ruang penghitung, 50 =
volume tiap kotak (mm3) dan 103 = pengenceran sampel.
3. Penggunaan
turbidometri
Pengukuran ini
didasarkan atas asumsi bahwa apabila sinar diarahkan kepada suspense sel
bakteri maka jumlah sel bakteri di dalam suspense berbanding lurus dengan
jumlah cahaya yang dihamburkan, atau berbanding terbalik dengan cahaya yang
diteruskan. Ukuran kekeruhan dinyatakan dengan nilai O.D (Optical density).
Untuk mengukur nilai O.D suatu populasi bakteri dapat dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar