BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioteknologi diartikan sebagai penerapan prinsip ilmu dan rekayasa
dalam pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari
makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya
didasari pada biologi semata, tetapi
juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata
lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu
dalam proses produksi barang dan jasa.
Bioteknologi
secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi
teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu
organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada
organisme tersebut.
Pada masa ini,
bioteknologi berkembang sangat pesat. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya
berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini
memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun
kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Kemajuan di bidang bioteknologi
tak lepas dari berbagai kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya.
Sebagai contoh, teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap
tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan.
Rekayasa genetika dalam
arti paling luas adalah penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan
pengertian ini kegiatan pemuliaaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam
populasi dapat dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpa target
dapat pula dimasukkan. Masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan
batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik genetika molekular
untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi
genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu. Perubahan sifat Biologis
melalui rekayasa genetika tersebut menyebabkan "lahirnya organisme
baru" produk bioteknologi dengan sifat - sifat yang menguntungkan bagi
manusia.
Sebagai bagian dari
kajian bioteknologi, pada penulisan makalah ini akan dibahas secara lebih
mendalam mengenai rekayasa genetika meliputi teknik dan penerapan rekayasa
genetika serta dampak dari rekayasa genetika itu
sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan rekayasa genetika?
2.
Bagaimana teknik yang digunakan dalam rekayasa
genetika?
3.
Bagaimana penerapan rekayasa genetika dalam
kehidupan manusia?
4.
Bagaimana dampak dari penerapan rekayasa genetika?
1.3 Tujuan Penlisan
1.
Untuk mengetahui pengertian rekayasa genetika.
2.
Untuk mengetahui teknik-teknik yang digunakan dalam
rekayasa genetika.
3.
Untuk mengetahui bagaimana penerapan dari rekayasa
genetika dalam kehidupan manusia.
4.
Untuk mengetahui dampak penerapan dari rekayasa
genetika.
1.4 Manfaat Penulisan
Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dalam bidang bioteknologi
khususnya terkait dengan rekayasa genetika.
Bagi pembaca
Dapat menambah pengetahuan mengenai rekeyasa genetika
meliputi teknik dan penerapannya beserta dampak yang ditimbulkan dari penerapan
rekayasa genetika.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Rekayasa
Genetika
Perkembangan bioteknologi secara
drastis terjadi sejak ditemukannya struktur helik ganda DNA dan teknologi DNA
rekombinan di awal tahun 1950-an. Penemuan struktur double heliks DNA oleh
Watson dan Cricks (1953) telah membuka jalan lahirnya bioteknologi modern dalam
bidang rekayasa genetika yang merupakan prosedur dasar dalam menghasilkan suatu
produk bioteknologi. Tahap-tahap penting berikutnya adalah serangkaian penemuan
enzim restriksi (pemotong) DNA, regulasi (pengaturan ekspresi) gen (diawali
dari penemuan operon laktosa pada prokariota), perakitan teknik PCR,
transformasi genetik, teknik peredaman gen (termasuk interferensi RNA), dan
teknik mutasi terarah (seperti Tilling).
Secara
konvensional, pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika sebenarnya telah
dilakukan oleh para petani melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman
sejak zaman dahulu. Misalnya melalui tahap penyilangan dan seleksi tanaman
dengan tujuan tanaman tersebut menjadi lebih besar, kuat, dan lebih tahan
terhadap penyakit. Prinsip rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman,
yaitu memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan
terhadap cekaman mahluk hidup pengganggu maupun cekaman lingkungan yang kurang
menguntungkan serta memperbaiki kualitas nutrisi makanan. Rekayasa genetika
adalah kelanjutan dari pemuliaan secara tradisional. Dalam arti paling luas,
rekayasa genetika merupakan penerapan genetika untuk kepentingan manusia akan tetapi
masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit,
yaitu penerapan teknik-teknik genetika molekuler untuk mengubah susunan genetik
dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada
kemanfaatan tertentu. Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan
organisme, mulai dari virus, bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan
tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Bidang kedokteran dan farmasi paling
banyak berinvestasi di bidang yang relatif baru ini. Sementara itu bidang lain,
seperti ilmu pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk peternakan dan
perikanan), serta teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk
mengembangkan bidang masing-masing.
Keunggulan rekayasa genetika adalah mampu memindahkan
materi genetika dari sumber yang sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan
terkontrol dalam waktu yang lebih singkat. Melalui proses rekayasa genetika
ini, telah berhasil dikembangkan berbagai organisme maupun produk yang
menguntungkan bagi kehidupan manusia.
Teknologi khusus yang digunakan dalam rekayasa genetika
meliputi teknologi DNA Rekombinan yaitu pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan
molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi
dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan
sebagai sel inang.
2.1.1
Dasar Teknologi DNA Rekombinan
Dasar dari pengembangan teknologi DNA Rekombinan adalah ditemukannya
mekanisme seksual pada bakteri yang telah dibuktikan pada tahun 1946.
Konsekuensi dari mekanisme seksual adalah:
1.
Menyebabkan
terbentuknya kombinasi gen-gen yang berasal dari dua sel yang berbeda
2.
Terjadi
pertukaran DNA atau gen dari satu sel ke sel yang lain. Mekanisme seksual ini
tidak bersifat reproduktif atau tidak menghasilkan keturunan
Transfer DNA atau perpindahan DNA ke
dalam bakteri dapat melalui tiga cara, yaitu konjugasi, transformasi,
dan transduksi. DNA yang masuk ke
dalam sel bakteri selanjutnya dapat berintegrasi dengan DNA atau kromosom
bakteri sehingga terbentuk kromosom rekombinan.
a.
Konjugasi
merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke dalam sel bakteri
lainnya (sel resepien) melalui kontak fisik antara kedua sel. Sel donor
memasukkan sebagian DNA-nya ke dalam sel resepien. Transfer DNA ini melalui
pili seks yang dimiliki oleh sel donor. Sel resepien tidak memiliki pili seks.
DNA dari sel resepien berpindah ke sel resipien secara replikatif sehingga
setelah proses ini selesai, sel jantan tidak kehilangan DNA. Ke dua sel tidak
mengalami peningkatan jumlah sel dan tidak dihasilkan sel anak. Oleh karena
itu, proses konjugasi disebut juga sebagai proses atau mekanisme seksual yang
tidak reproduktif.
b.
Transformasi
merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan di sekelilingnya. DNA
yang berada di sekitar bakteri (DNA asing) dapat berupa potongan DNA atau
fragmen DNA yang berasal dari sel bakteri yang lain atau organisme yang lain.
Masuknya DNA dari lingkungan ke dalam sel bakteri ini dapat terjadi secara
alami. Pada tahun 1928 ditemukan strain bakteri yang tidak virulen dapat
berubah sifatnya menjadi virulen disebabkan adanya strain yang tidak virulen
dicampur dengan sel-sel bakteri strain virulen yang telah dimatikan. Tahun 1944
ditemukan bahwa perubahan sifat atau transformasi dari bakteri yang tidak
virulen menjadi virulen disebabkan oleh adanya DNA dari sel bakteri strain
virulen yang masuk ke dalam bakteri strain yang tidak virulen.
c.
Transduksi
adalah cara pemindahan DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya melalui perantaraan
bakteriofage. Beberapa jenis virus
berkembang biak di dalam sel bakteri. Virus-virus yang inangnya adalah bakteri
sering disebut bakteriofag atau fage. Ketika virus menginfeksi bakteri, fage
memasukkan DNA-nya ke dalam sel bakteri. DNA tersebut kemudian akan bereplikasi
di dalam sel bakteri atau berintegrasi dengan kromosom baketri. DNA fage yang
dikemas ketika membentuk partikel fage baru akan membawa sebagian DNA bakteri
yang menjadi inangnya. Selanjutnya jika fage tersebut menginfeksi bakteri yang
lain, maka fage akan memasukkan DNAnya yang sebagian mengandung DNA sel inang
sebelumnya. Jadi, secara alami fage memindahkan DNA dari satu sle bakteri ke
bakteri yang lain.
2.1.2 Perangkat teknologi DNA rekombinan
Adapun perangkat yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya
enzim restriksi untuk memotong DNA,
enzim ligase untuk menyambung DNA, vektor untuk menyambung dan mengklonkan
gen di dalam sel hidup dimana vektor yang sering digunakan diantarnya plasmid dan
bakteriofag, pustaka genom untuk
menyimpan gen atau fragmen DNA yang telah diklonkan, serta enzim transkripsi balik untuk membuat DNA
berdasarkan RNA (cDNA).
a.
Enzim
Restriksi
Enzim restriksi merupakan enzim yang memotong molekul
DNA. Karena enzim ini memotong di bagian dalam molekul DNA, maka enzim ini juga
dinamakan endonuklease restriksi.
Enzim ini memotong (menghidrolisis) DNA pada rangka gula-fosfat tepatnya pada
ikatan fosfodiester. Enzim restriksi akan mengenali dan memotong DNA hanya pada
urutan nukleotida tertentu, biasanya sepanjang 4 hingga 6 pasang basa.
Enzim restriksi memiliki beberapa karakteristik,
diantaranya:
a.
Enzim
restriksi mengenali urutan nukleotida spesifik.
b.
Enzim
restriksi memotong ikatan fosfodiester diantara basa spesifik, satu di setiap
helai DNA.
c.
Hasil
dari masing-masing reaksi tersebut yakni dua buah fragmen DNA untai ganda.
d.
Enzim
restriksi tidak membeda-bedakan antara DNA yang berasal dari organisme yang
berbeda.
e.
Sebagian
besar enzim restriksi akan memotong DNA yang mengandung urutan pengenalan
mereka, tidak mempermasalahkan sumber DNA tersebut.
f.
Enzim
restriksi merupakan bagian alami dari sistem pertahanan bakteri.
Adapun tabel di bawah ini menunjukkan jenis-jenis
enzim restriksi yang biasa digunakan dalam teknologi DNA Rekombinan:
Enzyme
|
Source
|
Recognition Sequence
|
Cut
|
|
EcoRI
|
Escherichia coli
|
5’GAATTC
3’CTTAAG
|
5’---G
AATTC---3’
3’---CTTAA G---5’
|
|
EcoRII
|
Escherichia coli
|
5’CCWGG
3’GGWCC
|
5’--- CCWGG---3’
3’---GGWCC
---5’
|
|
BamHI
|
Bacillus amyloliquefaciens
|
5'GGATCC
3'CCTAGG
|
5'---G GATCC---
3'
3'---CCTAG G---
5'
|
|
HindIII
|
Haemophilus
Influenzae
|
5'AAGCTT
3'TTCGAA
|
5'---A AGCTT---3'
3'---TTCGA
A---5'
|
|
TaqI
|
Thermus aquaticus
|
5'TCGA
3'AGCT
|
5'---T CGA---3'
3'---AGC
T---5'
|
|
NotI
|
Nocardia otitidis
|
5'GCGGCCGC
3'CGCCGGCG
|
5'---GC GGCCGC-
--3'
3'---CGCCGG CG-
--5'
|
|
HinfI
|
Haemophilus influenzae
|
5'GANTCA
3'CTNAGT
|
5'---G ANTC---3'
3'---CTNA G---5'
|
|
Sau3A
|
Staphylococcus aureus
|
5'GATC
3'CTAG
|
5'--- GATC---3'
3'---CTAG ---5'
|
|
PovII*
|
Proteus vulgaris
|
5'CAGCTG
3'GTCGAC
|
5'---CAG CTG---3'
3'---GTC GAC---5'
|
|
SmaI*
|
Serratia marcescens
|
5'CCCGGG
3'GGGCCC
|
5'---CCC GGG---3'
3'---GGG CCC---5'
|
|
HaeIII*
|
Haemophilus
Aegyptius
|
5'GGCC
3'CCGG
|
5'---GG CC---3'
3'---CC GG---5'
|
|
HgaI[33]
|
Haemophilus gallinarum
|
5'GACGC
3'CTGCG
|
5'---NN NN---3'
3'---NN NN---5'
|
|
AluI*
|
Arthrobacter luteus
|
5'AGCT
3'TCGA
|
5'---AG CT---3'
3'---TC GA---5'
|
|
EcoRV*
|
Escherichia coli
|
5'GATATC
3'CTATAG
|
5'---GAT ATC---3'
3'---CTA TAG---5'
|
|
EcoP15I
|
Escherichia coli
|
5'CAGCAGN25NN
3'GTCGTCN25NN
|
5'---
CAGCAGN25NN --
-3'
3'---GTCGTCN25
NN---5'
|
|
KpnI[34]
|
Klebsiella pneumoniae
|
5'GGTACC
3'CCATGG
|
5'---GGTAC C---3'
3'---C CATGG---5'
|
|
PstI[34]
|
Providencia stuartii
|
5'CTGCAG
3'GACGTC
|
5'---CTGCA G---3'
3'---G ACGTC---5'
|
|
SacI[34]
|
Streptomyces
Achromogenes
|
5'GAGCTC
3'CTCGAG
|
5'---GAGCT C---3'
3'---C TCGAG---5'
|
|
SalI[34]
|
Streptomyces albus
|
5'GTCGAC
3'CAGCTG
|
5'---G TCGAC---3'
3'---CAGCT G---5'
|
|
ScaI[34]
|
Streptomyces
Caespitosus
|
5'AGTACT
3'TCATGA
|
5'---AGT ACT---3'
3'---TCA TGA---5'
|
|
SpeI
|
Sphaerotilus natans
|
5'ACTAGT
3'TGATCA
|
5'---A CTAGT---3'
3'---TGATC A---5'
|
|
SphI[34]
|
Streptomyces
Phaeochromogenes
|
5'GCATGC
3'CGTACG
|
5'---G CATGC---3'
3'---CGTAC G---5'
|
|
StuI[35][36]
|
Streptomyces
Tubercidicus
|
5'AGGCCT
3'TCCGGA
|
5'---AGG CCT---3'
3'---TCC GGA---5'
|
|
XbaI[34]
|
|
5'TCTAGA
3'AGATCT
|
5'---T CTAGA---3'
3'---AGATC T---5'
|
b.
Enzim DNA ligase
DNA ligase merupakan enzim yang
mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara ujung 5’-fosfat dan
3’-hidroksil pada DNA saat terjadinya replikasi DNA, rekombinasi dan kerusakan.
Sacara biologis, DNA ligase diperlukan untuk menggabungkan fragmen okazaki saat
proses replikasi, menyambung potongan-potongan DNA yang baru disintesis serta
berperan dalam proses reparasi DNA. DNA ligase merupakan enzim yang sangat
berguna baik di dalam sel maupun di luar sel. Untuk penggunaan di luar sel ,
penggabungan dengan enzim restriksi telah membuat terobosan baru di bidang teknologi DNA rekombinan. Enzim
restriksi diibaratkan sebagai gunting yang memungkinkan untuk memotong DNA di
tempat yang spesifik. Kemudian DNA ligase berperan sebagai lem yang menyambung
DNA yang telah terpotong sehingga menjadi DNA yang fungsional.
c.
Vektor
Sebagai salah satu cara untuk
memanipulasi DNA di luar sel, para ilmuwan dalam bioteknologi harus bisa
membuat suatu tempat yang keadaannya stabil dan cocok dengan tempat DNA yang
dimanipulasi. Vektor disini bisa diartikan sebagai alat yang membawa DNA ke dalam
sel induk barunya. Agar suatu metode dalam rekayasa genetika berhasil maka di
dalam vektor DNA hasil rekombinan hanya membawa DNA rekombinan yang digabungkan
dengan DNA vektor melalui enzim ligase. Namun di dalam vektor, DNA rekombinan
tidak termutasi lagi membentuk DNA dengan sifat baru. Adapun contoh dari
vektor yang terdapat di alam adalah
plasmid dan virus atau bacteriophage.
1. Plasmid
Plasmid adalah molekul DNA yang terpisah dan dapat
bereplikasi secara independen dari DNA kromosom. Di dalam satu sel bakteri,
dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang sangat bervariasi
namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel
tersebut. Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan agar dapat
bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan
kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang. Istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh ahli biologi molekuler Amerika Yosua Lederberg pada tahun
1952.
Pada
awalnya penamaan plasmid didasarkan pada sifat fenotipe yang dikodekan oleh DNA
plasmid tersebut. Contohnya plasmid ColE1 yang berasal dari E. coli dapat menyandikan bakteriocin
colicin. Banyaknya laboratorium ataupun institusi yang membuat plasmid kloning
membuat sistem penamaan tersebut berubah. Untuk standardisasi penulisan
plasmid, digunakan huruf "p" yang diikuti oleh inisial huruf kapital
dan angka. Huruf kapital diambil dari nama institusi atau laboratorium tempat
plasmid tersebut berasal ataupun dari nama penemu plasmid tersebut. Sedangkan
angka yang ada merupakan kode antara dua laboratorium tempat plasmid tersebut
dibuat. Contohnya: pBR322, "p" menyatakan plasmid, BR merupakan
laboratorium tempat plasmid tersebut pertama kali dikonstruksi (BR dari Bolivar
dan Rodriguez, perancang plasmid tersebut), sedangkan 322 menyatakan di
laboratorium mana plasmid ini dibuat, banyak pBR lainnya seperti pBR325,
pBR327, dll.
Plasmid
berfungsi sebagai alat penting dalam laboratorium genetika dan bioteknologi, di
mana mereka umumnya digunakan untuk memperbanyak (membuat banyak salinan) atau
mengekspresikan gen tertentu. Plasmid banyak tersedia secara komersial untuk
penggunaan tersebut. Gen dapat direplikasi dimasukkan ke salinan gen yang
mengandung plasmid yang membuat sel-sel resisten terhadap antibiotik tertentu
dan situs kloning ganda (MCS, atau polylinker), yang merupakan daerah pendek
yang mengandung situs restriksi beberapa yang umum digunakan memungkinkan
penyisipan DNA mudah fragmen di lokasi tersebut. Selanjutnya, dimasukkan ke
dalam plasmid bakteri dengan proses yang disebut transformasi. Kemudian,
bakteri yang terkena antibiotik tertentu. Hanya bakteri yang mengambil salinan
plasmid bertahan hidup, karena plasmid membuat mereka bertahan. Secara khusus,
gen melindungi diekspresikan (digunakan untuk membuat protein) dan protein
diekspresikan memecah antibiotik. Dengan cara ini, antibiotik bertindak sebagai
filter untuk bakteri yang dimodifikasi. Kemudian bakteri tersebut dapat tumbuh
dalam jumlah besar, dipanen, dan segaris (sering menggunakan metode lisis
alkali) untuk mengisolasi plasmid.
2.
Bacteriophage
Salah satu
vektor yang banyak digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah
bacteriophage atau faga yaitu virus yang menginfeksi bakteri. Seperti halnya
virus, fage harus menginfeksi bakteri yang menjadi inangnya. Setelah jumlahnya
mencukupi, fage akan melisis sel inang dan dapat menghasilkan banyak fage untuk
setiap sel bakteri yang mengalami lisis. Oleh karena itu jumlah fage menjadi
sangat besar bila yang mengalami lisis adalah kumpulan bakteri (koloni). Oleh
karena itu vektor yang berupa bacteriophage sangat menguntungkan jika DNA yang
disisipkan ingin diperbanyak dalam jumlah besar. Kontruksi pustaka genom juga
banyak menggunakan fage sebagai vektornya. Selain kemampuan membawa DNA sisipan
lebih besar dari plasmid, penyimpanan fage relatif lebih mudah dibandingkan
dengan bakteri. Penggunaan fage sebagai vektor juga menguntungkan dalam proses
penapisan untuk mengisolasi suatu gen atau DNA, karena rasio copy DNA atau gen
target terhadap genom total fage jauh lebih tinggi daripada rasio copy DNA
terhadap genom total bakteri bilamana menggunakan plasmid sebagai vektornua.
Selain itu proses purifikasi, denaturasi dan fiksasi DNA di membrane pada saat
persiapan hibridisasi dalam rangka penapisan DNA target, lebih mudah pada fage
yang menginfeksi bakteri sehingga membentuk plak (plaque) daripada koloni
bakteri yang mengandung plasmid.
d.
Enzim
transkriptase balik
Enzim transkriptase-balik adalah enzim yang secara alami
digunakan oleh Retrovirus untuk
membuat copy DNA berdasarkan RNA-nya. Enzim transkriptase balik ditemukan
oleh Howard Temin dan David Baltimore secara terpisah pada tahun 1970
tidak lama setelah penemuan enzim restriksi. Enzim transkriptase balik
ini kemudian digunakan untuk mengkonstruksi copy DNA yang disebut cDNA (complementary DNA) dengan menggunakan mRNA
sebagai cetakannya. Tujuan mengkonversi mRNA menjadi cDNA adalah karena DNA
sifatnya lebih stabil dari pada RNA. Setelah dikonversi, untai cDNA tersebut
dapat digunakan untuk PCR, sebagai probe untuk analisis ekspresi dan untuk
perbanyakan/ cloning sekuen mRNA. Jika seorang peneliti ingin mengekspresikan
suatu protein spesifik dalam sel yang tidak lazim memproduksi protein tersebut,
satu cara sederhana adalah dengan mentransfer cDNA yang mengkode protein
tersebut ke sel resipien.
Saat ini, enzim transkriptase balik sudah diproduksi
secara komersial. Ketersediaan enzim transkriptase-balik ini telah
memberikan kemudahan bagi para peneliti untuk mempelajari gen yang
bertanggung-jawab terhadap sifat-sifat tertentu.
a. Pustaka Genom
Pustaka genom merupakan sekumpulan sekuens (urutan) DNA
dari suatu organisme yang masing-masing telah diklon ke dalam vektor tertentu
untuk memudahkan pemurnian, penyimpanan, dan analisisnya. Pada dasarnya
terdapat dua macam perpustakaan gen yang dapat dikonstruksi, bergantung kepada
sumber DNA digunakan. Jika DNA yang digunakan adalah DNA genomik/kromosom, maka
perpustakaan yang dihasilkan disebut perpustakaan genom. Sementara itu,
jika DNA yang digunakan merupakan hasil transkripsi balik suatu populasi mRNA
seperti yang umum dijumpai pada eukariot, maka perpustakaan yang diperoleh
dinamakan perpustakaan
cDNA.
2.2 Teknik yang Digunakan dalam Rekayasa Genetika
Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan
suatu produk yang diinginkan melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan
beberapa tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tersebut adalah isolasi DNA
genomik/kromosom yang akan diklon, pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah
fragmen dengan berbagai ukuran, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk
menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul
DNA rekombinan, pengklonaan vektor pembawa DNA rekombinan, dan identifikasi
klon sel yang membawa gen yang diinginkan. Bakteri merupakan sel inang yang
paling umum digunakan untuk mengklonaan gen, terutama karena mudahnya DNA dapat
diisolasi dari dan dimasukkan kembali ke dalam sel tersebut. Kultur bakteri
juga tumbuh cepat dan secara cepat mereplikasi setiap gen asing yang dibawanya.
1. Isolasi DNA
Isolasi DNA diawali dengan mempersiapkan
dua jenis DNA yaitu plasmid bakteri yang akan digunakan sebagai vektor dan DNA
yang mengandung gen yang diinginkan. Plasmid yang dipilih merupakan plasmid
yang mengandung amp-R (gen pengkode sifat resisten terhadap antibiotik
amphisilin) dan lac Z (pengkode enzim β-galaktosidase). Kemudian dilakukan
perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan baik dengan
cara mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara
enzimatis seperti pemberian lisozim. Langkah selanjutnya adalah lisis sel.
Bahan-bahan sel yang relatif lunak dapat dengan mudah diresuspensi di dalam
medium bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu
diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium
dodesil sulfat (SDS). Pada eukariot langkah ini harus disertai dengan perusakan
membran nukleus.
Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus
dibuang. Biasanya pembuangan remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein
yang tersisa dipresipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti
kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan
proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel masih
tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA
dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan
penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan
menggunakan CsCl.
Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk
DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua
macam molekul DNA ini yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan.
Pertama, plasmid pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat
atau dikatakan mempunyai bentuk covalently
closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar
ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan
tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila
dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi
akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom.
2. Pemotongan
Molekul DNA
Tahap
kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun
plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya
enzim restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan
dengan infeksi virus atau bakteriofag l (faga
temperat).
Tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali terpisah
sejauh beberapa pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat pemotongan semacam
ini akan menghasilkan fragmen-fragmen dengan ujung 5’ yang runcing karena
masing-masing untai tunggalnya menjadi tidak sama panjang. Dua fragmen DNA
dengan ujung yang runcing akan mudah disambungkan satu sama lain sehingga ujung
runcing sering pula disebut sebagai ujung
lengket (sticky end) atau ujung kohesif.
3. Ligasi
Molekul–molekul DNA
Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim
restriksi harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya,
fragmen-fragmen DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan
DNA vektor yang sudah berbentuk linier.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi
fragmen-fragmen DNA secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim
DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E.
coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau lazim disebut
sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat
digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan
baik pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul. Sementara itu, cara yang
ketiga yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis
untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh
ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase.
Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan
tetapi, pada suhu ini ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara
ujung-ujung lengket akan menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan
terjadi pada tempat ikatan tersebut. Oleh karena itu, ligasi biasanya
dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC dengan waktu inkubasi yang diperpanjang.
Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA genomik dan DNA vektor, khususnya
plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid
yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler
kembali. Hal ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi. Untuk meningkatkan
efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain penggunaan DNA
dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan dengan enzim alkalin
fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’ pada molekul DNA yang
telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau
penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’.
4. Transformasi Sel Inang
Tahap berikutnya setelah ligasi adalah
analisis terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta analisis
hasil ligasi molekul-molekul DNA tersebut menggunakan teknik elektroforesis.
Jika hasil elektroforesis menunjukkan bahwa fragmen-fragmen DNA genomik telah
terligasi dengan baik pada DNA vektor sehingga terbentuk molekul DNA
rekombinan, campuran reaksi ligasi dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat
diperbanyak dengan cepat. Dengan sendirinya, di dalam campuran reaksi tersebut
selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik
dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran
reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi karena
sel inang diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu setelah dimasuki
molekul DNA rekombinan.
Teknik transformasi pertama kali dikembangkan pada tahun 1970
oleh M. Mandel dan A. Higa, yang melakukan transformasi bakteri E. coli.
Sebelumnya, transformasi pada beberapa spesies bakteri lainnya yang mempunyai
sistem transformasi alami seperti Bacillus subtilis telah dapat
dilakukan. Kemampuan transformasi B. subtilis pada waktu itu telah
dimanfaatkan untuk mengubah strain-strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada
medium minimal) menjadi prototrof (dapat tumbuh pada medium minimal) dengan
menggunakan preparasi DNA genomik utuh. Baru beberapa waktu kemudian
transformasi dilakukan menggunakan perantara vektor, yang selanjutnya juga dikembangkan
pada transformasi E.coli.
Hal terpenting yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah
perlakuan kalsium klorid (CaCl2) yang memungkinkan sel-sel E.
coli untuk mengambil DNA dari bakteriofag l. Pada tahun 1972 S.N. Cohen dan
kawan-kawannya menemukan bahwa sel-sel yang diperlakukan dengan CaCl2
dapat juga mengambil DNA plasmid. Frekuensi transformasi tertinggi akan
diperoleh jika sel bakteri dan DNA dicampur di dalam larutan CaCl2
pada suhu 0 hingga 5ºC. Perlakuan kejut panas antara 37 dan 45ºC selama lebih
kurang satu menit yang diberikan setelah pencampuran DNA dengan larutan CaCl2
tersebut dapat meningkatkan frekuensi transformasi tetapi tidak terlalu
esensial. Molekul DNA berukuran besar lebih rendah efisiensi transformasinya
daripada molekul DNA kecil.
5.
Pengklonaan sel dan
gen asing
Bakteri hasil transformasi ditempatkan
pada medium nutrient padat yang mengandung amphisilin dan gula yang disebut X-gal. Amphisilin dalam medium yang akan
memastikan bahwa hanya bakteri yang mengandung plasmid yang dapat tumbuh karena
adanya resistensi dari amp-R.
Sedangkan X-gal akan memudahkan identifikasi koloni bakteri yang mengandung gen
asing yang disisipkan. X-gal ini akan dihidrolisis oleh β-galaktosidase menghasilkan produk berwarna biru, sehingga koloni
bakteri yang mengandung plasmid dengan gen β-galaktosidase utuh akan berwarna
biru. Tetapi jika suatu plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan ke dalam gen
lacZ-nya maka koloni sel yang
mengandung DNA asing ini akan berwarna putih karena sel tersebut tidak bisa
menghasilkan β-galaktosidase untuk menghidrolisis X-gal.
6.
Identifikasi klon sel
yang membawa gen yang diinginkan
Setelah tumbuh membentuk koloni, bakteri
yang mengandung DNA rekombinan diidentifikasi menggunakan metode hibridisasi asam nukleat. Dalam
pengujian hibridisasi DNA, DNA dari virus atau sel akan didenaturasi dengan
larutan basa sehingga kedua untai DNA-nya terpisah. Untai–untai tunggal DNA
dilekatkan pada medium solid, misalnya membran nitroselulosa atau nilon,
sehingga untai–untai tersebut tidak bersatu kembali. DNA akan menempel pada
membran melalui tulang punggung gula- fosfatnya sehingga basa nitrogennya
terletak menjulur kearah keluar. Untuk mengkarakterisasi atau mengidentifikasi
DNA target, maka pada membran ditambahkan molekul DNA dan RNA untai tunggal
yang disebut probe dan didalam
larutan buffer. Akibatnya, akan terbentuk ikatan hidrogen di antara basa–basa
yang komplementer. Probe yang dinamai sedemikian rupa karena digunakan untuk
mencari sekuens DNA, diberi label dengan suatu gugus reporter. Reporter bisa
berupa isotop radioaktif atau enzim yang kehadirannya mudah dideteksi.
Setelah mengidentifikasi klon sel yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan
dalam kultur cair dalam tangki besar dan selanjutnya dengan mudah mengisolasi
gen tersebut dalam jumlah besar. Selain itu juga dapat digunakan sebagai probe
untuk mengidentifikasi gen yang serupa atau identik di dalam DNA dari sumber
lain.
Pengklonaan DNA dalam sel tetap
merupakan metode terbaik untuk mempersiapkan gen tertentu atau urutan lainnya
dalam jumlah banyak. Akan tetapi terdapat beberapa metode yang dapat digunakan
dalam pengklonaan sel sehingga dapat mempermudah prosesnya, diantaranya:
1.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Ketika sumber DNA sedikit atau tidak
murni, suatu metode yang disebut PCR bisa melakukan lebih cepat dan lebih
selektif. PCR adalah suatu metode untuk mengamplifikasi/disalin beberapa kali
sekuens gen (urutan DNA) target secara eksponensial in vitro. Pada reaksi ini
dibutuhkan: DNA target, sepasang primer, polimerase DNA yang termostabil,
buffer reaksi dan alat thermal cycler.
Prinsip
dasar dari teknik PCR tersebut merupakan adanya enzim DNA polimerase yang
digunakan untuk membuat cetakan dari segmen DNA yang diinginkan (Wolfe, 1993:
137).
Proses
PCR terdiri dari 3 tahapan, yaitu:
1.
Denaturasi adalah proses
penguraian materi genetik (DNA/RNA) dari bentuk heliksnya yang dipisahkan
dengan suhu 90-96oC.
2.
Annealing (pelekatan) atau
hibridisasi adalah suatu proses penempelan primer ke DNA template yang
sekarang hanya dalam satu untai.
3.
Polimerisasi (sintesis) adalah
suatu proses pemanjangan rantai DNA baru yang dimulai dari primer.
Aplikasi
dari PCR yaitu:
1.
Mendeteksi penyakit yang dapat
menginfeksi, variasi dan mutasi dari gen (Powledge, 2001).
2.
Untuk mengetahui hubungan
kekerabatan antar spesies atau untuk mengetahui dari mana spesies tersebut
berasal (Powledge, 2001).
3.
DNA atau RNA yahg telah dianalisis
dengan menggunakan teknik PCR digunakan untuk meneliti penerapannya dalam
bidang klinik dan obat-obatan forensik, mengembangkan teknik-teknik dalam
bidang genetika dan untuk mendiagnosa (Davis et al. 1994: 114).
4.
Untuk membuat cDNA library, yaitu
sebuah set dari hasil kloning yang mewakili sebanyak mungkin mRNA dari suatu
tipe sel tertentu dengan waktu tertentu. Pembuatan cDNA library tersebut
menggunakan teknik Transverse Replication PCR (Weaver 1999: 80).
PCR telah digunakan secara luas dalam
bidang kedokteran, seperti dalam pengobatan berbagai penyakit menular (deteksi
berbagai bakteri, virus, jamur dan parasit), keganasan sel (misalnya carcinoma,
limfoma, leukimia, retinoblastoma), kelainan genetika (Sickel cell anemia,
β-thalassemia, Duchenne’s muscullar dystrophy, cystic fibrosis, hemophilia A,
Tay-Sachs disease dan phenylketonuria) dan kedokteran kehakiman.
2.
Elekroforesis
Elektroforesis
adalah suatu teknik yang mengukur laju perpindahan atau pergerakan
partikel-partikel bermuatan dalam suatu medan listrik. Elektroforesis adalah
suatu teknik yang menggunakan medan listrik untuk memisahkan molekul
berdasarkan ukuran. Elektroforesis
digunakan untuk mengamati hasil amplifikasi dari DNA. Karena mengandung
fosfat yang bermuatan negatif, DNA akan bergerak menuju elektroda positif dalam
medan listrik. Prinsip alat ini adalah kecepatan migrasi molekul DNA
berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor diantaranya ukuran molekul. DNA
bermigrasi di dalam gel padat yang terletak di dalam larutan penyangga yang
dialiri arus listrik. Hasil
elektroforesis yang terlihat adalah terbentuknya band yang merupakan
fragmen DNA hasil amplifikasi dan menunjukkan potongan-potongan jumlah pasangan
basanya (Klug & Cummings 1994: 397).
Teknik
elektroforesis mempergunakan medium yang terbuat dari gel. Perpindahan
partikel pada medium gel tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran
partikel, komposisi dan konsentrasi gel, densitas muatan, kuat medan listrik
dan sebagainya. Semakin kecil partikel tesebut, maka pergerakan atau
migrasinya akan semakin cepat, karena matriks gel mengandung jaringan kompleks
berupa pori-pori sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergerak melalui
matriks tersebut (Brown 1992: 19).
Di
dalam elektroforesis digunakan sumber arus listrik searah (DC), ruang untuk
elektroforesis (Comb, Well, platform dan cetakan wadah gel), larutan buffer
(buffer ionik dan loading buffer), matriks elektroforesis, marker
dan gel (Klug & Cummings 1994: A-6).
3.
Sekuens DNA
Molekul DNA rekombinan yang
memperlihatkan hasil positif dalam reaksi hibridisasi dengan fragmen pelacak
sangat diduga sebagai molekul yang membawa fragmen sisipan atau bahkan gen yang
diinginkan. Namun, hal ini masih memerlukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan bahwa fragmen tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan kloning.
Analisis antara lain dapat dilakukan atas dasar urutan (sekuens) basa fragmen
sisipan.
Penentuan urutan (sekuensing) basa DNA
pada prinsipnya melibatkan produksi seperangkat molekul/fragmen DNA yang
berbeda-beda ukurannya tetapi salah satu ujungnya selalu sama. Selanjutnya,
fragmen-fragmen ini dimigrasikan/dipisahkan menggunakan elektroforesis gel poliakrilamid atau polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE) agar pembacaan sekuens dapat dilakukan. Di bawah ini akan
diuraikan sekilas dua macam metode sekuensing DNA.
1.
Metode Maxam-Gilbert
Metode
sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada
tahun 1977. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus
dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau
suatu nukleotida pada ujung 3’. Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik
untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa
spesifik yang dilakukan dalam dua tahap.
Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial
menggunakan piperidin. Pengaturan masa inkubasi atau konsentrasi piperidin akan
menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya,
basa dimodifikasi menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS)
akan memetilasi basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin akan
menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T
sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat macam
fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan
ujung C.
2.
Metode Sanger
Dewasa ini metode sekuensing Maxam-Gilbert sudah sangat
jarang digunakan karena ada metode lain yang jauh lebih praktis, yaitu metode
dideoksi yang dikembangkan oleh A. Sanger dan kawan-kawan pada tahun 1977 juga.
Metode
Sanger pada dasarnya memanfaatkan dua sifat salah satu subunit enzim DNA
polimerase yang disebut fragmen klenow. Kedua sifat tersebut adalah
kemampuannya untuk menyintesis DNA dengan adanya dNTP dan ketidakmampuannya
untuk membedakan dNTP dengan ddNTP. Jika molekul dNTP hanya kehilangan gugus
hidroksil (OH) pada atom C nomor 2 gula pentosa, molekul ddNTP atau dideoksi
nukleotida juga mengalami kehilangan gugus OH pada atom C nomor 3 sehingga tidak
dapat membentuk ikatan fosfodiester. Artinya, jika ddNTP disambungkan oleh
fragmen klenow dengan suatu molekul DNA, maka polimerisasi lebih lanjut tidak
akan terjadi atau terhenti. Basa yang terdapat pada ujung molekul DNA ini
dengan sendirinya adalah basa yang dibawa oleh molekul ddNTP.
Dengan dasar pemikiran itu sekuensing
DNA menggunakan metode dideoksi dilakukan pada empat reaksi yang terpisah.
Keempat reaksi ini berisi dNTP sehingga polimerisasi DNA dapat berlangsung.
Namun, pada masing-masing reaksi juga ditambahkan sedikit ddNTP sehingga
kadang-kadang polimerisasi akan terhenti di tempat -tempat tertentu sesuai
dengan ddNTP yang ditambahkan. Jadi, di dalam tiap reaksi akan dihasilkan
sejumlah fragmen DNA yang ukurannya bervariasi tetapi ujung 3’nya selalu
berakhir dengan basa yang sama. Sebagai contoh, dalam reaksi yang mengandung
ddATP akan diperoleh fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran yang semuanya
mempunyai basa A pada ujung 3’nya.
Selama bertahun-tahun telah banyak
sekuens DNA yang ditentukan oleh para ilmuwan di seluruh dunia, dan saat ini
kebanyakan jurnal ilmiah mempersyaratkan penyerahan sekuens DNA terlebih dahulu
untuk keperluan pangkalan data publik sebelum mereka menerima naskah
selengkapnya dari para penulis/ilmuwan. Pengelola pangkalan data akan saling
bertukar informasi tentang sekuens-sekuens yang terkumpul dan menyediakannya
untuk akses publik sehingga semua pangkalan data yang ada akan menjadi nara
sumber yang sangat bermanfaat.
Sekuens-sekuens baru terus bertambah
dengan kecepatan yang kian meningkat. Begitu pula, sejumlah perangkat lunak
komputer diperlukan agar data yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan lebih
baik.
Ketika sekuens suatu fragmen DNA telah
diketahui, hanya ada sedikit sekali gambaran yang dapat diperoleh dari sekuens
tersebut. Analisis sekuens perlu dilakukan untuk mengetahui beberapa
karakteristik pentingnya seperti peta restriksi, rangka baca, kodon awal dan
kodon akhir, atau kemungkinan tempat promoternya. Di samping itu, perlu juga
dipelajari hubungan kekerabatan suatu sekuens baru dengan beberapa sekuens
lainnya yang telah terlebih dahulu diketahui. Biasanya, analisis semacam itu
dilakukan menggunakan paket-paket perangkat lunak.
2.3 Penerapan Rekayasa Genetika Dalam Kehidupan Manusia
Teknologi DNA
rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai
bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Penerapan rekayasa
genetika dalam kehidupan manusia menghasilkan berbagai produk yang dapat
meningkatkan kesejahteraan umat manusia sesuai dengan kebutuhannya. Produk
teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi
genetik (OHMG), yang dalam bahasa Inggris disebut dengan Genetically Modified Organism (GMO). Namun, sering kali pula
aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme
transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik.
Dewasa ini
cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh kalangan
masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh
pemanfaatan organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam berbagai
bidang kehidupan manusia.
1.
Bidang
Pertanian dan Peternakan
Teknik
bioteknologi tanaman di bidang pertanian telah dimanfaatkan terutama untuk
memberikan karakter atau sifat baru pada berbagai jenis tanaman. Teknologi
rekayasa genetika tanaman memungkinkan pengintegrasian gen-gen yang berasal
dari organisme lain untuk perbaikan sifat tanaman. Beberapa contoh aplikasi
rekayasa genetika di bidang pertanian adalah mengembangkan tanaman transgenik
yang memiliki sifat: 1) toleran terhadap zat kimia tertentu (tahan herbisida);
2) tahan terhadap hama dan penyakit tertentu; 3) mempunyai sifat-sifat khusus
(misalnya tomat yang matangnya lama, padi yang memproduksi beta-karoten dan
vitamin A, kedelai dengan lemak tak jenuh rendah, kentang dan pisang yang
berkhasiat obat, dll.); 4) dapat mengambil nitrogen sendiri dari udara (gen
dari bakteri pemfiksasi nitrogen disisipkan ke tanaman sehingga tanaman dapat
memfiksasi nitrogen udara sendiri); dan 5) dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan buruk (kekeringan, cuaca dingin, dan tanah dengan kandungan garam
tinggi) (www.scribd.com, 2012).
Teknologi pemindahan gen atau transformasi gen untuk
mendapatkan tanaman transgenik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu langsung dan
tidak langsung. Contoh transfer gen secara langsung adalah perlakuan pada
protoplas tanaman dengan eletroporasi atau dengan polyethyleneglycol (PEG),
penembakan eksplan gen dengan gene gun atau di vortex dengan karbit silikon.
Teknik pemindahan gen secara tak langsung dilakukan dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens.
1)
Metode
elektroporasi.
Metode
transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah elektroporasi
dari protoplas, perlakuan polythyleneglycol
(PEG) pada protoplas dan kombinasi antara dua perlakuan tersebut diatas. PEG
memudahkan presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik dengan protoplas, juga
melindungi DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim nuklease. Sedangkan
elektroporasi dengan perlakukan listrik voltase tinggi meyebabkan
permeabilitasi tinggi untuk sementara pada membran sel dengan membentuk
pori-pori sehingga DNA mudah penetrasi kedalam protoplas. Integritas membran
kembali membaik seperti semula dalam beberapa detik sampai semenit setelah
perlakuan listrik. Jagung dan padi telah berhasil dengan sukses ditransformasi
melalui elektorporasi dengan efisien antatar 0,1 – 1 %. Salah satu kelemahan
penggunaan protoplas sebagai eksplan untuk transformasi adalah sulitnya
regenerasi dari protoplas, dan variasi somaklonal akibat panjang periode kultur
2)
Karbid
silikon (silicon carbide)
Metode
transfer gen lain yang kurang umum digunakan dalam transformasi tanaman tetapi
telah dilaporkan berhasil mentransformasi jagung, dan turfgrass adalah penggunaan
karbid silikon (silicon carbide). Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi
dicampur dengan serat silicon carbide dan DNA plasmid dari gen yang diinginkan
dimasukkan kedalam tabung Eppendorf,
kemudian dilakukan pencampuran dan pemutaran dengan vortex. Serat karbid berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (micro
injection ) untuk memudahkan transfer DNA kedalam sel tanaman. Metode ini telah
digunakan dan menghasilkan tanaman jagung transgenik yang fertil.
3)
Penembakan
partikel (Particle bombardment)
Teknik paling
modern dalam transformasi tanaman adalah penggunaan metoda gene gun atau particle bombardment. Metode transfer
gen ini dioperasikan secara fisik dengan menembakkan partikel DNA-coated
langsung ke sel atau jaringan tanaman. Dengan cara partikel dan DNA yang
ditambahkan menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA melarut dan tersebar
dalam secara independen. Telah didemonstrasikan bahwa teknik ini efektif untuk
metransfer gen pada bermacam–macam eksplan. Penggunaan senjata gen
memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi
kerusakan sel selama proses penembakan berlangsung. Penggunaan particle
bombardment membuka peluang dan kemungkinan lebih muda dalam memproduksi
tanaman transgenik dari berbagai spesies yang sebelumnya sukar ditransformasi
dengan Agrobacterium, khususnya tanaman monokotil seperti padi, jagung, dan
turfgrass..
4)
Metode
transformasi yang dilakukan atau diperantara oleh Agrobacterium tumefaciens.
Dari banyak
teknik transfer gen yang berkembang, teknik melalui media vektor Agrobacterium tumefaciens paling sering
digunakan untuk melakukan transformasi tanaman, terutama tanaman kelompok
dikotil. Bakteri ini mampu mentransfer gen kedalam genom tanaman melalui
eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf disc) atau bagian lain dari
jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi.
Gen yang
ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor inducing). Segmen spesifik DNA
plasmid Ti disebut T-DNA (transfer DNA ) yang berpindah dari bakteri ke inti
sel tanaman dan berintegrasi kedalam genom tanaman. Karena Agrobacterium tumefaciens merupakan patogen tanaman maka A. tumefaciens yang digunakan sebagai
vektor untuk transformasi tanaman adalah jenis bakteri yang plasmid Ti telah
dilucuti virulensinya (disarmed), sehingga sel tanaman yang ditransformasi oleh
Agrobacterium dan yang mampu beregenerasi akan membentuk suatu tanaman sehat
hasil rekayasa genetik. Teknik transformasi melalui media vektor Agrobacterium
pada tanaman dikotil telah berhasil dengan baik tetapi sebaliknya tidak umum
digunakan pada tanaman monokotil. Namun beberapa peneliti telah melaporkan
bahwa beberapa strain Agrobacterium berhasil metransformasi tanaman monokotil
seperti jagung dan padi
Pada tahun 1996
luas areal untuk tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai 1,7 ha, dan
tiga tahun kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang
melakukan penanaman tersebut antara lain Amerika Serikat (28,7 juta ha),
Argentina (6,7 juta ha), Kanada (4 juta ha), Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1
juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta ha). Indonesia sendiri pada tahun 1999
telah mengimpor produk pertanian tanaman pangan transgenik berupa kedelai
sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai 780.000 ton, dan jagung 687.000 ton.
Pengembangan tanaman transgenik di Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah),
kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa
Tengah). Sementara itu, tanaman transgenik lainnya yang masih dalam tahap
penelitian di Indonesia adalah kacang tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi
jalar (Krisno, 2012).
Pada dasarnya
rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan
pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya
penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi
pangan melalui revolusi gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh
melampaui produksi pangan yang dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping
itu, kualitas gizi serta daya simpan produk pertanian juga dapat ditingkatkan
sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang cukup nyata. Adapun dampak
positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan produk pangan hasil
rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi.
Di bidang
peternakan hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi DNA
rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan
kualitas pakan dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada
sapi, rabies pada anjing, blue tongue pada domba, white-diarrhea pada babi, dan
fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan.
Di samping itu, juga telah dihasilkan hormon pertumbuhan untuk sapi
(recombinant bovine somatotropine atau rBST), babi (recombinant porcine
somatotropine atau rPST), dan ayam (chicken growth hormone). Penemuan ternak
transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan kloning
domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997.
2. Bidang Perkebunan, Kehutanan, dan Florikultur
Perkebunan
kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya lebih tinggi
saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan
perkebunan karet transgenik dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan
perkebunan kapas transgenik yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang
lebih kuat dan juga ketahanan
tanaman terhadap hama, dengan mengintroduksi gen Bt yang berhubungan dengan
ketahanan serangga hama hasil isolasi bakteri tanah Bacillus thuringiensis yang dapat memproduksi protein kristal yang
bekerja seperti insektisida (insecticidal crystal protein) yang dapat mematikan
serangga hama (Macintosh et al., 1990). Bacillus thuringiensis (Bt)
adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora.
Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi
serangga. Sejak diketahui potensi dari protein kristal atau cry Bt
sebagai agen pengendali serangga, semakin banyak dikembangkan isolasi Bt
yang mengandung berbagai jenis protein kristal. Dan sampai saat ini telah
diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo
serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan
dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target
yang spesifik yaitu mematikan serangga dan mudah terurai sehingga tidak
menumpuk dan mencemari lingkungan (Agus Krisno,, 2011).
Di bidang
kehutanan telah dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur
kayu lebih baik. Selain itu Fasilitas
Uji Terbatas Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) menghasilkan tanaman sengon (Albazia
falcataria) transgenik pertama di dunia pada tahun 2010 lalu. Kayu sengon
bernilai ekonomis yang digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas,
perabotan rumah tangga, pagar, hingga pulp dan kertas. Akar tunggangnya yang
kuat, sehingga baik ditanam di tepi kawasan yang mudah terkena erosi dan
menjadi salah satu kebijakan pemerintah (Sengonisasi) di sekitar daerah aliran
sungai (DAS). Tanaman
sengon transgenik yang mengandung gen xyloglucanase
terbukti tumbuh lebih cepat dan mengandung selulosa lebih tinggi daripada
tanaman kontrol. Tanaman ini berpotensi tumbuh lebih cepat saat dipindah ke
lapangan.
Florikultur merupakan ilmu yang mempelajari
bagaimana cara budidaya bunga. Florikultur merupakan praktek budidaya Hortikultura
dan tumbuhan atau tanaman untuk kebun, bunga segar untuk industri potong-Bunga
dan dalam pot untuk digunakan dalam ruangan. Hortikultura melibatkan ilmu bunga
dan budidaya tanaman dan di Floristry dengan menggunakan teknik
biokimia, fisiologi, pemuliaan tanaman serta berbagai produksi hasil
tanaman, Florikultur selalu mencari hal-hal baru bagaimana cara
menghasilkan tanaman dengan kualitas yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan
mereka untuk melawan dampak lingkungan. Di bidang florikultur antara lain telah
diperoleh tanaman anggrek transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama
serta lebih tahan terhadap serangan hama. Demikian pula, telah dapat dihasilkan
beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna bunga yang
diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.
3.
Bidang Farmasi dan Industri
Di bidang
farmasi, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis obat
dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya
penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis
berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa
genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri farmasi penting
seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan cara yang
lebih efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis
produk-produk tersebut diklon ke dalam sel inang bakteri tertentu yang sangat
cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan cara kultivasi biasa. Dengan
mentransfer gen untuk produk protein yang dikehendaki ke dalam bakteri, ragi,
dan jenis sel lainnya yang mudah tumbuh di dalam kultur seseorang dapat
memproduksi protein dalam jumlah besar, yang secara alami hanya terdapat dalam
jumlah sangat sedikit (Chambell et all,
2000)
1)
Pembuatan insulin melalui proses
rekayasa genetika
Insulin adalah
suatu hormon polipetida yang diproduksi dalam sel-sel β kelenjar Langerhaens pankreas. Insulin berperan penting
dalam regulasi kadar gula darah (kadar gula darah dijaga 3,5-8,0 mmol/liter).
Hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai
sebutan insulin endogen. Namun, ketika kalenjar pankreas
mengalami gangguan sekresi guna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh
membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia
atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen.
Kekurangan insulin dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes mellitus
tergantung insulin (diabetes tipe I). Insulin terdiri dari 51 asam amino.
Molekul insulin disusun oleh 2 rantai polipeptida A dan B yang dihubungkan
dengan ikatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri
dari 30 asam amino.
Adapun proses pembuatan insulin dengan menggunakan
plasmid pada bakteri sebagai vektor pengklon (pembawa DNA) sebagai berikut:
1)
Pengisolasian vector dan DNA sumber gen
Rangkaian DNA yang mengkode insulin
dapat diisolasi dari gen manusia yang sebelumnya telah ditumbuhkan dalam kultur
di laboratorium
Vektor yang digunakan berupa plasmid
dari bakteri Escherichia coli. Plasmid
merupakan molekul DNA kecil, sirkuler, dapat bereplikasi sendiri dan terpisah
dari kromosom bakteri. Adapun plasmid yang digunakan mengandung gen:
·
Amp-R yang terbukti
memberikan resistensi pada sel inang terhadap antibiotik amphisilin
·
LacZ yang mengkode
enzim β-galaktosidase yang
menghidrolisis gula laktosa
Plasmid ini memiliki pengenalan tunggal untuk enzim
restriksi endonuklease yang digunakan dan urutan ini terletak dalam gen lacZ
2)
Penyelipan DNA ke dalam vector
-
Plasmid maupun DNA manusia dipotong
dengan menggunakan enzim restriksi yang sama dimana enzim ini memotong DNA
plasmid pada tempat restriksi tunggalnya dan mengganggu gen lacZ.
-
Mencampurkan fragmen DNA manusia dengan
plasmid yang telah dipotong
-
Penambahan enzim ligase untuk membentuk
ikatan kovalen antara keduanya
3)
Pemasukan plasmid ke dalam sel bakteri
-
Plasmid yang telah termodifikasi
dicampurkan dalam kultur bakteri
-
Bakteri akan mengambil plasmid
rekombinan secara spontan melalui proses transformasi namun tidak semua bakteri
yang akan mengambil plasmid rekombinan yang diinginkan
4)
Pengklonaan sel dan gen asing
-
Bakteri hasil transformasi ditempatkan
pada medium nutrient padat yang mengandung amphisilin dan gula yang disebut X-gal. Amphisilin dalam medium yang akan
memastikan bahwa hanya bakteri yang mengandung plasmid yang dapat tumbuh karena
adanya resistensi dari amp-R.
Sedangkan X-gal akan memudahkan identifikasi koloni bakteri yang mengandung gen
asing yang disisipkan. X-gal ini akan dihidrolisis oleh β-galaktosidase menghasilkan produk berwarna biru, sehingga koloni
bakteri yang mengandung plasmid dengan gen β-galaktosidase utuh akan berwarna
biru. Tetapi jika suatu plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan ke dalam gen
lacZ-nya maka koloni sel yang mengandung
DNA asing ini akan berwarna putih karena sel tersebut tidak bisa menghasilkan
β-galaktosidase untuk menghidrolisis X-gal.
5)
Identifikasi klon sel yang membawa gen
yang diinginkan
-
Setelah
tumbuh membentuk koloni, bakteri yang mengandung DNA rekombinan diidentifikasi
menggunakan probe asam nukleat. Probe adalah rantai RNA
atau rantai tunggal DNA yang diberi label isotop radioaktif atau bahan fluorescent dan dapat berpasangan dengan
basa nitrogen tertentu dari DNA rekombinan. Pada langkah pembuatan insulin ini
probe yang digunakan adalah RNAd dari gen pengkode insulin pankreas manusia.
Untuk memilih koloni bakteri mana yang mengandung DNA rekombinan, caranya
adalah menempatkan bakteri pada kertas filter lalu disinari dengan ultraviolet.
Bakteri yang memiliki DNA rekombinan dan telah diberi probe akan tampak
bersinar.
Setelah
mengidentifikasi klon sel yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan dalam kultur
cair dalam tangki besar dan selanjutnya dengan mudah mengisolasi gen tersebut
dalam jumlah besar. Selain itu juga dapat digunakan sebagai probe untuk
mengidentifikasi gen yang serupa atau identik di dalam DNA dari sumber lain.
Pada industri
pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang digunakan
juga merupakan produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard cheese)
yang diproduksi di Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari
organisme transgenik. Demikian pula, bahan-bahan food additive seperti penambah
cita rasa makanan, pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan
sebagainya saat ini banyak menggunakan produk organisme transgenik
4. Lingkungan
Rekayasa
genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya
penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang
sudah terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan
untuk membersihkan lingkungan dari bermacam-macam faktor pencemaran telah
ditemukan dan diproduksi dalam skala industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai
di salah satu negara industri dilaporkan telah tercemari oleh metilmerkuri yang
bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia meskipun dalam konsentrasi
yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri) organik ini
dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis
thaliana transgenik yang membawa gen bakteri tertentu yang dapat
menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa organik.
Keragaman
metabolisme mikroba juga digunakan dalam menangani limbah dari sumber-sumber
lain. Pabrik pengolahan air kotor mengandalkan kemampuan mikroba untuk
mendegradasi berbagai senyawa organik menjadi bentuk nontoksik. Akan tetapi,
peningkatan jumlah senyawa yang secara potensial berbahaya yang dilepas ke
lingkungan tidak lagi bisa didegradasi oleh mikroba yang tersedia secara
alamiah, hidrokarbon klorinasi merupakan contoh utamanya. Para ahli
bioteknologi sedang mencoba merekayasa mikroba untuk mendegradasi
senyawa-senyawa ini. Mikroba ini dapat digunakan dalam pabrik pengolahan air
limbah atau digunakan oleh para manufaktur sebelum senyawa-senyawa itu dilepas
ke lingkungannya (Chambell et al,
2000)
5.
Bidang Hukum dan Forensik
Pada kriminalitas dengan kekerasan,
darah atau jaringan lain dengan jumlah kecil dapat tertinggal di tempat
kejadian perkara atau pada pakaian atau barang-barang lain milik korban atau
penyerangnya. Jika ada perkosaan, air mani dalam jumlah kecil dapat ditemukan
dari tubuh korban. Pengujian yang digunakan biasanya menggunakan antibodi untuk
menguji protein permukaan sel yang spesifik. Namun pengujian ini membutuhkan
jaringan yang agak segar dengan jumlah yang relatif banyak. Pengujian DNA dapat
mengidentifikasi pelaku dengan derajat kepastian yang jauh lebih tinggi karena
urutan DNA setiap orang itu unik. Analisis RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphims) dengan
Southern blotting merupakan metode ampuh untuk pendeteksian kemiripan dan
perbedaan sampel DNA dan hanya membutuhkan darah atau jaringan lain dalam
jumlah yang sangat sedikit. Misalnya dalam kasus pembunuhan metode ini dapat
digunakan untuk membandingkan sampel DNA dari tersangka, korban, dan sedikit
darah yang dijumpai di TKP. Probe radioaktif menandai pita elektroforesis yang
mengandung penanda RFLP tertentu. Biasanya saintis forensik menguji kira-kira
lima penanda, dengan kata lain hanya beberapa bagian DNA yang diuji. Akan
tetapi, rangkaian penanda dari suatu individu yang demikian sedikitpun sudah
dapat memberikan sidik jari DNA atau pola pita spesifik yang berguna untuk
forensik karena probabilitas bahwa dua orang akan memiliki rangkaian penanda
RFLP yang tepat sama adalah kecil. Autoradiografi meniru jenis bukti yang
disajikan kepada para juri dalam pengadilan percobaan pembunuhan.
Seperti
yang diungkapkan oleh analisis RFLP, DNA dari noda darah pada pakaian terdakwa
sama persis dengan sidik jari DNA korban tetapi berbeda dari sidik jari
terdakwa. Ini membuktikan bahwa darah dari pakaian terdakwa berasal dari korban
bukan dari terdakwa sendiri.
2.4 Dampak dari Penerapan Rekayasa Genetika
Meskipun terlihat begitu besar memberikan manfaat dalam
berbagai bidang kehidupan manusia yang tentunya memberikan dampak positif bagi
kesejahteraan umat manusia, produk teknologi DNA rekombinan (organisme
transgenik beserta produk yang dihasilkannya) telah memicu sejumlah perdebatan
yang menarik sekaligus kontroversial apabila ditinjau dari berbagai sudut
pandang. Adapun kontroversi pemanfaatan produk rekayasa genetika antara lain
dapat dilihat dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan.
1.
Aspek
sosial
a.
Aspek
agama
Penggunaan gen
yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan sendirinya akan
menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian pula,
penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan
menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak
boleh mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial
(hanya organ-organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi
kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai
moral kemanusiaan universal. Demikian juga, xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia)
serta kloning stem cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga
dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma agama.
b. Aspek etika dan estetika
Penggunaan
bakteri E. coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan
diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan
terasa menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan
tersebut. Hal ini karena E coli merupakan bakteri yang secara alami
menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.
2.
Aspek
ekonomi
Berbagai
komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan
serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional.
Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajat kemanisan
jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas
menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik-pabrik gula yang menggunakan
bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola dari tanaman rapeseeds
transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari
kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng
konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme
transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada
pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung
daging, dan tepung tulang.
3.
Aspek
kesehatan
a.
Potensi
toksisitas bahan pangan
Dengan
terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul
bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan
pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang
tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas
yang membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat
mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada
bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah
dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah
ditemukan kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk
menghasilkan pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan
timbulnya risiko yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan
akumulasi hasil metabolisme tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat
memberikan kontribusi toksin, alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam
pangan manusia.
Beberapa
organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan
kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang
Magnum Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di
dalam umbinya. Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang
resisten terhadap serangga ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen,
yang tinggi.
b. Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO pada tahun
1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang
terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan
penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai
contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah
ke bakteri penyebab kencing nanah Neisseria gonorrhoeae (GO). Akibatnya, bakteri ini menjadi
kebal terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin. Padahal, selama ini
hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan bakteri tersebut. Oleh
karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat diobati lagi dengan adanya
kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO untuk tidak memakai
pembalut dari bahan kapas transgenik.
Contoh lainnya
adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar protein
tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom,
dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun
1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung
tangan dan kondom dari bahan karet transgenik.
Selain pada
manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit pada
hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan
yang diberi pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan
imunodepresi. Fenomena yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia,
yang diberi pakan jagung pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil
kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang telah mengembangkan berbagai
tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut merupakan
tanaman transgenik.
4.
Aspek
lingkungan
a.
Potensi
erosi plasma nutfah
Penggunaan
tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang
telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma
nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh,
dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya
jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus
plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan
ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi
karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat
dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang
berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi
larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed
yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian.
Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau
lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.
b.
Potensi
pergeseran gen
Daun tanaman
tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10
tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme
tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah
mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera
tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada
tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan
tekstur tanah di areal pertanamannya.
c.
Potensi
pergeseran ekologi
Organisme
transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya
tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah
selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap
faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik
dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan
adaptasi.
Tanaman
transgenik dapat menghasilkan protease inhibitor di dalam sari bunga
sehingga lebah madu tidak dapat membedakan bau berbagai sari bunga. Hal ini
akan mengakibatkan gangguan ekosistem lebah madu di samping juga terjadi
gangguan terhadap madu yang diproduksi.
d.
Potensi
terbentuknya barrier species
Adanya mutasi
pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species
yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan
adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
e.
Potensi
mudah diserang penyakit
Tanaman
transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar
yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang
buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang
penyakit dan lebih disukai oleh serangga.
Sebagai
contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan
mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin
banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan
perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang
menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan
herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan
sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
-
Rekayasa
genetika merupakan penerapan teknik-teknik genetika molekuler untuk mengubah
susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang
diarahkan pada kemanfaatan tertentu. Dasar dari pengembangan teknologi DNA
Rekombinan adalah ditemukannya mekanisme seksual pada bakteri. Perangkat yang
digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya enzim restriksi, enzim ligase,
vektor, pustaka genom, serta enzim transkripsi
balik
-
Tahapan-tahapan yang umum digunakan dalam teknologi DNA
rekombinan adalah isolasi DNA, pemotongan molekul DNA, penyisipan fragmen DNA
ke dalam vektor, transformasi sel inang, pengklonaan vektor pembawa DNA
rekombinan, dan identifikasi klon sel yang membawa gen yang diinginkan. Adapun
metode lain yang dapat diterapkan yaitu PCR, elektroforesis, dan sekuens DNA
-
Adapun penerapan rekayasa genetika dalam kehidupan manusia
yaitu di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, florikultur,
farmasi, industri, lingkungan, hukum dan forensik
-
Dampak dari penerapan rekayasa genetika dapat dilihat dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan, dan
lingkungan
3.2
Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan dalam
makalah ini yaitu:
-
Kepada
pembaca diharapkan dapat memahami rekayasa genetika beserta penerapan dan
dampaknya dalam kehidupan manusia agar dapat digunakan sebagai acuan dalam
kehidupan sehari-hari
-
Para
pembaca diharapkan dapat mengambil tindakan yang tepat dalam hal pemanfaatan
produk-produk hasil rekayasa genetika agar tidak menimbulkan hal yang tidak
diinginkan
terima kasih, sangat bermanfaat sekali
BalasHapusbermanfaat
BalasHapusPotensi terbentuknya barrier species??? maksudnya terbentuk barrier spesies tu bagaimana???
BalasHapustrims
cukup bagus, sebaiknya prlu tmbhan daftar pustaka
BalasHapusthanks. berfaedah sekali
BalasHapus