Jumat, 13 April 2012

Rekayasa Genetika


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bioteknologi diartikan sebagai penerapan prinsip ilmu dan rekayasa dalam pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini, perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lain, seperti biokimia, komputer, biologi molekular, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.
Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Kemajuan di bidang bioteknologi tak lepas dari berbagai kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya. Sebagai contoh, teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan.
Rekayasa genetika dalam arti paling luas adalah penerapan genetika untuk kepentingan manusia. Dengan pengertian ini kegiatan pemuliaaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dapat dimasukkan. Demikian pula penerapan mutasi buatan tanpa target dapat pula dimasukkan. Masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik genetika molekular untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu. Perubahan sifat Biologis melalui rekayasa genetika tersebut menyebabkan "lahirnya organisme baru" produk bioteknologi dengan sifat - sifat yang menguntungkan bagi manusia.
Sebagai bagian dari kajian bioteknologi, pada penulisan makalah ini akan dibahas secara lebih mendalam mengenai rekayasa genetika meliputi teknik dan penerapan rekayasa genetika serta dampak dari rekayasa genetika itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan rekayasa genetika?
2.      Bagaimana teknik yang digunakan dalam rekayasa genetika?
3.      Bagaimana penerapan rekayasa genetika dalam kehidupan manusia?
4.      Bagaimana dampak dari penerapan rekayasa genetika?

1.3 Tujuan Penlisan
1.      Untuk mengetahui pengertian rekayasa genetika.
2.      Untuk mengetahui teknik-teknik yang digunakan dalam rekayasa genetika.
3.      Untuk mengetahui bagaimana penerapan dari rekayasa genetika dalam kehidupan manusia.
4.      Untuk mengetahui dampak penerapan dari rekayasa genetika.

1.4 Manfaat Penulisan
Bagi penulis
Dapat menambah wawasan dalam bidang bioteknologi khususnya terkait dengan rekayasa genetika.

Bagi pembaca
Dapat menambah pengetahuan mengenai rekeyasa genetika meliputi teknik dan penerapannya beserta dampak yang ditimbulkan dari penerapan rekayasa genetika.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Rekayasa Genetika
            Perkembangan bioteknologi secara drastis terjadi sejak ditemukannya struktur helik ganda DNA dan teknologi DNA rekombinan di awal tahun 1950-an. Penemuan struktur double heliks DNA oleh Watson dan Cricks (1953) telah membuka jalan lahirnya bioteknologi modern dalam bidang rekayasa genetika yang merupakan prosedur dasar dalam menghasilkan suatu produk bioteknologi. Tahap-tahap penting berikutnya adalah serangkaian penemuan enzim restriksi (pemotong) DNA, regulasi (pengaturan ekspresi) gen (diawali dari penemuan operon laktosa pada prokariota), perakitan teknik PCR, transformasi genetik, teknik peredaman gen (termasuk interferensi RNA), dan teknik mutasi terarah (seperti Tilling).
            Secara konvensional, pemuliaan tanaman dan rekayasa genetika sebenarnya telah dilakukan oleh para petani melalui proses penyilangan dan perbaikan tanaman sejak zaman dahulu. Misalnya melalui tahap penyilangan dan seleksi tanaman dengan tujuan tanaman tersebut menjadi lebih besar, kuat, dan lebih tahan terhadap penyakit. Prinsip rekayasa genetika sama dengan pemuliaan tanaman, yaitu memperbaiki sifat-sifat tanaman dengan menambahkan sifat-sifat ketahanan terhadap cekaman mahluk hidup pengganggu maupun cekaman lingkungan yang kurang menguntungkan serta memperbaiki kualitas nutrisi makanan. Rekayasa genetika adalah kelanjutan dari pemuliaan secara tradisional. Dalam arti paling luas, rekayasa genetika merupakan penerapan genetika untuk kepentingan manusia akan tetapi masyarakat ilmiah sekarang lebih bersepakat dengan batasan yang lebih sempit, yaitu penerapan teknik-teknik genetika molekuler untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu. Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme, mulai dari virus, bakteri, fungi, hewan tingkat rendah, hewan tingkat tinggi, hingga tumbuh-tumbuhan. Bidang kedokteran dan farmasi paling banyak berinvestasi di bidang yang relatif baru ini. Sementara itu bidang lain, seperti ilmu pangan, kedokteran hewan, pertanian (termasuk peternakan dan perikanan), serta teknik lingkungan juga telah melibatkan ilmu ini untuk mengembangkan bidang masing-masing.
Keunggulan rekayasa genetika adalah mampu memindahkan materi genetika dari sumber yang sangat beragam dengan ketepatan tinggi dan terkontrol dalam waktu yang lebih singkat. Melalui proses rekayasa genetika ini, telah berhasil dikembangkan berbagai organisme maupun produk yang menguntungkan bagi kehidupan manusia.
Teknologi khusus yang digunakan dalam rekayasa genetika meliputi teknologi DNA Rekombinan yaitu pembentukan kombinasi materi genetik yang baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel organisme lain yang berperan sebagai sel inang.
2.1.1 Dasar Teknologi DNA Rekombinan
Dasar dari pengembangan teknologi DNA Rekombinan adalah ditemukannya mekanisme seksual pada bakteri yang telah dibuktikan pada tahun 1946. Konsekuensi dari mekanisme seksual adalah:
1.             Menyebabkan terbentuknya kombinasi gen-gen yang berasal dari dua sel yang berbeda
2.             Terjadi pertukaran DNA atau gen dari satu sel ke sel yang lain. Mekanisme seksual ini tidak bersifat reproduktif atau tidak menghasilkan keturunan
            Transfer DNA atau perpindahan DNA ke dalam bakteri dapat melalui tiga cara, yaitu konjugasi, transformasi, dan transduksi. DNA yang masuk ke dalam sel bakteri selanjutnya dapat berintegrasi dengan DNA atau kromosom bakteri sehingga terbentuk kromosom rekombinan.
a.                   Konjugasi merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke dalam sel bakteri lainnya (sel resepien) melalui kontak fisik antara kedua sel. Sel donor memasukkan sebagian DNA-nya ke dalam sel resepien. Transfer DNA ini melalui pili seks yang dimiliki oleh sel donor. Sel resepien tidak memiliki pili seks. DNA dari sel resepien berpindah ke sel resipien secara replikatif sehingga setelah proses ini selesai, sel jantan tidak kehilangan DNA. Ke dua sel tidak mengalami peningkatan jumlah sel dan tidak dihasilkan sel anak. Oleh karena itu, proses konjugasi disebut juga sebagai proses atau mekanisme seksual yang tidak reproduktif.
b.                  Transformasi merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan di sekelilingnya. DNA yang berada di sekitar bakteri (DNA asing) dapat berupa potongan DNA atau fragmen DNA yang berasal dari sel bakteri yang lain atau organisme yang lain. Masuknya DNA dari lingkungan ke dalam sel bakteri ini dapat terjadi secara alami. Pada tahun 1928 ditemukan strain bakteri yang tidak virulen dapat berubah sifatnya menjadi virulen disebabkan adanya strain yang tidak virulen dicampur dengan sel-sel bakteri strain virulen yang telah dimatikan. Tahun 1944 ditemukan bahwa perubahan sifat atau transformasi dari bakteri yang tidak virulen menjadi virulen disebabkan oleh adanya DNA dari sel bakteri strain virulen yang masuk ke dalam bakteri strain yang tidak virulen.
c.                   Transduksi adalah cara pemindahan DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya melalui perantaraan bakteriofage. Beberapa jenis virus berkembang biak di dalam sel bakteri. Virus-virus yang inangnya adalah bakteri sering disebut bakteriofag atau fage. Ketika virus menginfeksi bakteri, fage memasukkan DNA-nya ke dalam sel bakteri. DNA tersebut kemudian akan bereplikasi di dalam sel bakteri atau berintegrasi dengan kromosom baketri. DNA fage yang dikemas ketika membentuk partikel fage baru akan membawa sebagian DNA bakteri yang menjadi inangnya. Selanjutnya jika fage tersebut menginfeksi bakteri yang lain, maka fage akan memasukkan DNAnya yang sebagian mengandung DNA sel inang sebelumnya. Jadi, secara alami fage memindahkan DNA dari satu sle bakteri ke bakteri yang lain.
                       
2.1.2 Perangkat teknologi DNA rekombinan
Adapun perangkat yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya enzim restriksi untuk memotong DNA, enzim ligase untuk menyambung DNA, vektor untuk menyambung dan mengklonkan gen di dalam sel hidup dimana vektor yang sering digunakan diantarnya plasmid dan bakteriofag, pustaka genom untuk menyimpan gen atau fragmen DNA yang telah diklonkan, serta enzim transkripsi balik untuk membuat DNA berdasarkan RNA (cDNA).
a.       Enzim Restriksi
Enzim restriksi merupakan enzim yang memotong molekul DNA. Karena enzim ini memotong di bagian dalam molekul DNA, maka enzim ini juga dinamakan endonuklease restriksi. Enzim ini memotong (menghidrolisis) DNA pada rangka gula-fosfat tepatnya pada ikatan fosfodiester. Enzim restriksi akan mengenali dan memotong DNA hanya pada urutan nukleotida tertentu, biasanya sepanjang 4 hingga 6 pasang basa.
Enzim restriksi memiliki beberapa karakteristik, diantaranya:
a.       Enzim restriksi mengenali urutan nukleotida spesifik.
b.      Enzim restriksi memotong ikatan fosfodiester diantara basa spesifik, satu di setiap helai DNA.
c.       Hasil dari masing-masing reaksi tersebut yakni dua buah fragmen DNA untai ganda.
d.      Enzim restriksi tidak membeda-bedakan antara DNA yang berasal dari organisme yang berbeda.
e.       Sebagian besar enzim restriksi akan memotong DNA yang mengandung urutan pengenalan mereka, tidak mempermasalahkan sumber DNA tersebut.
f.       Enzim restriksi merupakan bagian alami dari sistem pertahanan bakteri.
Adapun tabel di bawah ini menunjukkan jenis-jenis enzim restriksi yang biasa digunakan dalam teknologi DNA Rekombinan:
Enzyme
Source
Recognition Sequence
Cut
EcoRI
Escherichia coli
5’GAATTC
3’CTTAAG
5’---G  AATTC---3’
3’---CTTAA G---5’
EcoRII
Escherichia coli
5’CCWGG
3’GGWCC
5’--- CCWGG---3’
3’---GGWCC ---5’
BamHI
Bacillus amyloliquefaciens
5'GGATCC
3'CCTAGG
5'---G GATCC---
3'
3'---CCTAG G---
5'
HindIII
Haemophilus
Influenzae
5'AAGCTT
3'TTCGAA
5'---A AGCTT---3'
3'---TTCGA A---5'
TaqI
Thermus aquaticus
5'TCGA
3'AGCT
5'---T CGA---3'
3'---AGC T---5'
NotI
Nocardia otitidis
5'GCGGCCGC
3'CGCCGGCG
5'---GC GGCCGC-
--3'
3'---CGCCGG CG-
--5'
HinfI
Haemophilus influenzae
5'GANTCA
3'CTNAGT
5'---G ANTC---3'
3'---CTNA G---5'
Sau3A
Staphylococcus aureus
5'GATC
3'CTAG
5'--- GATC---3'
3'---CTAG ---5'
PovII*
Proteus vulgaris
5'CAGCTG
3'GTCGAC
5'---CAG CTG---3'
3'---GTC GAC---5'
SmaI*
Serratia marcescens
5'CCCGGG
3'GGGCCC
5'---CCC GGG---3'
3'---GGG CCC---5'
HaeIII*
Haemophilus
Aegyptius
5'GGCC
3'CCGG
5'---GG CC---3'
3'---CC GG---5'
HgaI[33]
Haemophilus gallinarum
5'GACGC
3'CTGCG
5'---NN NN---3'
3'---NN NN---5'
AluI*
Arthrobacter luteus
5'AGCT
3'TCGA
5'---AG CT---3'
3'---TC GA---5'
EcoRV*
Escherichia coli
5'GATATC
3'CTATAG
5'---GAT ATC---3'
3'---CTA TAG---5'
EcoP15I
Escherichia coli
5'CAGCAGN25NN
3'GTCGTCN25NN
5'---
CAGCAGN25NN --
-3'
3'---GTCGTCN25
NN---5'
KpnI[34]
Klebsiella pneumoniae
5'GGTACC
3'CCATGG
5'---GGTAC C---3'
3'---C CATGG---5'
PstI[34]
Providencia stuartii
5'CTGCAG
3'GACGTC
5'---CTGCA G---3'
3'---G ACGTC---5'
SacI[34]
Streptomyces
Achromogenes
5'GAGCTC
3'CTCGAG
5'---GAGCT C---3'
3'---C TCGAG---5'
SalI[34]
Streptomyces albus
5'GTCGAC
3'CAGCTG
5'---G TCGAC---3'
3'---CAGCT G---5'
ScaI[34]
Streptomyces
Caespitosus
5'AGTACT
3'TCATGA
5'---AGT ACT---3'
3'---TCA TGA---5'
SpeI
Sphaerotilus natans
5'ACTAGT
3'TGATCA
5'---A CTAGT---3'
3'---TGATC A---5'
SphI[34]
Streptomyces
Phaeochromogenes
5'GCATGC
3'CGTACG
5'---G CATGC---3'
3'---CGTAC G---5'
StuI[35][36]
Streptomyces
Tubercidicus
5'AGGCCT
3'TCCGGA
5'---AGG CCT---3'
3'---TCC GGA---5'
XbaI[34]
Tabel 1: jenis-jenis enzim restriksi
Xanthomonas badrii
5'TCTAGA
3'AGATCT
5'---T CTAGA---3'
3'---AGATC T---5'

b.      Enzim DNA ligase
DNA ligase merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara ujung 5’-fosfat dan 3’-hidroksil pada DNA saat terjadinya replikasi DNA, rekombinasi dan kerusakan. Sacara biologis, DNA ligase diperlukan untuk menggabungkan fragmen okazaki saat proses replikasi, menyambung potongan-potongan DNA yang baru disintesis serta berperan dalam proses reparasi DNA. DNA ligase merupakan enzim yang sangat berguna baik di dalam sel maupun di luar sel. Untuk penggunaan di luar sel , penggabungan dengan enzim restriksi telah membuat terobosan baru  di bidang teknologi DNA rekombinan. Enzim restriksi diibaratkan sebagai gunting yang memungkinkan untuk memotong DNA di tempat yang spesifik. Kemudian DNA ligase berperan sebagai lem yang menyambung DNA yang telah terpotong sehingga menjadi DNA yang fungsional.
c.       Vektor
            Sebagai salah satu cara untuk memanipulasi DNA di luar sel, para ilmuwan dalam bioteknologi harus bisa membuat suatu tempat yang keadaannya stabil dan cocok dengan tempat DNA yang dimanipulasi. Vektor disini bisa diartikan sebagai alat yang membawa DNA ke dalam sel induk barunya. Agar suatu metode dalam rekayasa genetika berhasil maka di dalam vektor DNA hasil rekombinan hanya membawa DNA rekombinan yang digabungkan dengan DNA vektor melalui enzim ligase. Namun di dalam vektor, DNA rekombinan tidak termutasi lagi membentuk DNA dengan sifat baru. Adapun contoh dari vektor  yang terdapat di alam adalah plasmid dan virus atau bacteriophage.
1.      Plasmid
Plasmid adalah molekul DNA yang terpisah dan dapat bereplikasi secara independen dari DNA kromosom. Di dalam satu sel bakteri, dapat ditemukan lebih dari satu plasmid dengan ukuran yang sangat bervariasi namun semua plasmid tidak mengkodekan fungsi yang penting untuk pertumbuhan sel tersebut. Umumnya, plasmid mengkodekan gen-gen yang diperlukan agar dapat bertahan pada keadaan yang kurang menguntungkan sehingga bila lingkungan kembali normal, DNA plasmid dapat dibuang. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli biologi molekuler Amerika Yosua Lederberg pada tahun 1952.
            Pada awalnya penamaan plasmid didasarkan pada sifat fenotipe yang dikodekan oleh DNA plasmid tersebut. Contohnya plasmid ColE1 yang berasal dari E. coli dapat menyandikan bakteriocin colicin. Banyaknya laboratorium ataupun institusi yang membuat plasmid kloning membuat sistem penamaan tersebut berubah. Untuk standardisasi penulisan plasmid, digunakan huruf "p" yang diikuti oleh inisial huruf kapital dan angka. Huruf kapital diambil dari nama institusi atau laboratorium tempat plasmid tersebut berasal ataupun dari nama penemu plasmid tersebut. Sedangkan angka yang ada merupakan kode antara dua laboratorium tempat plasmid tersebut dibuat. Contohnya: pBR322, "p" menyatakan plasmid, BR merupakan laboratorium tempat plasmid tersebut pertama kali dikonstruksi (BR dari Bolivar dan Rodriguez, perancang plasmid tersebut), sedangkan 322 menyatakan di laboratorium mana plasmid ini dibuat, banyak pBR lainnya seperti pBR325, pBR327, dll.
            Plasmid berfungsi sebagai alat penting dalam laboratorium genetika dan bioteknologi, di mana mereka umumnya digunakan untuk memperbanyak (membuat banyak salinan) atau mengekspresikan gen tertentu. Plasmid banyak tersedia secara komersial untuk penggunaan tersebut. Gen dapat direplikasi dimasukkan ke salinan gen yang mengandung plasmid yang membuat sel-sel resisten terhadap antibiotik tertentu dan situs kloning ganda (MCS, atau polylinker), yang merupakan daerah pendek yang mengandung situs restriksi beberapa yang umum digunakan memungkinkan penyisipan DNA mudah fragmen di lokasi tersebut. Selanjutnya, dimasukkan ke dalam plasmid bakteri dengan proses yang disebut transformasi. Kemudian, bakteri yang terkena antibiotik tertentu. Hanya bakteri yang mengambil salinan plasmid bertahan hidup, karena plasmid membuat mereka bertahan. Secara khusus, gen melindungi diekspresikan (digunakan untuk membuat protein) dan protein diekspresikan memecah antibiotik. Dengan cara ini, antibiotik bertindak sebagai filter untuk bakteri yang dimodifikasi. Kemudian bakteri tersebut dapat tumbuh dalam jumlah besar, dipanen, dan segaris (sering menggunakan metode lisis alkali) untuk mengisolasi plasmid.
2.      Bacteriophage
Salah satu vektor yang banyak digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah bacteriophage atau faga yaitu virus yang menginfeksi bakteri. Seperti halnya virus, fage harus menginfeksi bakteri yang menjadi inangnya. Setelah jumlahnya mencukupi, fage akan melisis sel inang dan dapat menghasilkan banyak fage untuk setiap sel bakteri yang mengalami lisis. Oleh karena itu jumlah fage menjadi sangat besar bila yang mengalami lisis adalah kumpulan bakteri (koloni). Oleh karena itu vektor yang berupa bacteriophage sangat menguntungkan jika DNA yang disisipkan ingin diperbanyak dalam jumlah besar. Kontruksi pustaka genom juga banyak menggunakan fage sebagai vektornya. Selain kemampuan membawa DNA sisipan lebih besar dari plasmid, penyimpanan fage relatif lebih mudah dibandingkan dengan bakteri. Penggunaan fage sebagai vektor juga menguntungkan dalam proses penapisan untuk mengisolasi suatu gen atau DNA, karena rasio copy DNA atau gen target terhadap genom total fage jauh lebih tinggi daripada rasio copy DNA terhadap genom total bakteri bilamana menggunakan plasmid sebagai vektornua. Selain itu proses purifikasi, denaturasi dan fiksasi DNA di membrane pada saat persiapan hibridisasi dalam rangka penapisan DNA target, lebih mudah pada fage yang menginfeksi bakteri sehingga membentuk plak (plaque) daripada koloni bakteri yang mengandung plasmid.
d.      Enzim transkriptase balik
Enzim transkriptase-balik adalah enzim yang secara alami digunakan oleh  Retrovirus untuk membuat copy DNA berdasarkan RNA-nya. Enzim transkriptase balik ditemukan oleh  Howard Temin dan David Baltimore secara terpisah pada tahun 1970 tidak lama setelah penemuan  enzim restriksi. Enzim transkriptase balik ini kemudian digunakan untuk mengkonstruksi copy DNA  yang disebut cDNA (complementary DNA) dengan menggunakan mRNA sebagai cetakannya. Tujuan mengkonversi mRNA menjadi cDNA adalah karena DNA sifatnya lebih stabil dari pada RNA. Setelah dikonversi, untai cDNA tersebut dapat digunakan untuk PCR, sebagai probe untuk analisis ekspresi dan untuk perbanyakan/ cloning sekuen mRNA. Jika seorang peneliti ingin mengekspresikan suatu protein spesifik dalam sel yang tidak lazim memproduksi protein tersebut, satu cara sederhana adalah dengan mentransfer cDNA yang mengkode protein tersebut ke sel resipien.
Saat ini, enzim transkriptase balik sudah diproduksi secara komersial. Ketersediaan enzim  transkriptase-balik ini telah memberikan kemudahan bagi para peneliti untuk mempelajari gen yang  bertanggung-jawab terhadap sifat-sifat tertentu.
a.       Pustaka Genom
Pustaka genom merupakan sekumpulan sekuens (urutan) DNA dari suatu organisme yang masing-masing telah diklon ke dalam vektor tertentu untuk memudahkan pemurnian, penyimpanan, dan analisisnya. Pada dasarnya terdapat dua macam perpustakaan gen yang dapat dikonstruksi, bergantung kepada sumber DNA digunakan. Jika DNA yang digunakan adalah DNA genomik/kromosom, maka perpustakaan yang dihasilkan disebut perpustakaan genom. Sementara itu, jika DNA yang digunakan merupakan hasil transkripsi balik suatu populasi mRNA seperti yang umum dijumpai pada eukariot, maka perpustakaan yang diperoleh dinamakan perpustakaan cDNA.
2.2 Teknik yang Digunakan dalam Rekayasa Genetika
Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan suatu produk yang diinginkan melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan beberapa tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tersebut adalah isolasi DNA genomik/kromosom yang akan diklon, pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah fragmen dengan berbagai ukuran, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang menggunakan molekul DNA rekombinan, pengklonaan vektor pembawa DNA rekombinan, dan identifikasi klon sel yang membawa gen yang diinginkan. Bakteri merupakan sel inang yang paling umum digunakan untuk mengklonaan gen, terutama karena mudahnya DNA dapat diisolasi dari dan dimasukkan kembali ke dalam sel tersebut. Kultur bakteri juga tumbuh cepat dan secara cepat mereplikasi setiap gen asing yang dibawanya.
1.      Isolasi DNA
Isolasi DNA diawali dengan mempersiapkan dua jenis DNA yaitu plasmid bakteri yang akan digunakan sebagai vektor dan DNA yang mengandung gen yang diinginkan. Plasmid yang dipilih merupakan plasmid yang mengandung amp-R (gen pengkode sifat resisten terhadap antibiotik amphisilin) dan lac Z (pengkode enzim β-galaktosidase). Kemudian dilakukan perusakan dan atau pembuangan dinding sel, yang dapat dilakukan baik dengan cara mekanis seperti sonikasi, tekanan tinggi, beku-leleh maupun dengan cara enzimatis seperti pemberian lisozim. Langkah selanjutnya adalah lisis sel. Bahan-bahan sel yang relatif lunak dapat dengan mudah diresuspensi di dalam medium bufer nonosmotik, sedangkan bahan-bahan yang lebih kasar perlu diperlakukan dengan deterjen yang kuat seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Pada eukariot langkah ini harus disertai dengan perusakan membran nukleus.
Setelah sel mengalami lisis, remukan-remukan sel harus dibuang. Biasanya pembuangan remukan sel dilakukan dengan sentrifugasi. Protein yang tersisa dipresipitasi menggunakan fenol atau pelarut organik seperti kloroform untuk kemudian disentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein dan remukan sel masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan penambahan amonium asetat dan alkohol atau dengan sentrifugasi kerapatan menggunakan CsCl.
Teknik isolasi DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam molekul DNA ini yang akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom.
2.      Pemotongan Molekul DNA
Tahap kedua dalam kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya enzim restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag l (faga temperat).
Tempat pemotongan pada kedua untai DNA sering kali terpisah sejauh beberapa pasang basa. Pemotongan DNA dengan tempat pemotongan semacam ini akan menghasilkan fragmen-fragmen dengan ujung 5’ yang runcing karena masing-masing untai tunggalnya menjadi tidak sama panjang. Dua fragmen DNA dengan ujung yang runcing akan mudah disambungkan satu sama lain sehingga ujung runcing sering pula disebut sebagai ujung lengket (sticky end) atau ujung kohesif.
3.      Ligasi Molekul–molekul DNA
Pemotongan DNA genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi harus menghasilkan ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-fragmen DNA genomik nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA vektor yang sudah berbentuk linier.
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA secara in vitro. Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau lazim disebut sebagai enzim T4 ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket maupun pada ujung tumpul. Sementara itu, cara yang ketiga yaitu pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi menggunakan DNA ligase.
Suhu optimum bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan tetapi, pada suhu ini ikatan hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan menjadi tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan tersebut.  Oleh karena itu, ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4 dan 15ºC dengan waktu inkubasi yang diperpanjang. Pada reaksi ligasi antara fragmen-fragmen DNA genomik dan DNA vektor, khususnya plasmid, dapat terjadi peristiwa religasi atau ligasi sendiri sehingga plasmid yang telah dilinierkan dengan enzim restriksi akan menjadi plasmid sirkuler kembali. Hal ini jelas akan menurunkan efisiensi ligasi. Untuk meningkatkan efisiensi ligasi dapat dilakukan beberapa cara, antara lain penggunaan DNA dengan konsentrasi tinggi (lebih dari 100µg/ml), perlakuan dengan enzim alkalin fosfatase untuk menghilangkan gugus fosfat dari ujung 5’ pada molekul DNA yang telah terpotong, serta pemberian molekul linker, molekul adaptor, atau penambahan enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’.
4.      Transformasi Sel Inang
Tahap berikutnya setelah ligasi adalah analisis terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA tersebut menggunakan teknik elektroforesis. Jika hasil elektroforesis menunjukkan bahwa fragmen-fragmen DNA genomik telah terligasi dengan baik pada DNA vektor sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan, campuran reaksi ligasi dimasukkan ke dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dengan sendirinya, di dalam campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi karena sel inang diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA rekombinan.
Teknik transformasi pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 oleh M. Mandel dan A. Higa, yang melakukan transformasi bakteri E. coli. Sebelumnya, transformasi pada beberapa spesies bakteri lainnya yang mempunyai sistem transformasi alami seperti Bacillus subtilis telah dapat dilakukan. Kemampuan transformasi B. subtilis pada waktu itu telah dimanfaatkan untuk mengubah strain-strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada medium minimal) menjadi prototrof (dapat tumbuh pada medium minimal) dengan menggunakan preparasi DNA genomik utuh. Baru beberapa waktu kemudian transformasi dilakukan menggunakan perantara vektor, yang selanjutnya juga dikembangkan pada transformasi E.coli
Hal terpenting yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah perlakuan kalsium klorid (CaCl2) yang memungkinkan sel-sel E. coli untuk mengambil DNA dari bakteriofag l. Pada tahun 1972 S.N. Cohen dan kawan-kawannya menemukan bahwa sel-sel yang diperlakukan dengan CaCl2 dapat juga mengambil DNA plasmid. Frekuensi transformasi tertinggi akan diperoleh jika sel bakteri dan DNA dicampur di dalam larutan CaCl2 pada suhu 0 hingga 5ºC. Perlakuan kejut panas antara 37 dan 45ºC selama lebih kurang satu menit yang diberikan setelah pencampuran DNA dengan larutan CaCl2 tersebut dapat meningkatkan frekuensi transformasi tetapi tidak terlalu esensial. Molekul DNA berukuran besar lebih rendah efisiensi transformasinya daripada molekul DNA kecil.
5.      Pengklonaan sel dan gen asing
Bakteri hasil transformasi ditempatkan pada medium nutrient padat yang mengandung amphisilin dan gula yang disebut X-gal. Amphisilin dalam medium yang akan memastikan bahwa hanya bakteri yang mengandung plasmid yang dapat tumbuh karena adanya resistensi dari amp-R. Sedangkan X-gal akan memudahkan identifikasi koloni bakteri yang mengandung gen asing yang disisipkan. X-gal ini akan dihidrolisis oleh β-galaktosidase menghasilkan produk berwarna biru, sehingga koloni bakteri yang mengandung plasmid dengan gen β-galaktosidase utuh akan berwarna biru. Tetapi jika suatu plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan ke dalam gen lacZ-nya maka koloni sel yang mengandung DNA asing ini akan berwarna putih karena sel tersebut tidak bisa menghasilkan β-galaktosidase untuk menghidrolisis X-gal.
6.      Identifikasi klon sel yang membawa gen yang diinginkan
Setelah tumbuh membentuk koloni, bakteri yang mengandung DNA rekombinan diidentifikasi menggunakan metode hibridisasi asam nukleat. Dalam pengujian hibridisasi DNA, DNA dari virus atau sel akan didenaturasi dengan larutan basa sehingga kedua untai DNA-nya terpisah. Untai–untai tunggal DNA dilekatkan pada medium solid, misalnya membran nitroselulosa atau nilon, sehingga untai–untai tersebut tidak bersatu kembali. DNA akan menempel pada membran melalui tulang punggung gula- fosfatnya sehingga basa nitrogennya terletak menjulur kearah keluar. Untuk mengkarakterisasi atau mengidentifikasi DNA target, maka pada membran ditambahkan molekul DNA dan RNA untai tunggal yang disebut probe dan didalam larutan buffer. Akibatnya, akan terbentuk ikatan hidrogen di antara basa–basa yang komplementer. Probe yang dinamai sedemikian rupa karena digunakan untuk mencari sekuens DNA, diberi label dengan suatu gugus reporter. Reporter bisa berupa isotop radioaktif atau enzim yang kehadirannya mudah dideteksi.
Setelah mengidentifikasi klon sel yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan dalam kultur cair dalam tangki besar dan selanjutnya dengan mudah mengisolasi gen tersebut dalam jumlah besar. Selain itu juga dapat digunakan sebagai probe untuk mengidentifikasi gen yang serupa atau identik di dalam DNA dari sumber lain.
Pengklonaan DNA dalam sel tetap merupakan metode terbaik untuk mempersiapkan gen tertentu atau urutan lainnya dalam jumlah banyak. Akan tetapi terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengklonaan sel sehingga dapat mempermudah prosesnya, diantaranya:
1.      PCR (Polymerase Chain Reaction)
Ketika sumber DNA sedikit atau tidak murni, suatu metode yang disebut PCR bisa melakukan lebih cepat dan lebih selektif. PCR adalah suatu metode untuk mengamplifikasi/disalin beberapa kali sekuens gen (urutan DNA) target secara eksponensial in vitro. Pada reaksi ini dibutuhkan: DNA target, sepasang primer, polimerase DNA yang termostabil, buffer reaksi dan alat thermal cycler.
Prinsip dasar dari teknik PCR tersebut merupakan adanya enzim DNA polimerase yang digunakan untuk membuat cetakan dari segmen DNA yang diinginkan (Wolfe, 1993: 137).
Proses PCR terdiri dari 3 tahapan, yaitu:
1.       Denaturasi adalah proses penguraian materi genetik (DNA/RNA) dari bentuk heliksnya yang dipisahkan dengan suhu 90-96oC.
2.       Annealing (pelekatan) atau hibridisasi adalah suatu proses penempelan primer ke DNA template yang sekarang hanya dalam satu untai.
3.       Polimerisasi (sintesis) adalah suatu proses pemanjangan rantai DNA baru yang dimulai dari  primer.
Aplikasi dari PCR yaitu:
1.        Mendeteksi penyakit yang dapat menginfeksi, variasi dan mutasi dari gen (Powledge, 2001).
2.        Untuk mengetahui hubungan kekerabatan antar spesies atau untuk mengetahui dari mana spesies tersebut berasal (Powledge, 2001).
3.        DNA atau RNA yahg telah dianalisis dengan menggunakan teknik PCR digunakan untuk meneliti penerapannya dalam bidang klinik dan obat-obatan forensik, mengembangkan teknik-teknik dalam bidang genetika dan untuk mendiagnosa (Davis et al. 1994: 114).
4.        Untuk membuat cDNA library, yaitu sebuah set dari hasil kloning yang mewakili sebanyak mungkin mRNA dari suatu tipe sel tertentu dengan waktu tertentu. Pembuatan cDNA library tersebut menggunakan teknik Transverse Replication PCR (Weaver 1999: 80).
PCR telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran, seperti dalam pengobatan berbagai penyakit menular (deteksi berbagai bakteri, virus, jamur dan parasit), keganasan sel (misalnya carcinoma, limfoma, leukimia, retinoblastoma), kelainan genetika (Sickel cell anemia, β-thalassemia, Duchenne’s muscullar dystrophy, cystic fibrosis, hemophilia A, Tay-Sachs disease dan phenylketonuria) dan kedokteran kehakiman.
2.      Elekroforesis
Elektroforesis adalah suatu teknik yang mengukur laju perpindahan atau pergerakan partikel-partikel bermuatan dalam suatu medan listrik.  Elektroforesis adalah suatu teknik yang menggunakan medan listrik untuk memisahkan molekul berdasarkan ukuran. Elektroforesis digunakan untuk mengamati hasil amplifikasi dari DNA. Karena mengandung fosfat yang bermuatan negatif, DNA akan bergerak menuju elektroda positif dalam medan listrik. Prinsip alat ini adalah kecepatan migrasi molekul DNA berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor diantaranya ukuran molekul. DNA bermigrasi di dalam gel padat yang terletak di dalam larutan penyangga yang dialiri arus listrik. Hasil elektroforesis yang terlihat adalah terbentuknya band yang merupakan fragmen DNA hasil amplifikasi dan menunjukkan potongan-potongan jumlah pasangan basanya (Klug & Cummings 1994: 397).
Teknik elektroforesis mempergunakan medium yang terbuat dari gel.  Perpindahan partikel pada medium gel tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel, komposisi dan konsentrasi gel, densitas muatan, kuat medan listrik dan sebagainya.  Semakin kecil partikel tesebut, maka pergerakan atau migrasinya akan semakin cepat, karena matriks gel mengandung jaringan kompleks berupa pori-pori sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergerak melalui matriks tersebut (Brown 1992: 19).
Di dalam elektroforesis digunakan sumber arus listrik searah (DC), ruang untuk elektroforesis (Comb, Well, platform dan cetakan wadah gel), larutan buffer (buffer ionik dan loading buffer), matriks elektroforesis, marker dan gel (Klug & Cummings 1994: A-6).
3.      Sekuens DNA
Molekul DNA rekombinan yang memperlihatkan hasil positif dalam reaksi hibridisasi dengan fragmen pelacak sangat diduga sebagai molekul yang membawa fragmen sisipan atau bahkan gen yang diinginkan. Namun, hal ini masih memerlukan analisis lebih lanjut untuk memastikan bahwa fragmen tersebut benar-benar sesuai dengan tujuan kloning. Analisis antara lain dapat dilakukan atas dasar urutan (sekuens) basa fragmen sisipan.
Penentuan urutan (sekuensing) basa DNA pada prinsipnya melibatkan produksi seperangkat molekul/fragmen DNA yang berbeda-beda ukurannya tetapi salah satu ujungnya selalu sama. Selanjutnya, fragmen-fragmen ini dimigrasikan/dipisahkan menggunakan elektroforesis gel poliakrilamid atau polyacrylamide gel electrophoresis (PAGE) agar pembacaan sekuens dapat dilakukan. Di bawah ini akan diuraikan sekilas dua macam metode sekuensing DNA.
1.         Metode Maxam-Gilbert
Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3’. Metode Maxam-Gilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap.
Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin. Pengaturan masa inkubasi atau konsentrasi piperidin akan menghasilkan fragmen-fragmen DNA yang bermacam-macam ukurannya. Selanjutnya, basa dimodifikasi menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan ujung C.
2.         Metode Sanger
Dewasa ini metode sekuensing Maxam-Gilbert sudah sangat jarang digunakan karena ada metode lain yang jauh lebih praktis, yaitu metode dideoksi yang dikembangkan oleh A. Sanger dan kawan-kawan pada tahun 1977 juga.
Metode Sanger pada dasarnya memanfaatkan dua sifat salah satu subunit enzim DNA polimerase yang disebut fragmen klenow. Kedua sifat tersebut adalah kemampuannya untuk menyintesis DNA dengan adanya dNTP dan ketidakmampuannya untuk membedakan dNTP dengan ddNTP. Jika molekul dNTP hanya kehilangan gugus hidroksil (OH) pada atom C nomor 2 gula pentosa, molekul ddNTP atau dideoksi nukleotida juga mengalami kehilangan gugus OH pada atom C nomor 3 sehingga tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester. Artinya, jika ddNTP disambungkan oleh fragmen klenow dengan suatu molekul DNA, maka polimerisasi lebih lanjut tidak akan terjadi atau terhenti. Basa yang terdapat pada ujung molekul DNA ini dengan sendirinya adalah basa yang dibawa oleh molekul ddNTP.
Dengan dasar pemikiran itu sekuensing DNA menggunakan metode dideoksi dilakukan pada empat reaksi yang terpisah. Keempat reaksi ini berisi dNTP sehingga polimerisasi DNA dapat berlangsung. Namun, pada masing-masing reaksi juga ditambahkan sedikit ddNTP sehingga kadang-kadang polimerisasi akan terhenti di tempat -tempat tertentu sesuai dengan ddNTP yang ditambahkan. Jadi, di dalam tiap reaksi akan dihasilkan sejumlah fragmen DNA yang ukurannya bervariasi tetapi ujung 3’nya selalu berakhir dengan basa yang sama. Sebagai contoh, dalam reaksi yang mengandung ddATP akan diperoleh fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran yang semuanya mempunyai basa A pada ujung 3’nya. 
Selama bertahun-tahun telah banyak sekuens DNA yang ditentukan oleh para ilmuwan di seluruh dunia, dan saat ini kebanyakan jurnal ilmiah mempersyaratkan penyerahan sekuens DNA terlebih dahulu untuk keperluan pangkalan data publik sebelum mereka menerima naskah selengkapnya dari para penulis/ilmuwan. Pengelola pangkalan data akan saling bertukar informasi tentang sekuens-sekuens yang terkumpul dan menyediakannya untuk akses publik sehingga semua pangkalan data yang ada akan menjadi nara sumber yang sangat bermanfaat.
Sekuens-sekuens baru terus bertambah dengan kecepatan yang kian meningkat. Begitu pula, sejumlah perangkat lunak komputer diperlukan agar data yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan lebih baik.
Ketika sekuens suatu fragmen DNA telah diketahui, hanya ada sedikit sekali gambaran yang dapat diperoleh dari sekuens tersebut. Analisis sekuens perlu dilakukan untuk mengetahui beberapa karakteristik pentingnya seperti peta restriksi, rangka baca, kodon awal dan kodon akhir, atau kemungkinan tempat promoternya. Di samping itu, perlu juga dipelajari hubungan kekerabatan suatu sekuens baru dengan beberapa sekuens lainnya yang telah terlebih dahulu diketahui. Biasanya, analisis semacam itu dilakukan menggunakan paket-paket perangkat lunak.

2.3 Penerapan Rekayasa Genetika Dalam Kehidupan Manusia
Teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Penerapan rekayasa genetika dalam kehidupan manusia menghasilkan berbagai produk yang dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia sesuai dengan kebutuhannya. Produk teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG), yang dalam bahasa Inggris disebut dengan Genetically Modified Organism (GMO). Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik.
Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh pemanfaatan organisme transgenik dan produk yang dihasilkannya dalam berbagai bidang kehidupan manusia.
1.      Bidang Pertanian dan Peternakan
Teknik bioteknologi tanaman di bidang pertanian telah dimanfaatkan terutama untuk memberikan karakter atau sifat baru pada berbagai jenis tanaman. Teknologi rekayasa genetika tanaman memungkinkan pengintegrasian gen-gen yang berasal dari organisme lain untuk perbaikan sifat tanaman. Beberapa contoh aplikasi rekayasa genetika di bidang pertanian adalah mengembangkan tanaman transgenik yang memiliki sifat: 1) toleran terhadap zat kimia tertentu (tahan herbisida); 2) tahan terhadap hama dan penyakit tertentu; 3) mempunyai sifat-sifat khusus (misalnya tomat yang matangnya lama, padi yang memproduksi beta-karoten dan vitamin A, kedelai dengan lemak tak jenuh rendah, kentang dan pisang yang berkhasiat obat, dll.); 4) dapat mengambil nitrogen sendiri dari udara (gen dari bakteri pemfiksasi nitrogen disisipkan ke tanaman sehingga tanaman dapat memfiksasi nitrogen udara sendiri); dan 5) dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan buruk (kekeringan, cuaca dingin, dan tanah dengan kandungan garam tinggi) (www.scribd.com, 2012).
Teknologi pemindahan gen atau transformasi gen untuk mendapatkan tanaman transgenik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung. Contoh transfer gen secara langsung adalah perlakuan pada protoplas tanaman dengan eletroporasi atau dengan polyethyleneglycol (PEG), penembakan eksplan gen dengan gene gun atau di vortex dengan karbit silikon. Teknik pemindahan gen secara tak langsung dilakukan dengan bantuan bakteri Agrobacterium tumefaciens.
1)      Metode elektroporasi.
Metode transfer DNA yang umum digunakan pada tanaman monokotil adalah elektroporasi dari protoplas, perlakuan polythyleneglycol (PEG) pada protoplas dan kombinasi antara dua perlakuan tersebut diatas. PEG memudahkan presipitasi DNA dan membuat kontak lebih baik dengan protoplas, juga melindungi DNA plasmid mengalami degradasi dari enzim nuklease. Sedangkan elektroporasi dengan perlakukan listrik voltase tinggi meyebabkan permeabilitasi tinggi untuk sementara pada membran sel dengan membentuk pori-pori sehingga DNA mudah penetrasi kedalam protoplas. Integritas membran kembali membaik seperti semula dalam beberapa detik sampai semenit setelah perlakuan listrik. Jagung dan padi telah berhasil dengan sukses ditransformasi melalui elektorporasi dengan efisien antatar 0,1 – 1 %. Salah satu kelemahan penggunaan protoplas sebagai eksplan untuk transformasi adalah sulitnya regenerasi dari protoplas, dan variasi somaklonal akibat panjang periode kultur
2)      Karbid silikon (silicon carbide)
Metode transfer gen lain yang kurang umum digunakan dalam transformasi tanaman tetapi telah dilaporkan berhasil mentransformasi jagung, dan turfgrass adalah penggunaan karbid silikon (silicon carbide). Suspensi sel tanaman yang akan ditransformasi dicampur dengan serat silicon carbide dan DNA plasmid dari gen yang diinginkan dimasukkan kedalam tabung Eppendorf, kemudian dilakukan pencampuran dan pemutaran dengan vortex. Serat karbid berfungsi sebagai jarum injeksi mikro (micro injection ) untuk memudahkan transfer DNA kedalam sel tanaman. Metode ini telah digunakan dan menghasilkan tanaman jagung transgenik yang fertil.
3)      Penembakan partikel (Particle bombardment)
Teknik paling modern dalam transformasi tanaman adalah penggunaan metoda gene gun atau particle bombardment. Metode transfer gen ini dioperasikan secara fisik dengan menembakkan partikel DNA-coated langsung ke sel atau jaringan tanaman. Dengan cara partikel dan DNA yang ditambahkan menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA melarut dan tersebar dalam secara independen. Telah didemonstrasikan bahwa teknik ini efektif untuk metransfer gen pada bermacam–macam eksplan. Penggunaan senjata gen memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi kerusakan sel selama proses  penembakan berlangsung. Penggunaan particle bombardment membuka peluang dan kemungkinan lebih muda dalam memproduksi tanaman transgenik dari berbagai spesies yang sebelumnya sukar ditransformasi dengan Agrobacterium, khususnya tanaman monokotil seperti padi, jagung, dan turfgrass..
4)      Metode transformasi yang dilakukan atau diperantara oleh Agrobacterium tumefaciens.
Dari banyak teknik transfer gen yang berkembang, teknik melalui media vektor Agrobacterium tumefaciens paling sering digunakan untuk melakukan transformasi tanaman, terutama tanaman kelompok dikotil. Bakteri ini mampu mentransfer gen kedalam genom tanaman melalui eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf disc) atau bagian lain dari jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi.
Gen yang ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor inducing). Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut T-DNA (transfer DNA ) yang berpindah dari bakteri ke inti sel tanaman dan berintegrasi kedalam genom tanaman. Karena Agrobacterium tumefaciens merupakan patogen tanaman maka A. tumefaciens yang digunakan sebagai vektor untuk transformasi tanaman adalah jenis bakteri yang plasmid Ti telah dilucuti virulensinya (disarmed), sehingga sel tanaman yang ditransformasi oleh Agrobacterium dan yang mampu beregenerasi akan membentuk suatu tanaman sehat hasil rekayasa genetik. Teknik transformasi melalui media vektor Agrobacterium pada tanaman dikotil telah berhasil dengan baik tetapi sebaliknya tidak umum digunakan pada tanaman monokotil. Namun beberapa peneliti telah melaporkan bahwa beberapa strain Agrobacterium berhasil metransformasi tanaman monokotil seperti jagung dan padi
Pada tahun 1996 luas areal untuk tanaman transgenik di seluruh dunia telah mencapai 1,7 ha, dan tiga tahun kemudian meningkat menjadi hampir 40 juta ha. Negara- negara yang melakukan penanaman tersebut antara lain Amerika Serikat (28,7 juta ha), Argentina (6,7 juta ha), Kanada (4 juta ha), Cina (0,3 juta ha), Australia (0,1 juta ha), dan Afrika Selatan (0,1 juta ha). Indonesia sendiri pada tahun 1999 telah mengimpor produk pertanian tanaman pangan transgenik berupa kedelai sebanyak 1,09 juta ton, bungkil kedelai 780.000 ton, dan jagung 687.000 ton. Pengembangan tanaman transgenik di Indonesia meliputi jagung (Jawa Tengah), kapas (Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan), kedelai, kentang, dan padi (Jawa Tengah). Sementara itu, tanaman transgenik lainnya yang masih dalam tahap penelitian di Indonesia adalah kacang tanah, kakao, tebu, tembakau, dan ubi jalar (Krisno, 2012).
Pada dasarnya rekayasa genetika di bidang pertanian bertujuan untuk menciptakan ketahanan pangan suatu negara dengan cara meningkatkan produksi, kualitas, dan upaya penanganan pascapanen serta prosesing hasil pertanian. Peningkatkan produksi pangan melalui revolusi gen ini ternyata memperlihatkan hasil yang jauh melampaui produksi pangan yang dicapai dalam era revolusi hijau. Di samping itu, kualitas gizi serta daya simpan produk pertanian juga dapat ditingkatkan sehingga secara ekonomi memberikan keuntungan yang cukup nyata. Adapun dampak positif yang sebenarnya diharapkan akan menyertai penemuan produk pangan hasil rekayasa genetika adalah terciptanya keanekaragaman hayati yang lebih tinggi.
Di bidang peternakan hampir seluruh faktor produksi telah tersentuh oleh teknologi DNA rekombinan, misalnya penurunan morbiditas penyakit ternak serta perbaikan kualitas pakan dan bibit. Vaksin-vaksin untuk penyakit mulut dan kuku pada sapi, rabies pada anjing, blue tongue pada domba, white-diarrhea pada babi, dan fish-fibrosis pada ikan telah diproduksi menggunakan teknologi DNA rekombinan. Di samping itu, juga telah dihasilkan hormon pertumbuhan untuk sapi (recombinant bovine somatotropine atau rBST), babi (recombinant porcine somatotropine atau rPST), dan ayam (chicken growth hormone). Penemuan ternak transgenik yang paling menggegerkan dunia adalah ketika keberhasilan kloning domba Dolly diumumkan pada tanggal 23 Februari 1997.

2.   Bidang Perkebunan, Kehutanan, dan Florikultur
Perkebunan kelapa sawit transgenik dengan minyak sawit yang kadar karotennya lebih tinggi saat ini mulai dirintis pengembangannya. Begitu pula, telah dikembangkan perkebunan karet transgenik dengan kadar protein lateks yang lebih tinggi dan perkebunan kapas transgenik yang mampu menghasilkan serat kapas berwarna yang lebih kuat dan juga ketahanan tanaman terhadap hama, dengan mengintroduksi gen Bt yang berhubungan dengan ketahanan serangga hama hasil isolasi bakteri tanah Bacillus thuringiensis yang dapat memproduksi protein kristal yang bekerja seperti insektisida (insecticidal crystal protein) yang dapat mematikan serangga hama (Macintosh et al., 1990). Bacillus thuringiensis (Bt) adalah bakteri gram positif yang berbentuk batang, aerobik dan membentuk spora. Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang beracun bagi serangga. Sejak diketahui potensi dari protein kristal atau cry Bt sebagai agen pengendali serangga, semakin banyak dikembangkan isolasi Bt yang mengandung berbagai jenis protein kristal. Dan sampai saat ini telah diidentifikasi protein kristal yang beracun terhadap larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan hortikultura. Kebanyakan dari protein kristal tersebut lebih ramah lingkungan karena mempunyai target yang spesifik yaitu mematikan serangga dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan (Agus Krisno,, 2011).
Di bidang kehutanan telah dikembangkan tanaman jati transgenik, yang memiliki struktur kayu lebih baik. Selain itu Fasilitas Uji Terbatas Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menghasilkan tanaman sengon (Albazia falcataria) transgenik pertama di dunia pada tahun 2010 lalu. Kayu sengon bernilai ekonomis yang digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan peti kemas, perabotan rumah tangga, pagar, hingga pulp dan kertas. Akar tunggangnya yang kuat, sehingga baik ditanam di tepi kawasan yang mudah terkena erosi dan menjadi salah satu kebijakan pemerintah (Sengonisasi) di sekitar daerah aliran sungai (DAS). Tanaman sengon transgenik yang mengandung gen xyloglucanase terbukti tumbuh lebih cepat dan mengandung selulosa lebih tinggi daripada tanaman kontrol. Tanaman ini berpotensi tumbuh lebih cepat saat dipindah ke lapangan.
Florikultur merupakan ilmu  yang mempelajari bagaimana cara budidaya bunga. Florikultur merupakan praktek budidaya Hortikultura dan tumbuhan atau tanaman untuk kebun, bunga segar untuk industri potong-Bunga dan dalam pot untuk digunakan dalam ruangan. Hortikultura melibatkan ilmu bunga dan budidaya tanaman dan di Floristry  dengan menggunakan teknik biokimia, fisiologi, pemuliaan tanaman serta berbagai produksi  hasil tanaman, Florikultur selalu mencari hal-hal baru  bagaimana cara menghasilkan tanaman dengan kualitas yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan mereka untuk melawan dampak lingkungan. Di bidang florikultur antara lain telah diperoleh tanaman anggrek transgenik dengan masa kesegaran bunga yang lama serta lebih tahan terhadap serangan hama. Demikian pula, telah dapat dihasilkan beberapa jenis tanaman bunga transgenik lainnya dengan warna bunga yang diinginkan dan masa kesegaran bunga yang lebih panjang.

 3.      Bidang Farmasi dan Industri
Di bidang farmasi, rekayasa genetika terbukti mampu menghasilkan berbagai jenis obat dengan kualitas yang lebih baik sehingga memberikan harapan dalam upaya penyembuhan sejumlah penyakit di masa mendatang. Bahan-bahan untuk mendiagnosis berbagai macam penyakit dengan lebih akurat juga telah dapat dihasilkan.
Teknik rekayasa genetika memungkinkan diperolehnya berbagai produk industri farmasi penting seperti insulin, interferon, dan beberapa hormon pertumbuhan dengan cara yang lebih efisien. Hal ini karena gen yang bertanggung jawab atas sintesis produk-produk tersebut diklon ke dalam sel inang bakteri tertentu yang sangat cepat pertumbuhannya dan hanya memerlukan cara kultivasi biasa. Dengan mentransfer gen untuk produk protein yang dikehendaki ke dalam bakteri, ragi, dan jenis sel lainnya yang mudah tumbuh di dalam kultur seseorang dapat memproduksi protein dalam jumlah besar, yang secara alami hanya terdapat dalam jumlah sangat sedikit (Chambell et all, 2000)
1)      Pembuatan insulin melalui proses rekayasa genetika
Insulin adalah suatu hormon polipetida yang diproduksi dalam sel-sel β kelenjar Langerhaens pankreas. Insulin berperan penting dalam regulasi kadar gula darah (kadar gula darah dijaga 3,5-8,0 mmol/liter). Hormon insulin yang diproduksi oleh tubuh kita dikenal juga sebagai sebutan insulin endogen. Namun, ketika kalenjar pankreas mengalami gangguan sekresi guna memproduksi hormon insulin, disaat inilah tubuh membutuhkan hormon insulin dari luar tubuh, dapat berupa obat buatan manusia atau dikenal juga sebagai sebutan insulin eksogen. Kekurangan insulin dapat menyebabkan penyakit seperti diabetes mellitus tergantung insulin (diabetes tipe I). Insulin terdiri dari 51 asam amino. Molekul insulin disusun oleh 2 rantai polipeptida A dan B yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
Adapun proses pembuatan insulin dengan menggunakan plasmid pada bakteri sebagai vektor pengklon (pembawa DNA) sebagai berikut:
1)      Pengisolasian vector dan DNA sumber gen
­          Rangkaian DNA yang mengkode insulin dapat diisolasi dari gen manusia yang sebelumnya telah ditumbuhkan dalam kultur di laboratorium
­          Vektor yang digunakan berupa plasmid dari bakteri Escherichia coli. Plasmid merupakan molekul DNA kecil, sirkuler, dapat bereplikasi sendiri dan terpisah dari kromosom bakteri. Adapun plasmid yang digunakan mengandung gen:
·         Amp-R yang terbukti memberikan resistensi pada sel inang terhadap antibiotik amphisilin
·         LacZ yang mengkode enzim β-galaktosidase yang menghidrolisis gula laktosa
Plasmid ini memiliki pengenalan tunggal untuk enzim restriksi endonuklease yang digunakan dan urutan ini terletak dalam gen lacZ
2)      Penyelipan DNA ke dalam vector
-          Plasmid maupun DNA manusia dipotong dengan menggunakan enzim restriksi yang sama dimana enzim ini memotong DNA plasmid pada tempat restriksi tunggalnya dan mengganggu gen lacZ.
-          Mencampurkan fragmen DNA manusia dengan plasmid yang telah dipotong
-          Penambahan enzim ligase untuk membentuk ikatan kovalen antara keduanya
3)      Pemasukan plasmid ke dalam sel bakteri
-          Plasmid yang telah termodifikasi dicampurkan dalam kultur bakteri
-          Bakteri akan mengambil plasmid rekombinan secara spontan melalui proses transformasi namun tidak semua bakteri yang akan mengambil plasmid rekombinan yang diinginkan
4)      Pengklonaan sel dan gen asing
-          Bakteri hasil transformasi ditempatkan pada medium nutrient padat yang mengandung amphisilin dan gula yang disebut X-gal. Amphisilin dalam medium yang akan memastikan bahwa hanya bakteri yang mengandung plasmid yang dapat tumbuh karena adanya resistensi dari amp-R. Sedangkan X-gal akan memudahkan identifikasi koloni bakteri yang mengandung gen asing yang disisipkan. X-gal ini akan dihidrolisis oleh β-galaktosidase menghasilkan produk berwarna biru, sehingga koloni bakteri yang mengandung plasmid dengan gen β-galaktosidase utuh akan berwarna biru. Tetapi jika suatu plasmid memiliki DNA asing yang diselipkan ke dalam gen lacZ-nya maka koloni sel yang mengandung DNA asing ini akan berwarna putih karena sel tersebut tidak bisa menghasilkan β-galaktosidase untuk menghidrolisis X-gal.
5)      Identifikasi klon sel yang membawa gen yang diinginkan
-          Setelah tumbuh membentuk koloni, bakteri yang mengandung DNA rekombinan diidentifikasi menggunakan probe asam nukleat. Probe adalah rantai RNA atau rantai tunggal DNA yang diberi label isotop radioaktif atau bahan fluorescent dan dapat berpasangan dengan basa nitrogen tertentu dari DNA rekombinan. Pada langkah pembuatan insulin ini probe yang digunakan adalah RNAd dari gen pengkode insulin pankreas manusia. Untuk memilih koloni bakteri mana yang mengandung DNA rekombinan, caranya adalah menempatkan bakteri pada kertas filter lalu disinari dengan ultraviolet. Bakteri yang memiliki DNA rekombinan dan telah diberi probe akan tampak bersinar.
Setelah mengidentifikasi klon sel yang diinginkan, kemudian ditumbuhkan dalam kultur cair dalam tangki besar dan selanjutnya dengan mudah mengisolasi gen tersebut dalam jumlah besar. Selain itu juga dapat digunakan sebagai probe untuk mengidentifikasi gen yang serupa atau identik di dalam DNA dari sumber lain.
Pada industri pengolahan pangan, misalnya pada pembuatan keju, enzim renet yang digunakan juga merupakan produk organisme transgenik. Hampir 40% keju keras (hard cheese) yang diproduksi di Amerika Serikat menggunakan enzim yang berasal dari organisme transgenik. Demikian pula, bahan-bahan food additive seperti penambah cita rasa makanan, pengawet makanan, pewarna pangan, pengental pangan, dan sebagainya saat ini banyak menggunakan produk organisme transgenik

4.      Lingkungan
Rekayasa genetika ternyata sangat berpotensi untuk diaplikasikan dalam upaya penyelamatan keanekaragaman hayati, bahkan dalam bioremidiasi lingkungan yang sudah terlanjur rusak. Dewasa ini berbagai strain bakteri yang dapat digunakan untuk membersihkan lingkungan dari bermacam-macam faktor pencemaran telah ditemukan dan diproduksi dalam skala industri. Sebagai contoh, sejumlah pantai di salah satu negara industri dilaporkan telah tercemari oleh metilmerkuri yang bersifat racun keras baik bagi hewan maupun manusia meskipun dalam konsentrasi yang kecil sekali. Detoksifikasi logam air raksa (merkuri) organik ini dilakukan menggunakan tanaman Arabidopsis thaliana transgenik yang membawa gen bakteri tertentu yang dapat menghasilkan produk untuk mendetoksifikasi air raksa organik.
Keragaman metabolisme mikroba juga digunakan dalam menangani limbah dari sumber-sumber lain. Pabrik pengolahan air kotor mengandalkan kemampuan mikroba untuk mendegradasi berbagai senyawa organik menjadi bentuk nontoksik. Akan tetapi, peningkatan jumlah senyawa yang secara potensial berbahaya yang dilepas ke lingkungan tidak lagi bisa didegradasi oleh mikroba yang tersedia secara alamiah, hidrokarbon klorinasi merupakan contoh utamanya. Para ahli bioteknologi sedang mencoba merekayasa mikroba untuk mendegradasi senyawa-senyawa ini. Mikroba ini dapat digunakan dalam pabrik pengolahan air limbah atau digunakan oleh para manufaktur sebelum senyawa-senyawa itu dilepas ke lingkungannya (Chambell et al, 2000)
                         
5.       Bidang Hukum dan Forensik
            Pada kriminalitas dengan kekerasan, darah atau jaringan lain dengan jumlah kecil dapat tertinggal di tempat kejadian perkara atau pada pakaian atau barang-barang lain milik korban atau penyerangnya. Jika ada perkosaan, air mani dalam jumlah kecil dapat ditemukan dari tubuh korban. Pengujian yang digunakan biasanya menggunakan antibodi untuk menguji protein permukaan sel yang spesifik. Namun pengujian ini membutuhkan jaringan yang agak segar dengan jumlah yang relatif banyak. Pengujian DNA dapat mengidentifikasi pelaku dengan derajat kepastian yang jauh lebih tinggi karena urutan DNA setiap orang itu unik. Analisis RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphims) dengan Southern blotting merupakan metode ampuh untuk pendeteksian kemiripan dan perbedaan sampel DNA dan hanya membutuhkan darah atau jaringan lain dalam jumlah yang sangat sedikit. Misalnya dalam kasus pembunuhan metode ini dapat digunakan untuk membandingkan sampel DNA dari tersangka, korban, dan sedikit darah yang dijumpai di TKP. Probe radioaktif menandai pita elektroforesis yang mengandung penanda RFLP tertentu. Biasanya saintis forensik menguji kira-kira lima penanda, dengan kata lain hanya beberapa bagian DNA yang diuji. Akan tetapi, rangkaian penanda dari suatu individu yang demikian sedikitpun sudah dapat memberikan sidik jari DNA atau pola pita spesifik yang berguna untuk forensik karena probabilitas bahwa dua orang akan memiliki rangkaian penanda RFLP yang tepat sama adalah kecil. Autoradiografi meniru jenis bukti yang disajikan kepada para juri dalam pengadilan percobaan pembunuhan.
            Seperti yang diungkapkan oleh analisis RFLP, DNA dari noda darah pada pakaian terdakwa sama persis dengan sidik jari DNA korban tetapi berbeda dari sidik jari terdakwa. Ini membuktikan bahwa darah dari pakaian terdakwa berasal dari korban bukan dari terdakwa sendiri.

2.4  Dampak dari Penerapan Rekayasa Genetika
Meskipun terlihat begitu besar memberikan manfaat dalam berbagai bidang kehidupan manusia yang tentunya memberikan dampak positif bagi kesejahteraan umat manusia, produk teknologi DNA rekombinan (organisme transgenik beserta produk yang dihasilkannya) telah memicu sejumlah perdebatan yang menarik sekaligus kontroversial apabila ditinjau dari berbagai sudut pandang. Adapun kontroversi pemanfaatan produk rekayasa genetika antara lain dapat dilihat dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan.
1.      Aspek sosial
a.        Aspek agama
Penggunaan gen yang berasal dari babi untuk memproduksi bahan makanan dengan sendirinya akan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemeluk agama Islam. Demikian pula, penggunaan gen dari hewan dalam rangka meningkatkan produksi bahan makanan akan menimbulkan kekhawatiran bagi kaum vegetarian, yang mempunyai keyakinan tidak boleh mengonsumsi produk hewani. Sementara itu, kloning manusia, baik parsial (hanya organ-organ tertentu) maupun seutuhnya, apabila telah berhasil menjadi kenyataan akan mengundang kontroversi, baik dari segi agama maupun nilai-nilai moral kemanusiaan universal. Demikian juga,  xenotransplantasi (transplantasi organ hewan ke tubuh manusia) serta kloning stem cell dari embrio manusia untuk kepentingan medis juga dapat dinilai sebagai bentuk pelanggaran terhadap norma agama.
b.      Aspek etika dan estetika
Penggunaan bakteri E. coli sebagai sel inang bagi gen tertentu yang akan diekspresikan produknya dalam skala industri, misalnya industri pangan, akan terasa menjijikkan bagi sebagian masyarakat yang hendak mengonsumsi pangan tersebut. Hal ini karena E coli merupakan bakteri yang secara alami menghuni kolon manusia sehingga pada umumnya diisolasi dari tinja manusia.
2.        Aspek ekonomi
Berbagai komoditas pertanian hasil rekayasa genetika telah memberikan ancaman persaingan serius terhadap komoditas serupa yang dihasilkan secara konvensional. Penggunaan tebu transgenik mampu menghasilkan gula dengan derajat kemanisan jauh lebih tinggi daripada gula dari tebu atau bit biasa. Hal ini jelas menimbulkan kekhawatiran bagi masa depan pabrik-pabrik gula yang menggunakan bahan alami. Begitu juga, produksi minyak goreng canola dari tanaman rapeseeds transgenik dapat berpuluh kali lipat bila dibandingkan dengan produksi dari kelapa atau kelapa sawit sehingga mengancam eksistensi industri minyak goreng konvensional. Di bidang peternakan, enzim yang dihasilkan oleh organisme transgenik dapat memberikan kandungan protein hewani yang lebih tinggi pada pakan ternak sehingga mengancam keberadaan pabrik-pabrik tepung ikan, tepung daging, dan tepung tulang.
3.      Aspek kesehatan
a.       Potensi toksisitas bahan pangan
Dengan terjadinya transfer genetik di dalam tubuh organisme transgenik akan muncul bahan kimia baru yang berpotensi menimbulkan pengaruh toksisitas pada bahan pangan. Sebagai contoh, transfer gen tertentu dari ikan ke dalam tomat, yang tidak pernah berlangsung secara alami, berpotensi menimbulkan risiko toksisitas yang membahayakan kesehatan. Rekayasa genetika bahan pangan dikhawatirkan dapat mengintroduksi alergen atau toksin baru yang semula tidak pernah dijumpai pada bahan pangan konvensional. Di antara kedelai transgenik, misalnya, pernah dilaporkan adanya kasus reaksi alergi yang serius. Begitu pula, pernah ditemukan kontaminan toksik dari bakteri transgenik yang digunakan untuk menghasilkan pelengkap makanan (food supplement) triptofan. Kemungkinan timbulnya risiko yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan terkait dengan akumulasi hasil metabolisme tanaman, hewan, atau mikroorganisme yang dapat memberikan kontribusi toksin, alergen, dan bahaya genetik lainnya di dalam pangan manusia.
Beberapa organisme transgenik telah ditarik dari peredaran karena terjadinya peningkatan kadar bahan toksik. Kentang Lenape (Amerika Serikat dan Kanada) dan kentang Magnum Bonum (Swedia) diketahui mempunyai kadar glikoalkaloid yang tinggi di dalam umbinya. Demikian pula, tanaman seleri transgenik (Amerika Serikat) yang resisten terhadap serangga ternyata memiliki kadar psoralen, suatu karsinogen, yang tinggi.
b.      Potensi menimbulkan penyakit/gangguan kesehatan
WHO pada tahun 1996 menyatakan bahwa munculnya berbagai jenis bahan kimia baru, baik yang terdapat di dalam organisme transgenik maupun produknya, berpotensi menimbulkan penyakit baru atau pun menjadi faktor pemicu bagi penyakit lain. Sebagai contoh, gen aad yang terdapat di dalam kapas transgenik dapat berpindah ke bakteri penyebab kencing nanah Neisseria gonorrhoeae (GO). Akibatnya, bakteri ini menjadi kebal terhadap antibiotik streptomisin dan spektinomisin. Padahal, selama ini hanya dua macam antibiotik itulah yang dapat mematikan bakteri tersebut. Oleh karena itu, penyakit GO dikhawatirkan tidak dapat diobati lagi dengan adanya kapas transgenik. Dianjurkan pada wanita penderita GO untuk tidak memakai pembalut dari bahan kapas transgenik.
Contoh lainnya adalah karet transgenik yang diketahui menghasilkan lateks dengan kadar protein tinggi sehingga apabila digunakan dalam pembuatan sarung tangan dan kondom, dapat diperoleh kualitas yang sangat baik. Namun, di Amerika Serikat pada tahun 1999 dilaporkan ada sekitar 20 juta penderita alergi akibat pemakaian sarung tangan dan kondom dari bahan karet transgenik.
Selain pada manusia, organisme transgenik juga diketahui dapat menimbulkan penyakit pada hewan. A. Putzai di Inggris pada tahun 1998 melaporkan bahwa tikus percobaan yang diberi pakan kentang transgenik memperlihatkan gejala kekerdilan dan imunodepresi. Fenomena yang serupa dijumpai pada ternak unggas di Indonesia, yang diberi pakan jagung pipil dan bungkil kedelai impor. Jagung dan bungkil kedelai tersebut diimpor dari negara-negara yang telah mengembangkan berbagai tanaman transgenik sehingga diduga kuat bahwa kedua tanaman tersebut merupakan tanaman transgenik.
4.      Aspek lingkungan
a.      Potensi erosi plasma nutfah
Penggunaan tembakau transgenik telah memupus kebanggaan Indonesia akan tembakau Deli yang telah ditanam sejak tahun 1864. Tidak hanya plasma nutfah tanaman, plasma nutfah hewan pun mengalami ancaman erosi serupa. Sebagai contoh, dikembangkannya tanaman transgenik yang mempunyai gen dengan efek pestisida, misalnya jagung Bt, ternyata dapat menyebabkan kematian larva spesies kupu-kupu raja (Danaus plexippus) sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan gangguan keseimbangan ekosistem akibat musnahnya plasma nutfah kupu-kupu tersebut. Hal ini terjadi karena gen resisten pestisida yang terdapat di dalam jagung Bt dapat dipindahkan kepada gulma milkweed (Asclepia curassavica) yang berada pada jarak hingga 60 m darinya. Daun gulma ini merupakan pakan bagi larva kupu-kupu raja sehingga larva kupu-kupu raja yang memakan daun gulma milkweed yang telah kemasukan gen resisten pestisida tersebut akan mengalami kematian. Dengan demikian, telah terjadi kematian organisme nontarget, yang cepat atau lambat dapat memberikan ancaman bagi eksistensi plasma nutfahnya.
b.      Potensi pergeseran gen
Daun tanaman tomat transgenik yang resisten terhadap serangga Lepidoptera setelah 10 tahun ternyata mempunyai akar yang dapat mematikan mikroorganisme dan organisme tanah, misalnya cacing tanah. Tanaman tomat transgenik ini dikatakan telah mengalami pergeseran gen karena semula hanya mematikan Lepidoptera tetapi kemudian dapat juga mematikan organisme lainnya. Pergeseran gen pada tanaman tomat transgenik semacam ini dapat mengakibatkan perubahan struktur dan tekstur tanah di areal pertanamannya.
c.       Potensi pergeseran ekologi
Organisme transgenik dapat pula mengalami pergeseran ekologi. Organisme yang pada mulanya tidak tahan terhadap suhu tinggi, asam atau garam, serta tidak dapat memecah selulosa atau lignin, setelah direkayasa berubah menjadi tahan terhadap faktor-faktor lingkungan tersebut. Pergeseran ekologi organisme transgenik dapat menimbulkan gangguan lingkungan yang dikenal sebagai gangguan adaptasi. 
Tanaman transgenik dapat menghasilkan protease inhibitor di dalam sari bunga sehingga lebah madu tidak dapat membedakan bau berbagai sari bunga. Hal ini akan mengakibatkan gangguan ekosistem lebah madu di samping juga terjadi gangguan terhadap madu yang diproduksi.
d.      Potensi terbentuknya barrier species
Adanya mutasi pada mikroorganisme transgenik menyebabkan terbentuknya barrier species yang memiliki kekhususan tersendiri. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan adalah terbentuknya superpatogenitas pada mikroorganisme.
e.       Potensi mudah diserang penyakit
Tanaman transgenik di alam pada umumnya mengalami kekalahan kompetisi dengan gulma liar yang memang telah lama beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan yang buruk. Hal ini mengakibatkan tanaman transgenik berpotensi mudah diserang penyakit dan lebih disukai oleh serangga.
Sebagai contoh, penggunaan tanaman transgenik yang resisten terhadap herbisida akan mengakibatkan peningkatan kadar gula di dalam akar. Akibatnya, akan makin banyak cendawan dan bakteri yang datang menyerang akar tanaman tersebut. Dengan perkataan lain, terjadi peningkatan jumlah dan jenis mikroorganisme yang menyerang tanaman transgenik tahan herbisida. Jadi, tanaman transgenik tahan herbisida justru memerlukan penggunaan pestisida yang lebih banyak, yang dengan sendirinya akan menimbulkan masalah tersendiri bagi lingkungan.

BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
-          Rekayasa genetika merupakan penerapan teknik-teknik genetika molekuler untuk mengubah susunan genetik dalam kromosom atau mengubah sistem ekspresi genetik yang diarahkan pada kemanfaatan tertentu. Dasar dari pengembangan teknologi DNA Rekombinan adalah ditemukannya mekanisme seksual pada bakteri. Perangkat yang digunakan dalam teknik DNA rekombinan diantaranya enzim restriksi, enzim ligase, vektor, pustaka genom, serta enzim transkripsi balik
-          Tahapan-tahapan yang umum digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah isolasi DNA, pemotongan molekul DNA, penyisipan fragmen DNA ke dalam vektor, transformasi sel inang, pengklonaan vektor pembawa DNA rekombinan, dan identifikasi klon sel yang membawa gen yang diinginkan. Adapun metode lain yang dapat diterapkan yaitu PCR, elektroforesis, dan sekuens DNA
-          Adapun penerapan rekayasa genetika dalam kehidupan manusia yaitu di bidang pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, florikultur, farmasi, industri, lingkungan, hukum dan forensik
-          Dampak dari penerapan rekayasa genetika dapat dilihat dari aspek sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan

3.2  Saran
Adapun saran yang penulis sampaikan dalam makalah ini yaitu:
-          Kepada pembaca diharapkan dapat memahami rekayasa genetika beserta penerapan dan dampaknya dalam kehidupan manusia agar dapat digunakan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari
-          Para pembaca diharapkan dapat mengambil tindakan yang tepat dalam hal pemanfaatan produk-produk hasil rekayasa genetika agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan

5 komentar:

  1. Potensi terbentuknya barrier species??? maksudnya terbentuk barrier spesies tu bagaimana???
    trims

    BalasHapus
  2. cukup bagus, sebaiknya prlu tmbhan daftar pustaka

    BalasHapus