BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme merupakan semua makhluk yang
berukuran beberapa mikron atau lebih kecil lagi. Yang termasuk golongan ini
adalah bakteri, cendawan atau jamur tingkat rendah, ragi yang menurut
sistematik masuk golongan jamur, ganggang, hewan bersel satu atau protozoa, dan
virus yang hanya nampak dengan mikroskop elektron.
Mikroorganisme umumnya terdapat di mana-mana,
seperti di dalam tanah, di lingkungan akuatik, berkisar dari aliran air sampai
lautan, dan atmosfer. Mikroorganisme sangat erat kaitannya dengan alam dan
kehidupan manusia, beberapa diantaranya bermanfaat dan yang lain merugikan (Pelczar
dan Chan, dalam Waluyo 2009).
Mikroorganisme tidak dapat dipisahkan dengan
lingkungan abiotik dan biotik dari suatu ekosistem karena perannya sebagai
pengurai. Salah satunya adalah peran mikroorganisme yang hidup pada daerah
akuatik. Air alami tersedia sebagai habitat untuk sejumlah mikroorganisme.
Mikroorganisme tersebut dapat menempati habitat air tawar seperti danau,
sungai, kolam, habitat lautan, atau habitat estuari atau daerah antara laut dan
air-tawar. Ilmu mengenai mikroorganisme dalam lingkungan air tawar, lautan dan
estuari disebut mikrobiologi akuatik. (Waluyo, 2009).
Menurut Taringan 1988, keberadaan
mikroorganisme-mikroorganisme dalam lingkungan akuatik dan kegiatannya sangat
penting. Jasad renik tersebut dapat
mempengaruhi kesehatan manusia dan kehidupan hewan, hal ini karena mereka
menempati posisi kunci di dalam rantai makanan dengan cara menyediakan makanan
bagi kehidupan akuatik berikutnya yang bertaraf lebih tinggi. Jasad-jasad renik
tersebut membantu berlangsungnya rantai reaksi biokimiawi yang mengatur daur
ulang unsur-unsur, seperti yang terjadi di dalam tanah. Oleh karena itu dalam
makalah ini akan dikaji secara umum tentang penyebaran mikroorganisme akuatik
serta peranan mikroba di lingkungan akuatik baik yang menguntungkan maupun
merugikan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah
sebagai berikut.
1.2.1
Bagaimanakah penyebaran mikroorganisme dalam lingkungan
akuatik?
1.2.2
Faktor apa sajakah yang mempengaruhi penyebarluasan
mikroorganisme di lingkungan akuatik?
1.2.3
Apa saja komposisi mikroorganisme penyusun lingkungan
akuatik?
1.2.4
Bagaimanakah peranan mikroorganisme dalam lingkungan
akuatik?
1.2.5
Bagaimanakah peran mikroorganisme dalam siklus unsur di
lingkungan akuatik?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1
Untuk mengetahui penyebaran
mikroorganisme dalam lingkungan akuatik.
1.3.2
Untuk mengetahui factor-faktor yang
mempengaruhi penyebarluasan mikroorganisme di lingkungan akuatik.
1.3.3
Untuk mengetahui komposisi
mikroorganisme penyusun lingkungan akuatik.
1.3.4
Untuk mengetahui peran mikroorganisme
dalam lingkungan akuatik.
1.3.5
Untuk mengetahui peran mikroorganisme
dalam siklus unsur di lingkungan akuatik.
1.4 Manfaat
Ø
Bagi
Mahasiswa
Dapat menambah
pengetahuan mengenai bagaimana peranan mikroba dalam lingkungan akuatik serta
dapat mengetahui jenis mikroba akuatik yang menguntungkan dan yang dapat
merugikan makhluk hidup.
Ø Bagi Masyarakat
Dapat memberikan
pengetahuan kepada masyarakat mengenai peranan mikroba akuatik serta menambah
pengetahuan masyarakat mengenai mikroba akuatik yang dapat
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Penyebaran Mikroorganisme Dalam Lingkungan Akuatik
Mikroorganisme merupakan bagian
komponen biologis, dimana komposisi dan ukurannya tergantung dari kondisi fisik
dan kimiawi. Bakteri dan fungi berdistribusi hampir pada semua air, namun
memiliki jumlah dan jenis yang berbeda-beda antara sungai, danau dan laut.
Bakteri dan fungi heterofilik dapat hidup hanya dengan mengggunakan bahan-bahan
organik, baik yang disintesis dan diresintesis oleh organisme yang lain dalam
mendapatkan nutriennya. Distribusi mikroorganisme dalam air merupakan hasil
dari interaksi semua faktor biotik dan faktor abiotik. Tipe air seperti sungai,
danau, dan laut juga mempengaruhi distribusi dari bakteri dan fungi (Waluyo,
2009).
a)
Distribusi pada Mata Air dan Sungai
Hanya sedikit bekteri yang ditemukan
dalam mata air, karena nutriennya sedikit. Jumlah total bakteri berkisar dari ratusan
hingga ribuan per mililiter dan jumlah saprofit umumnya antara 10 sampai
beberapa ribu. Hal ini karena mata air mengandung konsentrasi nutrien yang
rendah, dan biasanya terdapat bakteri yang sangat kecil berbentuk kokus dan
batang pendek bila dilihat dengan mikroskop cahaya. Pada beberapa mata air,
khususnya pada tepi mata air, Cyanophyta juga
ditemukan. Komposisi spesies tergantung pada temperatur dan mineral. Synechococcus lividus ditemukan pada
sumber air panas di Taman Nasional Yellowstone pada suhu 73-74oC.
Biomassa terbesar juga ditemukan pada sumber mata air panas Hunter di Oregon,
Amerika Serikat. Disamping itu juga ditemukan lapisan bakteri fototropik. Pada
temperatur di bawah 53oC Oscillatoria
terebriformis juga dapat berkembang, dan pada suhu 47-48oC
digantikan oleh Pleurocapsa dan Calothrix. Di Islandia dan Selandia Baru,
Mastigicladus laminosus ditemukan
pada suhu 63-64oC. Temperatur ini menunjukkan batas teratas untuk
kehidupan tumbuhan hijau. Pada sumber mata air panas di atas suhu 50oC
hanya bakteri dan Cyanophyta yang dapat hidup. Jadi pada lingkungan tersebut
hanya prokariot yang dapat hidup.
Jumlah bakteri saprofit di sungai dan mata
air tergantung dari musim. Pada musim panas dan musim dingin akan memiliki
jumlah yang berbeda dan mengalami fluktuasi. Jumlah bakteri tertinggi pernah
dihitung selama musim dingin dengan keadaan temperatur rendah dengan nutrisi
yang didapatkan dari limbah. Jumlah yeast di sungai meningkat karena limbah
yang dibuang ke sungai cukup besar. Pada arus air yang jernih yeast jarang
ditemukan. Spora-spora jamur tingkat tinggi secara melimpah berada di sungai
dan merupakan bagian penting dari peningkatan limbah. Sedangkan komposisi
populasi fungi tingkat rendah tergantung dari jumlah bahan organik yang masuk.
b)
Distribusi pada Danau
Jumlah bakteri saprofit di danau
tergantung dari tipe danau. Pada danau tipe oligotrofik berbeda dengan tipe
danau mesotrofik, danau eutrofik, dan distrofik. Jumlah terbesar biasanya pada
tipe danau eutrofik. Pada danau yang jernih jumlah tertinggi bakteri pada saat
jumlah nutrien fitoplankton diproduksi paling tinggi. Distribusi vertikal
bakteri tergantung dari perbedaan musim. Selama musim panas yang paling
berkembang adalah alga dan bakteri. Tidak hanya jumlah total bakteri pada berbagai
zona yang berbeda tetapi juga komposisi dari spesiesnya. Bakteri heterotrofik
mencapai jumlah maksimum bila berada dalam zona termoklin dan yang kedua di
atas dasar danau.
Distribusi mikroba pada danau mesotrofik
dipengaruhi oleh persediaan oksigen. Bakteri Metallogenium personatum ditemukan pada lapisan 10 meter dari
permukaan. Pada kedalaman 10,75 meter, dimana H2S selalu ada maka
bakteri sulfur seperti Rhodothece
conspicua dan Thiocapsa sp.
mencapai jumlah maksimum. Bakteri sulfur hijau, misalnya Pelodictyon luteolum di bawah kedalaman 11-11,5 meter menjadi
paling dominan jumlahnya. Sejumlah bakteri coklat Chlorochromatium dan Pelodictyon
roseoviride juga didapatkan pada kedalaman 11-12 meter. Bakteri Peloploca pulchra didapatkan pada
kedalaman 13,0-22,5 meter. Jumlah terbesar bakteri fotototrof yang pernah
diobservasi di danau eutrofik bergaram adalah 48 juta per ml, dan pada danau
oligotrofik air tawar mencapai 3,5 juta per ml.
Cyanophyta tersebar luas dalam danau
perairan dalam. Pada danau oligotrofik, fitoplankton ini tergolong sangat
kecil. Proses peningkatan dengan cara eutrofikasi. Dalam danau eutrofik,
Cyanophyta terdapat pada musim panas dan nampak warna kehijauan pada air. Hal
ini terjadi pada lapisan sekitar 1-2 meter. Peningkatan eutrofikasi juga
meningkatkan perubahan populasi Cyanophyta, misalnya Oscillatoria rubescens.
c)
Distribusi pada Laut
Kebutuhan akan nutrien merupakan bagian
pada laut terbuka sehingga mempengaruhi flora normal. Jumlah bakteri saprofit
pada berbagai bagian laut berbeda-beda. Hal ini karena perbedaan tempat dan
fluktuasi musim. Jumlah bakteri saprofit
pada suatu teluk lebih tinggi daripada laut terbuka. Pantai yang
tercemar juga mengandung banyak bakteri soprofit karena mengandung bahan-bahan
organik yang cukup tinggi, sedangkan jumlah bakteri saptofit biasanya rendah.
Distribusi vertikal bakteri saprofit mencapai jumlah tertinggi pada zona
eufotik, tetapi tidak pada zona atas dengan kedalaman 10-50 meter. Di bawah 200
meter hanya sangat kecil jumlah bakteri saprofit yang ditemukan, dan di bawah
1000 meter jumlah sangat sedikit.
Cyanophyta berperan penting sebagai
fitoplankton di laut. Anggota dari genus Trichodesmium
tersebar luas di perairan tropis. Cyanophyta tidak hanya dapat diobservasi dari
zona fotik tetapi juga dapat diambil dari laut yang lebih dalam. Misalnya genus
Nosctoc dan spesies Dactyliococcopsi dari Samudera Indonesia
dan Samudera Atlantik. Nosctoc
planktonicum juga didapatkan pada kedalaman 1000 meter.
Distribusi Phycomycetes laut telah diteliti di luat utara dan laut Atlantik
Tenggara. Jumlah tertinggi sebanyak 2000 fungi per liter didapatkan pada tanah
di dekat laut terbuka. Perbedaan jumlah disebabkan pengaruh musim. Sedangkan
distribusi yeast di laut juga telah dipelajari. Jumlah yeast relative tinggi
dalam pantai yang banyak limbah. Walaupun demikian, yeast masih dapat ditemukan
pada laut terbuka, misalnya di Samudera Indonesia pada kedalaman 2000 meter.
d)
Distribusi pada Sedimen Perairan Dalam
Koloni mikroorganisme dalam jumlah besar
bisa didapatkan dari lapisan atas lumpur suatu danau karena memiliki bahan
organik yang tinggi. Keberadaan mikroorganisme tersebut dapat dihitung dengan
hitung mikroskopik langsung. Jumlah bakteri yang ditemukan antara 1.000.000
sampai dengan beberapa ratus juta per gram lumpur. Jumlah bakteri saprofit
secara umum sebanyak beberapa puluh ribu sampai beberapa ratus ribu per gram
lumpur. Pada air yang tercemar didapatkan jumlah yang lebih besar.
Lumpur yang berisi bakteri dan
bahan-bahan organik yang telah terurai dapat didapatkan dari kedalaman lumpur
yang hanya beberapa sentimeter. Pada kedalaman 1 m jumlah bakteri hanya sedikit
dibandingkan pada permukaan. Hampir dalam semua endapan danau, di samping
Eubacteria, Actinomycetes juga dapat dideteksi. Jumlah Actinomycetes menurus
sesuai dengan kedalaman. Demikian juga, jumlah fungi dalam lumpur danau juga
menurun dengan meningkatnya kedalaman sedimen.
e)
Distribusi pada Sedimen Laut
Bakteri dan fungi didapatkan juga dari
sedimen laut seperti yang ditemukan pada laut dalam. Mikroorganisme dapat
mengabsorbsi partikel-partikel dalam sedimen, sehingga hal ini salah satu
kesulitan dalam hal menghitung jumlahnya. Jumlah total bakteri pada lapisan
atas tergantung pada macam sedimen dan kedalaman air, yakni jumlahnya antara beberapa
ratus ribu sampai beberapa puluh juta per cm3.
Jumlah bakteri saprofit dalam sedimen
menurun karena terjadi penurunan bahan-bahan organik semakin ke dalam. Jumlah
tertinggi bakteri dan fungi hampir semua didapatkan hanya dari beberapa
sentimeter lapisan atas sedimen. Setiap 10 cm di bawah permukaan jumlah bakteri
berkurang beberapa persen; di bawah 100 m dari permukaan sedimen jumlah bakteri
dan saprofit menurun jauh.
2.2
Faktor Penyebarluasan Mikroorganisme di Lingkungan Akuatik
Berbagai macam mikroorganisme
ditemukan dalam lingkungan akuatik, penyebarluasannya ditentukan oleh faktor
kimia dan fisik yang terdapat dalam lingkungan tersebut. Faktor lingkungan ini
sangat berbeda satu dengan yang lainnya seperti suhu, tekanan hidrostatik,
cahaya, salinitas, turbiditas, pH, dan nutrien.
a.
Temperatur
Temperatur air
permukaan berkisar antara 0 oC di daerah kutub sampai 40oC
di daerah equator. Di bawah permukaan lebih dari 90% lingkungan laut memiliki
temperatur di bawah 5 oC, suatu kondisi yang disukai untuk
pertumbuhan mikroorganisme psikrofilik. Sejumlah bakteri termofilik dapat
diisolasi dari endapan anaerobik dekat palung pada dasar lautan. Sebagai
contoh, archaeobacteria Pyrodictium occultum, diisolasi dari bawah laut
dekat pulau Volcano, Itali, dimana air bertemperatur 103oC. Dari
hasil penelitian di laboratorium, bakteri tersebut dapat tumbuh secara optimum
pada temperatur 105oC dan tidak tumbuh pada temperatur di bawah 82oC.
Pyrodictium occultum merupakan bakteri autotrof anaerobik yang tumbuh
melalui pembentukan hidrogen sulfida (H2S) dari gas hidrogen (H2)
dan unsur sulfur (S). Pyrobaculum organotrophum, mewakili kelompok baru
archaebakteria hipertermofilik dari laut pada bagian dunia yang berbeda.
Spesies dari genus ini dapat tumbuh optimal pada temperatur 100 oC,
merupakan bakteri bentuk batangra, gram negatif, anaerob sempurna, dan bergerak
dengan flagela.
b.
Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik
merupakan tekanan pada dasar suatu kolom vertikal air. Tekanan tersebut
meningkat menurut kedalaman pada kisaran 1 atmosfir tekanan (14,7 psi) dari
setiap 10 m. Pada daerah yang sangat dalam, seperti dekat dasar lautan, tekanan
hidrostatik sangat besar dan dapat menyebabkan perubahan dan mempengaruhi
sistem biologik, seperti perubahan kecepatan reaksi kimia, kelarutan nutrien,
dan titik didih air. Organisme barofilik merupakan organisme yang tidak dapat
tumbuh pada tekanan atmosfir normal. Sejumlah bakteri barofilik dapat diisolasi
dari parit lautan. Pasifik pada kedalaman antara 1000-10.000 m. Isolasinya
membutuhkan alat-alat khusus yang memelihara tekanan tinggi pada sampel dari
waktu pengambilan sampai, dan selama masa pembiakkan. Umumnya bakteri barofilik
dapat tumbuh baik pada tekanan yang kurang dari tempat asalnya dan hampir
seluruhnya diinkubasi pada temperatur psikrofilik (sekitar 2 oC).
c.
Cahaya
Sebagian besar bentuk
kehidupan akuatik bergantung (baik langsung maupun tidak langsung) pada produk
metabolik organisme fotosintetik. Organisme fotosintetik utama dalam sebagian
besar habitat aquatik adalah alga dan Cyanobacteria
pertumbuhannya dibatasi oleh lapisan permukaan air dimana cahaya dapat
menembus. Bagian dalam air dimana terjadi fotosintesis disebut zona fotik.
Ukuran zona ini berbeda bergantung pada kondisi daerah seperti posisi matahari,
musim, dan khususnya kekeruhan air. Umumnya, aktivitas fotosintetik dibatasi
pada kedalaman kurang dari 50-125 m badan air, bergantung pada kejernihan air.
d.
Salinitas
Salinitas atau
konsentrasi NaCl air alami berkisar antara 0% dalam air-tawar sampai 32% NaCl
dalam danau asin seperti the Great Salt Lake di Utah. Air laut
mengandung NaCl sekitar 2,75%; konsentrasi garam total air laut (NaCl ditambah
garam lainnya) berkisar antara 3,3 – 3,7%. Di samping NaCl garam lain yang
ditemukan dalam air ialah natrium karbonat, sulfat dan kalium sulfat, klorida
dan karbonat, kalsium dan magnesium. Konsentrasi garam pada daerah yang dangkal
dan dekat mulut/hilir sungai biasanya rendah. Pada daerah estuari, konsentrasi
garam berbeda dari dasar sampai permukaan, dari hulu sampai hilir, dan dari
musim ke musim, menciptakan bahkan merubah kondisi bentuk kehidupan yang
menempati badan air tersebut. Sebagian besar mikroorganisme laut merupakan
halofilik, yang tumbuh dengan baik pada konsentrasi NaCl kurang dari 2,5 -
4,0%. Dengan kata lain, mikroorganisme dari danau dan sungai dapat dihambat
pertumbuhannya dengan konsentrasi NaCl lebih dari 1%.
e.
Turbiditas
Turbiditas atau
kekeruhan menandakan perbedaan dalam kejernihan air. Laut Adriatik bersih dan
berkilauan pada bagian kedalaman sedangkan sungai Mississipi sangat keruh.
Bahan yang tercampur yang mampu mengeruhkan air adalah :
1.
Partikel bahan mineral;
2. Detritus, partikel bahan organik seperti
potongan selulosa, hemiselulosa, dan kitin dari hasil dekomposisi hewan dan
tumbuhan;
3.
Suspensi mikroorganisme
Air yang sangat keruh,
menyebabkan kurang tembus cahaya, zona fotik kurang dalam. Partikel bahan-bahan
juga tersedia sebagai tempat menempelnya mikroorganisme. Beberapa spesies
bakteri menempel pada permukaan yang padat dengan maksud berkolonisasi,
misalnya Epibakteria. Partikel tersebut juga tersedia sebagai substrat untuk
metabolisme mikroorganisme.
f.
Konsentrasi Ion Hidrogen (pH)
Mikroorganisme aquatik
biasanya tumbuh baik pada pH 6,5-8,5. Air laut memiliki pH 7,5-8,5, dan sebagian
besar mikroorganisme laut tumbuh baik pada media kultur dengan pH 7,2-7,6.
Danau dan sungai dapat memiliki kisaran pH yang luas bergantung pada kondisi
lingkungan setempat. Sebagai contoh, archaebakteria dapat diisolasi dari danau
garam di Afrika, dimana pH tinggi sekitar 11,5, spesies archaebakteria lain
dapat hidup pada pH sangat rendah 1,0 atau kurang.
g.
Nutrien
Jumlah dan macam bahan
organik dan anorganik (nutrien) yang terdapat dalam lingkungan aquatik secara
nyata membantu pertumbuhan mikroorganisme. Nitrat dan fosfat merupakan unsur
anorganik yang mendukung pertumbuhan alga. Kelebihan nitrat dan/atau fosfat
dapat menyebabkan kelebihan pertumbuhan alga (‘blooming’) pada badan air
dan memperbesar penggunaan oksigen dalam air, juga menutupi permukaan air,
sehingga air sulit ditembus cahaya, dan akhirnya mematikan semua kehidupan
dalam air. Jumlah nutrien dalam badan air mengarah pada penimbunan nutrien
dalam suatu lingkungan. Air dekat-pantai, yang menerima air limbah domestik
yang mengandung senyawa organik dan anorganik, merupakan daerah yang mengalami
peningkatan dan penurunan secara singkat timbunan nutrien, sedangkan laut lepas
memiliki timbunan nutrien yang lebih rendah dan stabil. Limbah industri dan
limbah pertanian dapat mengandung zat antimikroba, merkuri dan logam berat lain
juga dapat memasuki daerah estuari dan air pantai. Sejumlah alga akuatik
menghasilkan toksin yang mematikan ikan dan hewan lain. Toksin tersebut
dikeluarkan dari sel atau melalui dekomposisi alga oleh bakteri dalam kondisi
“blooming”. Alga laut tertentu (Gymnodinium dan Gonyaulax) dapat
menghasilkan neurotoksin yang mematikan hewan akuatik. Toksin tertentu dapat
terkonsentrasi dalam kelenjar pencernaan moluska (kerang-kerangan) dan
menyebabkan paralisis pada manusia yang mengkonsumsi kerang beracun tersebut.
2.3
Komposisi Mikroorganisme Penyusun Lingkungan Akuatik
Seperti umumnya di
dalam habitat atau tempat hidup lainnya, kelompok yang didapatkan hidup di air
terdiri dari bakteri, fungi, mikroalga, virus dan protozoa. Kelompok-kelompok
tersebut kehadirannya dalam air ada yang mendatangkan keuntungan, tetapi juga
banyak yang mendatangkan kerugian. Secara umum mikroorganisme yang terdapat di
air adalah:
1. Bakteri
Jenis komposisi habitat bakteri
akuatik tidak hanya tergantung pada zat organik dan zat anorganik, pH,
turbiditas dan temperatur, tetapi juga sumber asal mikroorganisme yang masuk ke
air. Kebanyakan bakteri akuatik adalah heterotropik, yakni hidup dengan
menggunakan zat organik. Secara morfologis bakteri akuatik mempunyai bentuk
yang hampir sama dengan tipe bentuk dasar bakteri yang terdapat di darat.
Kebanyakan bakteri akuatik adalah motil dengan flagella. Fimbriae juga
ditemukan sebagai tambahan flagella. Mereka berkoloni memebentuk bentukan
koloni seperti bintang, fimbriae atau pili secara umum lebih tipis daripada
flagella.
a. Bakteri
pada Perairan Dalam
Bakteri flora
pada permukaan perairan lebih banyak dan bervariasi daripada perairan
subterania. Komposisi bakterinya tergantung dari siplai nutrisi-nutrisi dalam
air. Pada air mengalir dengan nutrisi yang miskin, bakteri gram negatif
berbentuk batang nonspora lebih dominan dan juga terdapat bakteri seperti Hyphomicrobium, Caulobacter, Gallionella serta Pseudomonas.
Sungai-sungai
membawa banyak limbah dengan banyak bakteri. Contohnya bakteri Escerichia coli yang dinamakan strain
koliform dan Salmonella patogenik
sebagai penyebab demam tifoid. Limbah sungai juga mengandung bakteri Proteus vulgaris dan Clostridia. Bakteri Desulphovibrio desufuricans yang mampu mereduksi sulfat juga sering
ditemukan. Bakteri yang berada dalam danau seperti genus dari Achromobacter, Flavobacterium,
Brevibacterium, Vibrio, Spirillum, Micrococcus, Sarcina, Bacillus, Pseudomonas,
Nocardia, Streptomyces, Micromonospora dan Cytophaga. Jumlah genus yang lain tergantung tipe danau dan kondisi
setempat.
Pada danau
eutropik terdapat secara melimpah bakteri sulfur nonpigmen, misalnya Thiospira, Thiothrix dan Thioploch serta bakteri yang
mengoksidasi metana seperti Pseudomonas
methanica. Bakteri khemoototrof juga terdapat dalam danau, misalnya bakteri
Nitrosomonas europea, Nitrobacter
winogradskyi, Thiobacillus, dan bakteri besi. Bagian penting dalam danau
eutropik adalah bakteri fototootrof. Bakteri-bakteri tersebut adalah kelompok
bakteri yang sedikit menerima cahaya. Berikut merupakan gambar dari bakteri
perairan dalam.
b. Bakteri
pada Danau Bergaram
Pada dekade
tahun terakhir telah ditemukan bakteri yang dapat hidup di danau besar bergaram
di Utah (Amerika Serikat) dan Laut Mati, yaitu terdapat air yang mengandung
kadar garam sangat tinggi. Mayoritas bakteri yang hidup di danau bergaram
dengan kadar garam yang tinggi yaitu bakteri halofilik. Kebanyakan organisme
halofilik ekstrim dapat berkembang secara optimal dengan kadar garam 20-30%.
Mereka mempunyai pigmen merah, contohnya adalah Halobacterium dan Halococcus.
Genus bakteri Halobacterium memiliki
kemampuan tumbuh dengan kadar garam di atas 12%.
Di samping
bakteri Halobacterium, Larsen (1962)
dalam Rheinheimer, 1980 mengelompokkan bakteri halofilik yang ekstrim pada
organisme yang berbentuk kokoid. Berbagai strain Halococcus morrhuae telah
diisolasi dari Laut Mati. Organisme tersebut menunjukkan pigmentasi warna
merah. Mereka dapat tumbuh paling baik pada konsentrasi garam 20-25% dan tidak
dapat hidup dengan konsentrasi garam di bawah 10%. Selain itu pada danau
bergaram juga terdapat bakteri halofilik moderat dengan kadar garam optimum
5-20%. Chromobacterium maris-mortui dapat
tumbuh dengan kadar garam optimum 12%. Pada danau yang mengandung hydrogen
sulfida yang berkembang dalam jumlah besar terdapat bakteri hijau dan ungu,
misalnya Chlorobium, Pelodictyon,
Prosthecocholoris, Chromatium, Ectothiorhodospira, dan Thiocapsa.Berikut merupakan gambar dari bakeri pada danau bergaram.
c. Bakteri
Laut
Laut memiliki
konsentrasi garam rata-rata 3,5% yang merupakan konsentrasi optimal bagi
kebanyakan bakteri-bakteri di laut. Kebanyakan bakteri laut bersifat anaerob
fakultatif, tetapi dapat tumbuh lebih baik dengan adanya oksigen. Beberapa
bakteri laut dapat tumbuh pada temperatur rendah antara 0-40C dan
temperatur optimalnya 18-220C. Sebagian besar bakteri laut bersifat
gram negatif, berflagella, batang tak berspora. pada umumnya bakteri yang
berhabitat di laut antara lain Pseudomonas,
Vibrio, Spirillum, Achromobacter dan Flavobacterium.
Pada beberapa
tempat di laut tersebar bakteri luminesensi yang menarik. Bakteri ini memiliki
kemampuan dalam mentransfer energi kimia ke dalam energi cahaya dan
menghasilkan cahaya kehijauan yang terang/cerah. Beberapa bakteri luminisensi
digolongkan menjadi dua, yaitu genus Photobacterium
dan genus Vibrio. Disamping
bakteri heterotrofik, bakteri fototropik dan bakteri kemototrofik juga terdapat
di laut. Organisme fototropik ada apabila terdapat hidrogen sulfida dan cahaya
untuk proses fotosintesis. Bakteri kemototrofik dapat ditemukan di air teluk
terutama pada laut terbuka. Spesies pengoksidasi sulfur, yakni Thiobacillus merupakan bakteri yang
berhabitat di laut yang menghasilkan hidrogen sulfida, misalnya pada air pantai
yang tercemar. Bakteri nitrit (yang mengoksidasi ammonia menjadi nitrit atau
mengoksidasi nitrit menjadi nitrat) terdapat di Laut Utara dan Lautan Atlantik.
Bakteri pertama yang ditemukan adalah bakteri Nitrosocystis oceanus yang terdapat pada kedalaman yang bervariasi
pada Lautan Atlantik. Bakteri besi
dan bakteri mangan (yang mengoksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ dan mengoksidasi Mn2+ menjadi Mn3+
juga didapatkan pada habitat laut.
Berikut merupakan gambar dari bakteri pada laut.
2. Cyanophyta
Cyanophyta atau
alga hijau biru adalah termasuk prokariot, dan istilah yang lain adalah
Cyanobacteria. Mempunyai membrane plastid dan mitokondria, berpigmen klorofil
a, β-karoten dan fikobilin yang berfungsi untuk pigmen fotosintesis. Beberapa
spesies memiliki ciri khas warna hijau biru yang dinamakan fikosianin. Beberapa
yang lain memiliki pigmen hijau kekuningan dan warna merah yang dinamakan
fikoerithrin. Morfologi Cyanophyta bermacam-macam. Bentuknya ada yang sferis,
telur, koloni seperti pita yang terjadi atau terdiri dari sel yang lebih banyak
atau lebih sedikit sekitar selubungnya. Cyanophyta memainkan peran penting
dalam kehidupan di permukaan air. Ada yang hidup bebas dan ada bentuk yang
tidak bebas, yang dapat tersebar pada permukaan tumbuhan dan hewan air sebagai
substratnya. Beberapa spesies tumbuh dengan bersimbiosis dengan tumbuhan dan
hewan tingkat rendah.
a. Cyanophyta
pada Perairan Dalam
Perairan dalam
merupakan habitat utama Cyanophyta dan memainkan peran sebagai bagian bagian
transformasi materi. Keberadaan alga di sungai mengikuti aliran air. Pada air
yang mengalir deras terdapat antara lain Pleurocapsa,
Hidrococcus dan Chamaesiphon dan
berada pada permukaan batu. Pada air pegunungan didapatkan bentukan Rvularia haematites. Nostoc verrucosum juga
dapat tumbuh pada aliran air yang deras. Pada sungai besar, keberadaan plankton
lebih dominan, misalnya Aphanizomenon
flosaquae. Beberapa ratus spesies Cyanophyta diketahui terdapat di danau.
Mereka meliputi Cyanophyta Chroococcal dan Hormogonal. Berikut gambar
cyanophyta di perairan dalam.
b. Cyanophyta
pada Danau Bergaram
Beberapa
spesies Cyanophyta relatif toleransi terhadap kadar garam tinggi. Misalkan yang
ditemukan di Laut Kaspia. Diantara spesies yang menyebabkan blooming plankton adalah Aphanizomenon flos-aquae, genus Aphanothece, Coelospaherium, Chroococcus,
Gomphosphaeria, Anabaena dan Oscillatoria. Berikut merupakan gambar
cyanophyta danau bergaram.
c. Cyanophyta
Laut
Pada habitat
laut, Cyanophyta tidak memainkan peran yang penting seperti halnya pada danau
perairan dalam, terkecuali di daerah Artik dan Antartika. Trichodesmium berkembang baik pada perairan tropis. Genus ini yang
berbentuk filamen dapat menyebabkan blooming
plankton. Berikut merupakan gambar dari chyanophyta laut.
3. Fungi/Jamur
Jamur merupakan
organisme heterotrofik, yang tergantung terhadap kehadiran senyawa-senyawa
organik. Bentuk-bentuk saprofitik dalam air yang ditemukan seperti halnya
parasit yang menyerang sebagian besar tanaman air dan binatang air. Ada jamur
yang hanya mampu sebagai saprofitik atau sebagai parasititik, tetapi ada juga
yang bertindak sebagai parasit fakultatif, dimana mereka mendapatkan makanan
dari bahan-bahan yang telah mati atau hidup parasit pada organisme lain. Ada
juga fungi yang mampu dengan mekanisme yang canggih memangsa Protozoa,
Rotatoria atau Nematoda. Fungi yang demikian dinamakan predator.
Kebanyakan fungi
akuatik memerlukan oksigen bebas. Beberapa fungi dapat tumbuh pada pH 3,2 –
9,6; misalkan Achlya racemosa dan Saprolegnia manoica. Fungi lebih banyak
memiliki variasi morfologis dibandingkan bakteri dan mempunyai sel yang lebih
besar. Fungi tingkat rendah akuatik bersifat uniseluler, pada bentukan yang
lebih tinggi mampu menghasilkan miselium. Kehidupan fungi berkoloni atau hidup
pada bahan-bahan yang telah mati. Fungi tingkat tinggi yang sebagian besar
diwakili oleh Ascomycetes juga didapatkan pada air, sedangkan Basidiomycetes
memainkan peran yang kecil pada habitat akuatik.
a. Fungi
pada Perairan Tawar
Mikroflora fungi
pada air subteranea tidak begitu memainkan peran yang penting. Dalam air bersih
fungi hampir tidak didapatkan, karena kekurangan nutrien. Tetapi fungi dapat
berada dalam sumber air bersih dan
sungai. Beberapa koloni dapat tumbuh dengan nutrien yang sedikit atau pada
aliran air eutrofik. Sejumlah Phycomycetes parasitik dalam air tidak hanya
menyerang alga dan binatang-binatang kecil, tetapi juga menyerang telur dan
larva Crustacea dan ikan.
Pycomycetes
merupakan mikroflora penting dalam danau. Kelompok ini yang dominan adalah
adalah Chytridiales dan Saprolegniales yang bertindak sebagai
spesies parasitik dan saprofitik. Anggota genus Leptolegnia, Achlya, dan Aphanomyces
juga sering dijumpai di danau.
b. Fungi
pada Danau Bergaram
Sejumlah fungi
yang diketahui terdapat di laut juga terdapat di danau bergaram dengan
konsentrasi garam yang rendah. Anastaciou, 1963 dalam Rheiheimer, 1980
menemukan Ascomycetes di Laut Salton, California. Rhizopidium halophilum tumbuh pada habitat perairan bergaram atau
pada sebuah teluk.
c. Fungi
Laut
Organisme dari
genus Olpidium, Rozella, Chytridium,
Rhizophydium, Sirolpidium dan Ectrogella
yang berperan sebagai parasit di laut. Ada sekitar 91 spesies yang
didapatkan di laut. Basidiomycetes yang berada dalam laut antara lain Nia vibrissa, Diditatispora marina dan Melanotaenium ruppiae.
4. Virus
Virus juga
terdapat di dalam air. Virus sebagian besar terdiri dari asam nukleat yang
dinamakan materi genetic. Asam nukleat ini dikelilingi oleh suatu selubung
protein yang dinamakan kapsid. Virus juga didapatkan pada sejumlah hewan air,
yang meliputi virus DNA dan virus RNA. Lebih banyak virus yang menyebabkan
penyakit pada ikan dan menyebabkan kerugian ekonomis. Virus juga ditemukan pada
alga uniseluler dan alga multiseluler seperti juga yang ditemukan pada sejumlah
hewan air.
Ilmuwan berhasil
menemukan virus terbesar yang pernah ada di Bumi di perairan Chile yang diberi
nama Megavirus chilensis. Virus ini
memiliki ukuran 10-20 kali lebih besar dibanding virus rata-rata. Megavirus chilensis ini memiliki ukuran sedikit lebih besar daripada Mimivirus yang sempat
memegang julukan virus terbesar dunia itu. Mimivirus ditemukan di perairan
dingin di Inggris pada 1992. Virus ini
lebih besar dari beberapa bakteri. Tak butuh miskroskop electron untuk
melihatnya. Virus ini bisa dilihat dengan mikroskop cahaya biasa.
2.4
Peran Mikroorganisme Dalam Lingkungan Akuatik
Peran mikroorganisme sangat penting dalam
siklus kehidupan air. Kontribusi mikroorganisme ini mampu menguraikan
bahan-bahan organik dan mempercepat kemungkinan kembalinya unsur-unsur anorganik
penting ke dalam siklus zat organik baru. Menurut suriawiria (1985), kehadiran
mikroba di dalam air, mungkin akan mendatangkan keuntungan tetapi juga mungkin
mendatangkan kerugian.
1) Mendatangkan
keuntungan
a. Banyak
plankton, baik yang terdiri dari plankton-tumbuhan (fitoplankton) ataupun
plankton-hewan (zooplankton), merupakan makanan utama ikan-ikan kecil. Sehingga
kehadirannya merupakan tanda kesuburan kolam ikan misalnya, untuk perikanan.
Ini misalnya untuk jenis-jenis microalgae yaitu Chlorella, Scenedesmus,
Hydrodiction, Pinnularia, Sinedra, dan sebagainya.
b. Banyak
jenis bakteri atau fungi di dalam badan air berlaku sebagai jasad decomposer.
Artinya jasad tersebut mempunyai kemampuan untuk mengurai atau merombak senyawa
yang berada (masuk) ke dalam badan air. Sehingga kehadirannya telah
dimanfaatkan di dalam rangka pengolahan buangan di dalam air secara biologis.
c. Pada
umumnya microalgae mempunyai klorofil, sehingga dapat melakukan proses
fotosintesis dengan menghasilkan oksigen. Di dalam air, kegiatan fotosintesis
tersubut akan menambah jumlah (kadar) oksigen di dalamnya, sehingga nilai
kelarutan oksigen (umumnya disebut DO atau dissolved oxygen) akan naik atau
bertambah.
d. Kehadiran
hasil uraian senyawa hasil rombakan bakteri atau fungi, ternyata digunakan atau
dimanfaatkan oleh jasad-jasad lain, antara lain oleh microalgae, oleh bakteri
atau fungi sendiri. Sehingga dalam masalah ini jasad-jasad pengguna tersebut
dinamakan consumer atau jasad pemakai. Tanpa adanya jasad pemakai, kemungkinan
besar penimbunan (akumulasi) hasil uraian tersebut dapat mengakibatkan
keracunan terhdap jasad lain, khususnya ikan.
e. Penggunaan Bakteri dalam Menguraikan Detergen
Alkil benzil sulfonat (ABS) adalah
komponen detergen, yang merupakan zat aktif yang dapat menurunkan tegangan muka
sehingga dapat digunkan sebagai pembersih. ABS mempunyai Na-sulfonat polar dan
ujung alkil non-polar. Pada proses pencucian, ujung polar ini menghadap ke
kotoran (lemak) dan ujung polarnya menghadap ke luar (ke-air). Bagian alkil
dari ABS ada yang linier dan non-linier (bercabang). Bagian yang bercabang
ABS-nya lebih kuat dan berbusa, tetapi lebih sukar terurai sehingga menyebabkan
badan air berbuih. Sulitnya peruraian ini disebabkan karena atom C tersier
memblokir beta-oksidasi pada alkil. Hal ini dapat dihindari apabila ABS
mempunyai alkil yang linier. Namun ada beberapa bakteri yang dapat menguraikan
ABS meskipun memakan waktu yang cukup lama. Bakteri pengurai deterjen antara
lain Basilus subtilus, Vibrio coma,
Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia
coli
2)
Mikroorganisme yang merugikan
Yang paling
dikhawatirkan adalah kalau di dalam badan air terdapat jasad-jasad mikro
penyebab penyakit, seperti:
a)
Salmonella
penyebab penyakit tifus adalah bakteri gram negatif berbentuk batang, tidak
membentuk spora namun bersifat patogen, baik pada manusia ataupun hewan. Dapat
menyebabkan demam typhoid (typoid fever). Sebenarnya penyakit demam typoid
dapat dipindahkan dengan perantara makanan yang terkontaminasi dan dengan
kontak langsung dengan si penderita. Namun yang paling umum sebagai fakta
penyebab adalah air. Air dapat terkontaminasi oleh bakteri ini karena kesalahan
metode pemurnian air atau kontaminasi silang (Cros contaminant) antara pipa air
dengan saluran air limbah (Tarigan, 1988).
b)
Clostridium
prefringens adalah bakteri gram positif pembentuk spora yang sering
ditemukan dalam usus manusia, tetapi kadang-kadang juga ditemukan di luar usus
manusia (tanah, debu, lingkungan dan sebagainya).
c)
Escherichia coli
adalah bakteri gram negatif berbentuk batang yang tidak membentuk spora dan
merupakan flora normal di dalam usus. E.coli termasuk bakteri komensal yang
umumnya bukan patogen penyebab penyakit namun bilamana jummlahnya melampaui
normal maka dapat pula menyebabkan penyakit. E. coli merupakan salah satu
bakteri coliform.
d) Leptospira merupakan bakteri berbentuk
spiral dan lentur yang merupakan penyebab penyakit leptosporosis. Penyakit ini
merupakan penyakit zoonosis atau penyakit hewan yang bisa berpindah ke manusia.
Pada umumnya penyebaran bakteri ini adalah pada saat banjir.
e)
Shigella
dysentriae adalah basil gram negatif, tidak bergerak. Bakteri ini
menyebabkan penyakit disentri (mejan). Spesies lain seperti S. sonnei dan S. paradysentriae juga menyebabkan penyakit disentri (Dwijoseputro,
1976).
f)
Vibrio comma
adalah bakteri yang berbentuk agak melengkung, gram negatif dan monotrik.
Bakteri ini menyebabkan penyakit kolera yang endemis di indonesia dan
sewaktu-waktu berjangkit serta memakan banyak korban (Dwijoseputro, 1976).
g)
Ascaris
penyebab penyakit cacing, dan banyak contoh-contoh lainnya. Juga didalam air
banyak ditemukan mikroba penghasil toksin (racun) yang sangat berbahaya,
seperti:
·
Hidup secara
anaerobic seperti Clostridium
·
Hidup secara aerobic seperti Pseudomonas, Salmonella, Staphylococcus,
dan sebagainya.
·
Toksin juga dihasilkan oleh beberapa jenis
microalgae seperti Anabaena dan Microcystis
h).
Kelompok bakteri besi (contoh, Crenothrix dan Sphaerotilus) yang
mampu mengoksidasi senyawa besi (II) menjadi besi (III). Akibat kehadiran
mikroorganisme tersebut, air sering mengalami perubahan warna kalau disimpan
lama yaitu berwarna kehitam-hitaman, kecoklat-coklatan, dan lain-lain.
Proses
oksidasi
Crenothrix/Sphaerotilus
i). Kelompok bakteri belerang (contoh, Chromatium
dan Thiobacillus) yang mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi H2S.
Akibatnya kalau air disimpan lama akan tercium bau busuk.
S
Thiobacillus/C hromatium
j). Kelompok mikroalga (misalnya yang termasuk
kelompok mikroalga hijaubiru, biru, dan kersik), sehingga jika air disimpan
lama di dalamnya akan nampak kelompok mikroorganisme yang berwarna hijau, biru
atau kekuningkuningan, tergantung dominasi mikroalga yang terdapat dalam air
serta lingkungan yang mempengaruhinya. Suatu proses yang sering terjadi di
danau atau kolam seluruh permukaan airnya ditumbuhi oleh pertumbuhan massa alga
yang sangat banyak (blooming). Blooming menyebabkan perairan berwarna,
ada endapan, dan bau amis, disebabkan oleh meningkatnya pertumbuhan mikroalga (Anabaena flos-aquae dan Microcystis aerugynosa). Dalam keadaan blooming
sering terjadi :
·
Ikan mati disebabkan jenis-jenis
mikroalga yang terdapat di dalam air menghasilkan toksin yang dapat meracuni
ikan
·
Korosi/pengkaratan terhadap logam karena
di dalam massa mikroalga didapatkan pula bakteri besi atau belerang penghasil
asam yang korosif
·
Kekurangan oksigen karena mikroalga yang
menutupi permukaan kolam sehingga menyebabkan ikan mati
k). Lebih jauh lagi
akibat kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga dalam air, dapat mendatangkan
kerugian. Kehadiran kelompok bakteri dan mikroalga tersebut di dalam air, dapat
menyebabkan terjadinya penurunan turbiditas dan hambatan aliran, karena
kelompok bakteri besi dan belerang dapat membentuk serat atau lendir. Akibat
lainnya adalah terjadinya proses korosi (pengkaratan) terhadap benda-benda
logam yang berada di dalamnya, menjadi bau, berubah warna, dan sebagainya.
2.5
Peranan Mikroorganisme Dalam Siklus Unsur Di Lingkungan Akuatik
- Siklus Nitrogen
Nitrogen merupakan “limiting factor “ yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem
perairan. Nitrogen di perairan terdapat dalam bentuk gas N2, NO2-, NO3-,
NH3 dan NH4+ serta sejumlah N yang berikatan
dalam organik kompleks (Haryadi, 2003). Akumulasi kandungan nitrogen dalam air
dapat menjadi sumber penurunan kualitas air. Sumber nitrogen terbesar berasal
dari udara, sekitar 80% dalam bentuk nitrogen bebas yang masuk melalui sistem
fiksasi biologis dalam kondisi aerobik.
Keberadaan nitrogen di perairan
dapat berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas
ion nitrit (NO2-), ion nitrat (NO3-),
ammonia (NH3), ion ammonium (NH4+) dan molekul
N2 yang larut dalam air, sedangkan nitrogen organik berupa protein,
asam amino dan urea akan mengendap dalam air. Ikatan nitrogen dalam air sangat
mudah berubah bentuknya. Menurut Effendi (2003) nitrogen organik berupa asam
amino, protein, dan urea, bentuk-bentuk tersebut mengalami transformasi sebagai
bagian dari siklus nitrogen. Senyawa nitrogen organik dapat ditransformasi
menjadi nitrogen, amonium dan dioksida menjadi nitrogen nitrat dan nitrit dalam
sistem biologis. Transformasi nitrogen secara
mikrobiologi mencakup hal-hal sebagai berikut:
1.
Asimilasi nitrogen anorganik (nitrat dan ammonium) oleh tumbuhan dan
mikroorganisme (bakteri autorof) untuk membentuk nitrogen organik misalnya asam
amino dan protein.
2.
Fiksasi gas nitrogen menjadi ammonia dan nitrogen organik oleh mikroorganisme.
Fiksasi gas nitrogen secara langsung dapat dilakukan oleh beberapa jenis alga
Cyanophyta (alga biru) dan bakteri.
N2 + 3 H2 2NH3 (ammonia); atau NH4+
(ion ammonium).
3.
Nitrifikasi yaitu oksidasi ammonia menjadi nitrit dan nitrat dapat dilakukan
oleh bakteri aerob. Nitrifikasi berjalan secara optimum pada pH 8 dan berkurang
secara nyata pada pH < 7.
NH4+
+ 3/2 O2 Nitrosomonas 2 H+ + NO2-
+ H2O
NO2- +
½ O2 Nitrobacter NO3-
Hasil oksidasi ini
sangat reaktif dan mudah sekali larut, sehingga dapat langsung digunakan dalam
proses biologis
4.
Amonifikasi nitrogen organik untuk menghasilkan ammonia selama proses
dekomposisi bahan organik. Proses ini banyak dilakukan oleh mikroba dan jamur
yang membutuhkan oksigen untuk mengubah senyawa organik menjadi karbondioksida.
Selain itu, autolisasi atau pecahnya sel dan ekskresi ammonia oleh zooplankton
dan ikan juga berperan sebagai pemasok ammonia.
5. Denitrifikasi yaitu reduksi nitrat menjadi
nitrit (NO2-), dinitrogen oksida (N2O) dan
molekul nitrogen (N2). Proses reduksi nitrat berjalan optimal 28oC
pada kondisi anaerob (tak ada oksigen). Dinitrogen oksida (N2O)
adalah produk utama dari denitrifikasi pada perairan dengan kadar oksigen
sangat rendah, sedangkan molekul nitrogen (N2) adalah produk utama
dari proses denitrifikasi pada kondisi anaerob. Proses denitrifikasi akan
berkurang atau lambat pada kondisi pH dan suhu rendah, tetapi akan berjalan
optimum pada suhu rata-rata danau pada umumnya. Kondisi anaerob di sedimen
membuat proses denitrifikasi lebih besar, yaitu dengan laju rata-rata 1 mg /liter
per hari. Kadar nitrogen yang tinggi dalam perairan dapat merangsang
pertumbuhan alga secara tak terkendali (blooming). Konsentrasi nitrogen
organik di perairan berkisar 0,1 sampai 5 mg/l, sedangkan di perairan tercemar
berat kadar nitrogen bisa mencapai 100 mg/l. Konsentrasi nitrit yang tinggi
dapat menyebabkan perairan menjadi tercemar. Schmit (1978) dalam Wardoyo
(1989) menyatakan bahwa pencemaran perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan
nitritnya (Tabel 6).
Tabel
6. Status kualitas air berdasarkan kandungan nitrit (Schmit, 1978 dalam Wardoyo,
1989)
No
|
Kadar nitrit (mg/l)
|
Status kualitas air
|
1
|
< 0,003
|
Tidak tercemar
sampai tercemar sangat ringan
|
2
|
0,003 – 0,014
|
Tercemar
sedang
|
3
|
0,014 – 0,10
|
Tercemar berat
|
2.
Siklus
Karbon
Pada ekosistem air, pertukaran CO2 dengan
atmosfer berjalan secara tidak langsung. Karbon dioksida berikatan dengan air
membentuk asam
karbonat yang
akan
terurai menjadi ion bikarbonat. Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga yang memproduksi makanan untuk diri
mereka sendiri dan organisme heterotrof lain. Sebaliknya, saat organisme air
berespirasi, CO2 yang mereka keluarkan menjadi bikarbonat. Jumlah
bikarbonat dalam air adalah seimbang dengan jumlah CO2 di air.
Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa
organik. Dalam siklus karbon terjadi proses timbal balik fotosintesis dan
respirasi seluler. Tumbuhan mendapatkan karbon, dalam bentuk CO2
dari atmosfer melalui proses fotosintesis yang dapat menghasilkan O2 yang
nantinya akan digunakan oleh tumbuhan dan hewan untuk berespirasi.
Hewan dan tumbuhan yang mati, dalam waktu yang lama akan membentuk batubara di
dalam tanah. Batubara akan dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar yang juga
menambah kadar CO2 di udara. Sejumlah karbon bisa dipindahkan dari
siklus tersebut dalam waktu yang lebih lama ketika karbon terakumulasi di dalam
kayu dan bahan organik oleh detritivora akhirnya didaur ulang karbon ke
atmosfer sebagai CO2. Hal ini dapat sebagai kembalinya CO2
ke atmosfer.
3.
Siklus
Fosfor
Proses
daur fosfor yang terjadi di perairan hampir sama dengan proses daur fosfor yang
terjadi di daratan. Molekul fosfat yang terdapat di dalam air digunakan oleh
fitoplankton, ganggang, dan tumbuhan air untuk metabolisme tubuhnya. Melalui
rantai makanan fosfat masuk ke dalam tubuh hewan di perairan. Selanjutnya
melalui proses dekomposisi organisme mati (zat organik) oleh bakteri dan fungi,
fosfor kembali dilepaskan ke lingkungan perairan. Beberapa bakteri dan fungi
mampu memecah senyawa-senyawa organik fosfor dan mampu melepaskan fosfat dari
dan kembali dalam siklus materi. Beberapa bakteri yang dapat mendekomposisi Ca3(PO4)2 adalah genus
Pseudomonas, Aeromonas, Escherichia, Bacillus dan Micrococcus
Molekul
fosfat yang terbawa oleh aliran air tidak seluruhnya diserap oleh tumbuhan.
Sebagian terus terbawa menuju lautan dan mengendap di dasar laut. Endapan
tersebut lama kelamaan semakin banyak dan oleh proses geologis selama
bertahun-tahun membetuk batuan atau endapan yang mengandung fosfat.
Pembuangan air deterjen yang mengandung fosfat ke
dalam perairan dapat menyebabkan pertumbuhan ganggang yang berlebihan. Ganggang
yang jumlahnya tidak terkendali menyebabkan oksigen di air berkurang,
selanjutnya akan menyebabkan ikan-ikan di perairan mati. Peristiwa tersebut
dinamakan eutrofikasi.
4.
Siklus
Besi dan Mangan
Bakteri besi umumnya terdapat pada
perairan air tawar dan sering terdapat pada sumur-sumur dan sumber-sumber air.
Kadang-kadang bakteri tersebut dalam jumlah besar terdapat pada air mengalir
dan empang. Bakteri-bakteri tersebut sering menimbulkan kerusakan pada
pipa-pipa besi.
Bakteri Thiobacillus (Ferrobacillus) ferrooxydans dapat mengoksidasi
senyawa ferro menjadi ferri pada reaksi asam.
Fe2+ Fe3+
+ 1,5 kcal
Bakteri besi
yang tersebar luas adalah Leptothrix
ochracea dan Crenothrix polyspora
.
Mikroorganisme juga mampu membentuk
logam organik dan kompleks mangan (chelat). Berbagai fungi dapat mensintesis senyawa
kompleks yang berbeda. Senyawa logam organik dan kompleksnya dapat dipecah lagi
oleh mikroorganisme. Dekomposisi ini memainkan peran dalam siklus besi dan mangan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Mikrobiologi air
menelaah mengenai mikroba serta kegiatannya di air, baik di danau, sungai, dan
laut. Mikrobiologi air menjadi penting karena adanya urbanisasi, sebagai
reservoir makanan utama, penelitian lepas pantai untuk mendapatkan minyak dan
mineral, didirikannya badan perlindungan keadaan lingkungan. Mikroorganisme
fototrofik dianggap sebagai plankton yang paling penting karena merupakan
produsen primer bahan organik artinya sebagai pelaku fotosintesis.
1. Penyebaran
Mikroorganisme Dalam Lingkungan Akuatik, meliputi:
- Distribusi
pada Mata Air dan Sungai
- Distribusi
pada Danau
- Distribusi
pada Laut
- Distribusi
pada Sedimen Perairan Dalam
- Distribusi
pada Sedimen Laut
2. Faktor Penyebarluasan
Mikroorganisme di Lingkungan Akuatik, meliputi:
- Temperatur
- Tekanan
Hidrostatik
- Cahaya
- Salinitas
- Turbiditas
- Konsentrasi
Ion Hidrogen (pH)
- Nutrien
3. Komposisi
Mikroorganisme Penyusun Lingkungan Akuatik, meliputi:
- Bakteri
- Cyanophyta
- Fungi
- Virus
4.
Peranan Mikroorganisme Dalam Siklus Unsur Di Lingkungan Akuatik, meliputi
- Siklus Nitrogen
- Siklus Karbon
- Siklus Fosfor
- Siklus Besi dan Mangan
3.2
Saran
Dengan
terselesainya makalah ini diharapkan seluruh elemen baik mahasiswa, maupun
masyarakat tetap menjaga kelestarian lingkungan akuatik, sehingga kehidupan
microorganisme yang ada di dalamnya tidak terganggu.
-
|
boleh tau sumber pustakanya? tx
BalasHapusterima kasih atas infonya...
BalasHapusDapusnya mana ??
BalasHapusDapusnya ?
BalasHapusDapusnya tolong dicantumkan, trimakasih
BalasHapus