BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan dan minuman adalah semua bahan baik dalam bentuk
alamiah maupun dalam bentuk buatan yang dimakan manusia kecuali air dan
obat-obatan, karena itu makanan merupakan satu-satunya sumber energi bagi
manusia. Sebaliknya makanan juga dapat menjadi media penyebaran penyakit.
Dengan demikian penanganan makanan harus mendapat perhatian yang cukup. Untuk
itu, produksi dan peredaran makanan di Indonesia telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 329/MenKes/XII/1976. Bab II Pasal 2 peraturan ini
menyebutkan bahwa makanan yang diproduksi dan diedarkan di wilayah Indonesia
harus memenuhi syarat-syarat keselamatan, kesehatan, standar mutu, atau
persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri untuk tiap jenis makanan.
Upaya pengamanan makanan dan minuman pada dasarnya meliputi
orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan, peralatan
pengolahan makanan dan proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya keracunan makanan, antara lain adalah higienis
perorangan yang buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan
perlengkapan pengolahan makanan yang tidak bersih.
Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan mimunan dapat
menyebabkan berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit.
Penyakit yang ditimbulkan oleh makanan yang terkontaminasi disebut penyakit
bawaan makanan (food-borne
diseases).
Departemen Kesehatan mengelompokkan penyakit bawaan makanan
menjadi lima kelompok, yaitu: yang disebabkan oleh virus, bakteri, amoeba/protozoa,
parasit dan penyebab bukan kuman. Sedangkan Karla dan Blaker membagi menjadi tiga kelompok, yaitu:
penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit.Penjamah makanan
memegang peranan penting dalam penularan ini. Golongan kedua adalah keracunan
makanan atau infeksi karena bakteri. Golongan ketiga adalah penyebab yang bukan
mikroorganisme.
Salah satu kontaminan yang paling sering dijumpai pada
makanan adalah bakteri Coliform,
Escherichia coli dan
Faecalcoliform. Bakteri ini berasal dari tinja
manusia dan hewan, tertular ke dalam makanan karena perilaku penjamah yang
tidak higienis, pencucian peralatan yang tidak bersih, kesehatan para pengolah
dan penjamah makanan serta penggunaan air pencuci yang mengandung Coliform, E. coli, dan Faecal coliform.
Penyakit bawaan makanan nampaknya merupakan masalah
kesehatan masyarakat baik di negara maju maupun di Negara berkembang. Statistik
cenderung belum menyajikan data sebenarnya yang ada di masyarakat, sebab tidak
semua orang yang menderita penyakit tersebut datang kedokter, dan para dokter
yang menolong penderita tersebut tidak melaporkan seluruh penderita yang
ditolongnya kepada Dinas Kesehatan yang berwenang.
Penyakit bawaan makanan pada umumnya menimbulkan gangguan
pada saluran pencernaan, dengan rasa nyeri di bagian perut, mencret, dan kadang-kadang disertai dengan
muntah. Penyakit ini disebabkan oleh makanan yang mengandung sejumlah bakteri
yang patogen, atau toksin yang dikeluarkan oleh bakteri tersebut. Penyakit ini
dapat menyerang secara perorangan, dua orang anggota atau keluarga atau
kelompok keluarga yang mempunyai hubungan yang erat, berlangsung hanya dalam
beberapa jam, atau jika berat berlangsung dalam beberapa hari, minggu atau
bulan dan memerlukan pengobatan yang intensif. Pada kelompok yang rentan,
seperti anak-anak dan orang tua, penyakit tersebut akan sangat membahayakan.
Statistik penyakit bawaan makanan yang ada di berbagai
negara industri saat ini menunjukkan bahwa 60% dari kasus yang ada disebabkan
oleh buruknya teknik penanganan makanan, dan terkontaminasi pada saat disajikan
di Tempat Pengelolaan Makanan (TPM). Kebersihan penjamah makanan atau higienis
penjamah makanan merupakan kunci keberhasilan dalam pengolahan makanan yang
aman dan sehat. Penjamah makanan adalah orang yang bekerja pada suatu usaha
atau kegiatan di bidang makanan tanpa melihat apakah ia benar-benar bekerja
menyiapkan makanan ataupun dalam menghidangkan makanan. Higienis perorangan
yang baik dapat dicapai apabila dalam diri pekerja tertanam pengertian tentang
pentingnya menjaga kesehatan dan kebersihan diri.
Karena begitu pentingnya makanan bagi kelangsungan hidup
manusia, tanpa kita sadari, makanan itu juga yang merugikan diri kita hingga
menimbulkan banyak penyakit. Penyakit yang disebabkan
karenamengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar disebut food borne disease maka dari itu sangatlah penting
menyetahui apa itu food borne disease,
apa penyebab terjadinya food borne
disease, bagaimana cara penyebarannya dan bagaimana cara menanggulangi hal
tersebut.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas,
adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apakah
yang dimaksud dengan Foodborne disease?
2. Apa
saja penyebab terjadinya Foodborne
disease?
3. Bagaimana
peranan mikroba dalam Foodborne disease?
4. Bagaimana
cara mencegah dan menanggulangi Foodborne
disease?
1.3
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Foodborne disease
2.
Mengetahui apa saja penyebab terjadinya Foodborne disease
3.
Mengetahui bagaimana peranan mikroba
dalam Foodborne disease
4.
Mengetahu bagaimana cara mencegah dan
menanggulangi Foodborne disease
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Foodborne Disease
Foodborne disease dalam bahasa Indonesia adalah
penyakit yang dihantarkan melalui pangan atau sering disebut penyakit akibat
pangan, disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman yang telah
terkontaminasi.Sebagai tambahan, zat kimia beracun maupun zat-zat dasar lain
yang mengandung bahaya, jika terkandung di dalam makanan yang kita konsumsi pun
dapat menyebabkan penyakit.
Penyakit ini
sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam kehidupannya manusia
membutuhkan makanan untuk hidup. Jika tidak memperhatikan kebersihan makanan dan
lingkungan, makanan dapat merugikan bagi manusia. Makanan yang berasal baik
dari hewan atau tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme
penyebab penyakit pada manusia.
Mikroorganisme
yang menimbulkan penyakit ini dapat berasal dari makanan asal hewan yang
terinfeksi penyakit tersebut atau tanaman yang terkontaminasi. Makanan yang
terkontaminasi selama prosesing atau pengolahan dapat berperan sebagai media
penularan juga.
Penularan foodborne disease oleh makanan dapat
bersifat infeksi. Artinya suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya
mikroorganisma yang hidup, biasanya berkembangbiak pada tempat terjadinya
peradangan. Pada kasus foodborne disease,
mikroorganisme masuk bersama makanan yang kemudian dicerna dan diserap oleh
tubuh manusia. Kasus foodborne desease
dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat kematian.
Hingga saat
ini lebih dari 250 penyakit bawaan makanan telah diidentifikasikan. Kebanyakan
dari penyakit ini adalah infeksi yang disebabkan oleh berbagai macam bakteri,
virus dan parasit yang dapat dibawa oleh makanan. Jenis lain dari penyakit
bawaan makanan adalah keracunan yang disebabkan oleh racun berbahaya maupun zat
kimia yang telah mencemari makanan, misalnya racun pada jamur. Penyakit akibat
bawaan makanan tidak memiliki suatu gejala khusus, melainkan masing-masing
memiliki gejala yang berbeda-beda. Walaupun demikian, mikroba ataupun racun
tersebut kesemuanya memasuki tubuh manusia melalui saluran pencernaan (gastrointestinal tract) dan seringkali
menyebabkan sebuah gejala disana. Jadi, rasa mual (nausea), muntah, nyeri kontraksi perut dan diare dapat dikatakan
sebagai gejala umum yang tampak pada banyak penyakit yang dibawa oleh makanan.
Banyak
mikroba mampu menyebar dengan menggunakan lebih dari satu cara, sehingga kita
tidak dapat selalu tahu apakah penyakit yang kita derita adalah penyakit yang
disebabkan oleh makanan. Pembedaan khas menjadi penting guna menemukan
rekomendasi tepat guna untuk menghentikan penyebaran suatu penyakit, sarana
kesehatan masyarakat perlu mengetahui cara penyakit itu menyebar. Bakteri ini
juga dapat menyebar antar anak-anak di penitipan anak jika higienis pribadi
tidak dijaga dengan baik. Tolak ukur penghentian penyebaran penyakit tersebut
bergantung banyak dari penyebab yang disebutkan tadi, jadi penyebaran bakteri
dapat dihentikan mulai dari membuang makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2.2 Faktor
Penyebab Foodborne Disease
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kasus foodborne disease antara lain: industrialisasi, urbanisasi,
perubahan populasi dan gaya hidup, pariwisata dan proses pengolahan, pencemaran
lingkungan dan kurangnya pengetahuan pada penjamah makanan dan konsumen tentang
usage food handling.
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan dengan
penyakit bawaan air, yang dimaksud dengan penyakit bawaan adalah penyakit umum
yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu makanan yang
terkontaminasi mikroba patogen. Beberapa penyakit bawaan yang sering terdapat
di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh virus, bakteri, ataupun jamur.
Makanan dapat terkontaminasi oleh mikroba karena beberapa hal antara lain:
·
mengolah makanan dan minuman
dengan tangan kotor,
·
mamasak sambil bermain
dengan hewan piaraan,
·
menggunakan lap kotor untuk
membersihkan meja dan perabotan lainnya,
·
dapur yang kotor,
·
alat masak yang kotor,
·
memakan makanan yang sudah
jatuh ke tanah,
·
makanan disimpan tanpa tutup
sehingga serangga dan tikus dapat menjangkau,
·
makanan yang masih mentah
dan yang sudah matang disimpan secara bersama-sama dalam satu tempat,
·
makanan dicuci dengan air
kotor,
·
pengolah makanan yang
menderita penyakit menular.
Faktor-Faktor
yang Berperan Terhadap Timbulnya Foodborne Diseases
1. Demografi
masyarakat
Meningkatnya
kelompok individu immunocompromised
sebagai akibat dari peningkatnya penderita human
immunodeficiency virus (HIV), penderita penyakit kronis, orang lanjut usia
(manula), akan lebih peka terhadap infeksi bakteri patogen yang ditularkan
melalui makanan (foodborne diseases),
seperti Salmonella, Campylobacter,
Listeria. Kemajuan teknologi kedokteran, seperti transplantasi organ tubuh
dan keberhasilan pengobatan kanker, telah meningkatkan harapan hidup manusia,
tetapi disisi lain hal ini dapat meningkatkan kepekaan individu terhadap
infeksi foodborne diseases.
2. Human behavior
Perubahan
pola konsumsi masyarakat turut memberikan kontribusi terhadap
meningkatnya/timbulnya foodborne diseases
antara lain banyaknya fast-food restaurrant,
peningkatan kebiasaan makan di luar rumah (eating
away from home), peningkatan konsumsi buah segar, salad yang banyak
menggunakan sayuran segar/mentah, makanan-makanan yang dimasak tidak
sempurna (seperi hamburger, scembel eggs,
dll). Produk-produk segar tersebut lebih mudah kontaminasi oleh patogen, baik
pada tahap pertumbuhan, panen, dan pendistribusian. Sedangkan produk-produk
yang dimasak setengah matang atau tidak sempurna mengakibatkan bakteri-bakteri
patogen tidak mati oleh pemasakan tersebut.
3. Perubahan di
bidang industri dan teknologi
Peningkatan
industri makanan berskala besar yang tersentralisasi pada satu tempat atau di
kota-kota besar akan membawa resiko terhadap peningkatan penyebaran foodborne diseases. Bila suatu produk
terkontaminasi di tempat asal ketika diproduksi, maka dengan mudah akan terjadi
penyebaran penyakit/patogen sampai ke tempat pendistribusian produk tersebut.
Sebagai contoh, adanya infeksi S.
enteritidis pada ayam-ayam bibit di peternakan-peternakan pembibitan. Hal
ini akan memudahkan terjadinya penyebaran agen penyakit, melalui anak ayam atau
telur ayam, ke peternakan-peternakan final
stock dalam areal yang lebih luas.
4. Perubahan dalam
pola perjalanan/travel dan perdagangan global
Hal ini
banyak terjadi para wisatawan-wisatawan (traveler’s
diseases). Para wisatawan tersebut dapat terinfeksi oleh penyakit ditempat
yang dikunjunginya, dan akan terbawa ke tempat asalnya. Dengan terbukanya
perdagangan internasional (global), maka akan membawa konsekwensi terhadap
penyebaran penyakit secara bebas. Masuknya bakteri S. enteritidis ke
Indonesia diduga bersamaan dengan importasi bibit-bibit ayam dari Eropa.
5. Adaptasi
mikroba
Adanya
adaptasi atau mutasi mikroba terhadap lingkungan dan seleksi alam. Pengobatan
antimikroba, untuk hewan dan manusia, yang terus-menerus dan tidak terkontrol
akan mengakibatkan timbulnya bakteri-bakteri yang resisten.
Menurut Departemen Kesehatan RI beberapa penyakit yang bersumber dari
makanan dapat digolongkan menjadi :
a. Food Infection (bacteria dan viruses) atau
makanan yang terinfeksi seperti terinfeksi Salmonella,
Shigela, Cholera, Tularemia, Tuberculosis, Brucellosis, Hepatitis.
b. Food Intoxication (bacteria) atau
keracunan makanan bakteri seperti Staphylococcus
food poisning, Clostridium perfringens food poisoning, Bortulsm food poisoning,
Vibrio parahaemoliticus food poisoning, Bocilus food poisoning.
c.
Chemical
Food Borne Illnes atau keracunan makanan karena bahan kimia, seperti Cadmiun, zink, insektisida dan bahan kimia
lain.
d.
Poisoning
Plant and Animal atau keracunan makanan karena hewan dan tumbuhan
beracun, seperti jengkol, jamur, kentang, ikan buntal.
e. Parasites atau penyakit parasit seperti
cacing Taeniasis, Cystircercosis,
Trichinosis danAscariasis.
Racun lain
dan zat kimia beracun dapat turut menyebabkan penyakit. Manusia dapat jatuh
sakit jika pestisida ditambahkan ke dalam makanan, ataupun jika zat-zat dasar
beracun digunakan dalam persiapan makanan. Setiap tahun manusia jatuh sakit
setelah memakan jamur beracun yang disangka sebagai jamur yang aman dimakan,
ataupun setelah memakan ikan karang yang ternyata beracun.
2.3 Peranan Mikroba dalam Foodborne Disease
Foodborne Disease disebabkan akibat
konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi oleh
mikroba. Mikroba merupakan jasad
hidup yang ukurannya kecil sering hal ini karena ukurannya yang kecil,
digolongkan menjadi yaitu: (1)Jasad prokariotik yaitu bakteri dan ganggang biru
(Divisio Monera), (2) Jasad eukariotik uniseluler yaitu algae sel tunggal,
khamir dan protozoa (Divisio Protista), dan (3) Jasad eukariotik multiseluler
dan multinukleat yaitu Divisio Fungi, Divisio Plantae, dan Divisio Animalia.
Berbagai jenis mikroba
pathogen dapat mencemari makanan
yang akan menimbulkan penyakit. Penyakit karena patogen asal pangan dapat
digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu infeksi dan intoksikasi (keracunan).
Infeksi adalah penyakit patogen dapat menginfeksi korbannya melalui pangan yang
dikonsumsi. Dalam hal ini diakibatkan masuknya mikroba patogen ke dalam tubuh
melalui makanan yang sudah tercemar mikroba. Intoksikasi merupakan keracunan
pangan yang disebabkan oleh produk toksik patogen (baik itu toksin maupun metabolit
toksin). Mikroba tumbuh pada makanan dan memproduksi toksin, jika makanan
tertelan, maka toksin tersebut yang menyebabkan gejala bukan patogennya.
Adapun mikroba tersebut antara lain
bakteri, virus, dan jamur. Pola penyebarannya yaitu:
·
Bakteri
yaitu melalui daging hewan mentah, seafood
(makanan laut) seperti kerang-kerangan mentah.
·
Virus
yaitu melalui udara yaitu melalui seperti kontak langsung
dengan orang yang terinfeksi atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang
telah terkontaminasi
·
Jamur
yaitu melalui makanan yang berasal dari
tumbuhan seperti sayuran, kacang-kacangan yang tidak diolah secara maksimal.
2.3.1 Peranan Bakteri dalam Foodborne Disease
a.
Salmonella
Salmonelosis
Salmonelosis
adalah penyakit pada saluran gastrointestine yang mencakup perut, usus halus, dan usus besar
atau kolon. Penyakit ini disebabkan karena infeksi oleh bakteri Salmonella. Salmonella
sp. adalah bakteri
batang lurus, gram negatif, tidak
berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 μm x 0.5-0,8 μm.
Bakteri ini pertama kali diisolasikan oleh Theobald Smith pada tahun 1885 dari babi. Nama jenis
Salmonella diturunkan dari nama terakhir dari D.E. Salmon, yang adalah direktur
dari Smith. Bakteri ini tumbuh pada
suasana aerob dan fakultatif anerob, pada suhu 15 – 41oC (suhu
pertumbuhan optimum 37 oC dan pH pertumbuhan 6 – 8). Beberapa
spesies dari Salmonella antara lain adalah Salmonella typhi,
Salmonella enteritidis, dan Salmonella cholerasuis.
Sifat
Patogenitas Salmonella
Masuknya
Salmonela typhi
dan Salmnella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang
terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dimusnahkan dalam lambung, sebagian
lolos masuk ke dalam usus selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral usus kurang baik maka
bakteri akan menembus sel-sel epitel selanjutnya ke lamina propria. Di lamina
propria bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama
oleh makrofag. Bakteri dapat hidup
dan berkembang biak di makrofag
dan selanjutnya dibawa ke plak peyeri ileum distal dan kemudian ke
kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya
menuju ke pembuluh
darah. (mengakibatkan bakteremia)
kemudian menuju hati dan
limpa. Di organ-organ ini
bakteri meninggalkan sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke sirkulasi
darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya. Di dalam hati, bakteri
masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan
ke dalam lumen usus. Sebagian bakteri dikeluarkan melalui feses dan
sebagian masuk lagi
ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Bakteri itu kemudian
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik sepeti demam, malaise, gangguan
mental, koagulasi, dan pendarahan saluran cerna akibat erosi pembuluh darah.
Epidemiologi
infeksi oleh Salmonella
Salmonellosis
disebarkan pada orang-orang dengan memakan bakteri Salmonella
yang mengkontaminasi (mencemari) makanan. Salmonella ada diseluruh dunia dan
dapat mencemari hampir segala tipe makanan, namun perjangkitan-perjangkitan
dari penyakit baru-baru ini melibatkan
telur-telur mentah, daging mentah (daging sapi yang digiling dan
daging-daging lain yang dimasak dengan buruk),
produk-produk telur, sayur-sayur segar, cereal, dan air yang
tercemar. Pencemaran dapat datang dari feses hewan atau manusia yang berhubungan dengan makanan selama pemrosesannya. Feses dari orang-orang yang terinfeksi
akan mencemari sumber air atau makanan
dari orang-orang yang tidak terinfeksi. Sumber-sumber langsung yang
berpotensi dari Salmonella
adalah hewan seperti
kura-kura, anjing, kucing, kebanyakan
hewan ternak, dan manusia
yang terinfeksi.
Pola penyebaran penyakit ini pada
tubuh manusia adalah melalui saluran cerna (mulut, esofagus, lambung, usus 12
jari, usus halus, usus besar). Bakteri masuk ke tubuh manusia bersama bahan
makananatau minuman yang tercemar. Saat kuman masuk kesaluran pencernaan
manusia, sebagian kuman mati oleh asam
lambungdan sebagian kuman masuk ke usus halus. Dari usus halus
kumanberaksi sehingga bisa ”menjebol” usus halus. Setelah berhasilmelampaui usus halus, kuman masuk ke
kelenjar getah bening, kepembuluh darah, dan ke seluruh tubuh (terutama pada
organ hati, empedu, dan lain-lain). Sehingga feses dan urin penderita bisa
mengandung kuman yang siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau
minuman yang tercemari. Pada penderita yang tergolong carrier, kuman Salmonella
bisa ada terus menerus di feses dan
urin sampai bertahun-tahun. Setelah memasuki dinding usus halus, bakterimulai
melakukan penyerangan melalui
system limfa ke limfa yang
menyebabkan pembengkakan pada urat dan bakteri tersebut kemudian menyerang
aliran darah. Aliran darah yang membawa bakteri juga akan menyerang
liver, kantong empedu, limfa,
ginjal, dan sumsum tulang dimana bakteri ini kemudian berkembang biak dan
menyebabkan infeksi organ-organ ini. Melalui organ-organ yang telah terinfeksi
inilah mereka terus menyerang aliran darah yang menyebabkan bakteremia sekunder
yang menjadi penyebab terjadinya demam dan penyakit.
Gejala dari infeksi Salmonella
Gejala dari Salmonelosis akan terlihat 8 sampai 48 jam setelah
makan makanan yang
tercemar oleh Salmonella. Gejala
awal yaitu timbulnya rasa sakit perut
yang mendadak disertai dengan diare encer atau berair, kadang-kadang bahkan
dengan lendir atau darah. Seringkali menyebabkan mual dan
muntah kemudian terjadi demam
dengan suhu 38 – 39o Celcius. Gejala-gejala ini disebabkan oleh
endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella. Gejala-gejala tersebut
biasanya akan hilang dalam waktu 2 – 5 hari.
Pencegahan Salmonelosis
Kebanyakan kasus
Salmonelosis disebabkan
karena memakan makanan
yang tercemar. Oleh karena itu
pencegahan yang terbaik untuk dilakukan adalah sebagai berikut.
·
Memasak
dengan baik makanan yang dibuat dari daging.
·
Menyimpan
makanan pada suhu lemari es yang sesuai.
·
Melindungi
makanan dari pencemaran oleh binatang pengerat, lalat, dan hewan lain.
·
Penggunaan
metode produksi dan pengolahan makanan yang semestinya.
·
Kebersihan
pribadi yang baik serta hidup dengan
cara-cara yang memenuhi syarat
kesehatan.
Begitu ditemukan adanya kasus
infeksi makanan oleh Salmonella maka harus segera dilaporkan pada
Dinas Kesehatan. Dengan demikian dapat diambil langkah-langkah yang
sesuai untuk melindungi
masyarakat dari suatu
perjangkitan keracunan makanan. Tidak ada imunisasi yang efektif
terhadap infeksi oleh spesies Salmonella.
b. Clostridium
Botulisme
Botulisme adalah suatu penyakit yang
disebabkan keracunan makanan oleh
bakteri. Botulisme berasal dari kata botulisme yang berarti sosis. Penyakit ini
diberi nama demikian karena selama bertahun-tahun sosis yang tidak dimasak dihubungkan dengan penyakit
ini. Botulin, juga dikenal sebagai botox, yaitu
toksin bakteri paling mematikan yang dapat terbentuk pada
makanan kaleng yang
tidak diproses dengan benar atau cukup dipanasi. Bakteri penghasil
botulin adalah Clostridium botulinum.Clostridium botulinum merupakan
bakteri gram positif, berbentuk batang, membentuk spora, dan bersifat anaerob
obligat serta mampu menghasilkan neurotoksin yang dapat menyebabkan penyakit.
Bakteri ini banyak terdapat di tanah dan mungkin mencemari hasil pertanian
maupun peternakan.
Penyakit ini terjadi karena
memakan toksin botulinum
yang terdapat dalam
makanan yang diawetkan dengan cara kurang sempurna, seperti yang
dijumpai dalam makanan kaleng. Tetapi botulisme juga dapat disebabkan karena
kontaminasi luka yang akan menghasilkan toksin yang tumbuh pada jaringan mati.
Ada tujuh tipe Clostridium botulinum yang dikenali karena perbedaan
antigenik di antara toksin yang dihasilkannya yaitu tipe A, B, C, D, E, F, dan
G. Yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan tipe F. Tipe
C dan D menyebabkan penyakit pada burung dan mamalia, sedangkan tipe G belum
diketahui dapat menyebabkan penyakit atau tidak.
Sifat patogenitas Clostridium
Toksin botulinum yang dihasilkan
oleh Clostridium adalah racun yang paling ampuh. Sebagai contoh dosis
letal (mematikan) bagi toksin tipe A pada tikus diperkirakan 0,000000033 mg.
Ini berarti 1 gram toksin dapat membunuh 33 milyar tikus. Racun ini menyerang urat syaraf, menyebabkan kelumpuhan
pada faring dan diafragma. Cara kerja toksin ini adalah dengan menghambat
pembebasan asetilkolin oleh serabut
syaraf ketika impuls syaraf lewat
di sepanjang syaraf tepi.
Epidemiologi botulisme
Clostridium botulinum
tersebar luas di lingkungan darat dan perairan. Jika
sporanya mencemari makanan yang sudah diolah atau mengadakan kontak dengan luka
maka dapat berkembang biak menjadi sel-sel vegetatif dan menghasilkan toksin.
Selain itu infeksi juga dapat terjadi pada saluran bayi yang disebut botulisme
bayi. Toksinnya dihasilkan di dalam usus bayi, menyebabkan badan lemah, tidak
dapat buang air besar, dan lumpuh. Infeksi semacam ini mungkin disebabkan
karena pemberian susu yang mengandung spora Clostridium botulinum pada
bayi.
Gejala dari keracunan botulisme
Gejala penyakit ini biasanya mulai
muncul sekitar 12 – 48 jam setelah
mengkonsumsi makanan yang sudah
tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, pupil melebar,
penglihatan ganda, mulut terasa kering,
mual, muntah, dan tidak dapat menelan. Kelumpuhan dapat terjadi pada
kantung kemih dan semua otot
yang bekerja di daerah tersebut. Kematian mungkin terjadi beberapa hari setelah timbulnya gejala karena
tidak dapat bernafas atau jantung tidak bekerja lagi. Gejala botulisme pada
bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan
buruk, otot lisut. Jika gejala
penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi kelumpuhan dan
gangguan pernafasan.
Pencegahan botulisme
Tidak ada penanganan spesifik untuk
keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang. Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara
pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industry rumah tangga),
misalnya pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam, pengasapan,
pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini mencemari produk
pangan dalam kaleng
yang beredar asam rendah, ikan
asap, kentang matang yang kurang
baik penyimpanannya, pie beku,
telur ikan fermentasi, seafood, dan
madu. Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini
adalah penerapan sterilisasi panas dan
penggunaan nitrit pada
daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau
pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan
seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin
terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar
atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan
kaleng yang kemasannya telah menggembung.
c. Staphylococcus
Keracunan makanan oleh Staphylococcus
Keracunan makanan yang umum terjadi
karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh beberapa tipe Staphylococcus yang tumbuh pada
makanan yang tercemar. Salah satu contoh spesiesnya adalah Staphylococcus aureus yaitumerupakan bakteri berbentuk bulat
(coccus), yang bila diamati di bawah
mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau
membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Organisme
ini Gram-positif. Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat
tahan panas, yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia. Staphylococcus biasanya terdapat
diberbagai bagian tubuh manusia, seperti
hidung, tenggorokan, dan kulit, sehingga mudah memasuki makanan. Organisme ini
dapat berasal dari orang-orang yang menangani pangan
yang merupakan penular atau
penderita infeksi patogenik (membentuk nanah). Keracunan makanan oleh Staphylococcus
disebut sebagai staphylococcal.
Sifat patogenitas Staphylococcus
Enterotoksin yang dihasilkan Staphylococcus
bersifat tahan panas, tidak berubah meskipun dididihkan selama 30 menit. Makanan yang
telah tercemar jika dibiarkan dalam suhu kamar selama
delapan sampai sepuluh jam dapat
menghasilkan toksin dalam
jumlah yang memadai yang
dapat mengakibatkan keracunan
makanan. Sekalipun makanan ini kemudian disimpan di dalam lemari es selama berbulan-bulan,
toksinnya tidak akan
musnah. Pemasakan kembali makanan tersebut
juga tidak akan mengurangi kandungan toksin tersebut. Sampai
saat ini tidak ada antibiotik yang dapat digunakan untuk mengobati keracunan
makanan oleh Staphylococcus.
Epidemiologi keracunan makanan oleh Staphylococcus
Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus
yang menghasilkan enterotoksin. Terjangkitnya keracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya
memiliki galur yang sama antara makanan
yang tercemar dengan yang ada
pada tangan orang yang
menangani makanan tersebut.
Adapun makanan yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus
antara lain adalah kue dengan saus yang terbuat dari telur,susu, dan daging
olahan. Sayangnya makanan yang mengandung enterotoksin dalam jumlah
yang cukup banyak biasanya
memiliki penampilan, bau, dan rasa yang normal.
Gejala keracunan makanan oleh Staphylococcus
Gejala keracunan Staphylococcus akan
segera terlihat setelah mengkonsumsi makanan yang telah tercemar. Jumlah
enterotoksin yang termakan akan menentukan waktu timbulnya
gejala serta parah atau tidaknya
infeksi tersebut. Biasanya
gejala akan timbul
sekitar 2 sampai 6 jam
setelah makan makanan
tercemar tersebut. Gejala yang paling umum adalah mual, muntah, retching
(seperti muntah tetapi tidak mengeluarkan apa pun), kram perut, dan rasa
lemas. Beberapa orang mungkin tidak
selalu menunjukkan semua gejala penyakit ini. Dalam kasus-kasus yang
lebih parah, dapat terjadi sakit kepala, kram otot, dan perubahan
yang nyata pada tekanan darah serta denyut nadi. Kehilangan
cairan dan elektrolit dapat menyebabkan kelemahan dan tekanan darah yang
rendah (syok). Gejala
biasanya berlangsung selama kurang dari 12 jam. Keracunan makanan
ini dapat disembuhkan, proses penyembuhan biasanya
memerlukan waktu dua hari, namun, tidak menutup kemungkinan
penyembuhan secara total pada kasus-kasus yang parah memerlukan waktu tiga hari atau kadang-kadang
lebih, namun kadang-kadang dapat berakibat fatal, terutama bila terjadi pada
anak-anak, orang tua dan orang dengan kondisi lemah karena sakit menahun.
Pencegahan Keracunan Makanan oleh Staphylococcus
Pencegahan secara total mungkin
tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan, dan disimpan
dengan benar umumnya aman dikonsumsi. Resiko paling besar
adalah kontaminasi silang, yaitu
apabila makanan yang sudah
dimasak bersentuhan dengan bahan
mentah atau peralatan
yang terkontaminasi (misalnya
alas pemotong). Penanganan dan penyimpanan makanan yang tidak benar menyebabkan
bakteri berkembang biak dan menghasilkan racun.
Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan yang dapat
dilakukan yaitu.
·
Menyimpan makanan
yang mudah busuk di dalam lemari es (suhu dibawah 6 – 7o
Celcius).
·
Bagi
orang-orang yang mempunyai luka bernanah atau merupakan penular Staphylococcus
toksigenik tidak boleh menangani pangan.
·
Makanan
dipanasi kembali selama berjam-jam pada suhu kamar sebelum disajikan.
Seringkali keracunan makanan oleh Staphylococcus
adalah akibat penanganan yang keliru baik di rumah maupun di tempat makan umum.
2.3.2
Peranan
Virus dalam Foodborne
Disease
Virus
merupakan parasit mikroorganisme obligate
intraseluler yang hanya dapat berkembang biak di dalam sel. Genom virus
terdiri dari asam nukleat yang di replikasi didalam sel inang. Secara umum
virus umumnya berukuran 15-300 nm yang dapat memfiltrasi bakteri yang
melaluinya. Komposisi virus terdiri atas DNA atau RNA, tidak ada divisi khusus
untuk virus. Tidak mengalami pertumbuhan ekstraseluler pada fase laten dan
tidak terjadi metabolisme enzimatik. Replikasi virus dilakukan didalam ribosom
pada sel inang.
A.
Virus-virus yang sering terlibat dalam foodborne
disease adalah sebagai berikut:
1. Rotavirus
1. Rotavirus
Rotavirus
adalah virus yang menyebabkan gastroenteritis.
Gastroenteritis viral adalah infeksi
usus yang disebabkan berbagai macam virus. Gastroenteritis
virus sangat menular dan merupakan penyakit yang paling umum. Hal ini
menyebabkan jutaan kasus diare setiap tahun.Virus merupakan penyebab diare
tersering yang angka kejadiannya mencapai jutaan kasus tiap tahunnya. Siapapun
bisa mendapatkan Gastroenteritis
virus dan kebanyakan orang sembuh tanpa komplikasi. Namun, Gastroenteritis
virus bisa serius ketika orang tidak bisa minum cukup cairan untuk menggantikan
apa yang hilang melalui muntah dan diare terutama bayi, anak-anak, dan orang
tua dengan sistem kekebalan tubuh lemah.
a. Infeksi
oleh Rotavirus
Rotavirus
memiliki diameter tubuh 50-60 nm. Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam vili usus
halus. Nama virus rota didasarkan pada gambaran mikroskop elektron dari
pinggir luar kapsid sebagai pinggiran suatu roda yang mengelilingi jari-jari
yang memancar dari inti yang menyerupai pusat. Partikel-partikel mempunyai
kapsid berkulit ganda dan garis tengah berkisar antara 60-75 nm
b. Patogenitas
Rotavirus menginfeksi sel-sel dalam
vili usus halus. Virus-virus itu berkembang biak dalam sitoplasma enterosit dan
merusak mekanisme transportnya. Sel yang rusak dapat masuk ke dalam lumen usus
dan melepaskan sejumlah besar virus, yang kemudian terdapat dalam tinja. Diare
yang disebabkan oleh rotavirus akibat gangguan penyerapan natrium dan absorpsi
glukosa karena sel yang rusak pada vili digantikan oleh sel kriptus belum
matang yang tidak meyerap. Dibutuhkan waktu 3-8 minggu untuk perbaikan fungsi
normal.
c. Epidemiologi dan Imunitas
Rotavirus merupakan penyebab tunggal
penyakit gastroenteritis. Infeksi
rotavirus biasanya meningkat selama musim dingin. Infeksi simtomatik paling
sering terjadi pada anak berusia antara 6bulan hingga 2 tahun. Penyebarannya
terjadi melalui rute oral fekal. Rotavirus muncul secara serentak. Saat usia 3
tahun, 90% anak memiliki serum antibody terhadap satu tipe atau lebih. Faktor
kekebalan local, seperti IgA sekretoris atau interferon, penting untuk
melindungi terhadap infeksi rotavirus.
d. Gejala
Gejala yang timbul antara lain diare
berupa buang air besar yang berupa air (watery), demam, nyeri perut, dan
muntah-muntah, sehingga terjadi dehidrasi.. Gejala utama Gastroenteritis virus
adalah diare berair berbusa, tidak ada darah lendir dan berbau asam serta
muntah. Gejala lainnya adalah sakit kepala, demam, menggigil, dan sakit perut.
Gejala biasanya muncul dalam waktu 4 sampai 48 jam setelah terpapar virus dan
berlangsung selama 1 sampai 2 hari, walaupun gejala dapat berlangsung selama 10
hari.
Pada bayi dan anak-anak, kehilangan
banyak elektrolit dan cairan dapat mematikan kecuali kalau diobati. Untuk
mempermudah penanganan, sebaiknya kita tahu gejala dehidrasi yaitu anak rewel,
kehausan, minta minum terus, sehingga makin muntah karena kebanyakan, mata
cekung, kulit pada daerah perut dan dahi tidak kenyal.(jika dicubit tidak
kembali).
e. Cara Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan gastroenteritis adalah
pengobatan suportif, untuk mengoreksi kehilangan air dan elektrolit yang dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis, syok, dan kematian. Pengobabatannya yaitu
dengan cara penggantian cairan dan pengembalian keseimbangan elektrolit baik
secara intravena maupun oral. Mengingat penyakit diare rotavirus sangat mudah
menular, maka perlu dilakukan langkah-langkah pencegahan. Salah satunya dengan
merawat terpisah anak yang terinfeksi rotavirus dengan anak sehat lainnya.
Untuk pencegahan agar tidak mudah terinfeksi rotavirus, pemberian imunisasi
bisa dilakukan. Apalagi, semua anak pasti pernah mengalami diare. Salah satu
diare yang mengancam adalah karena rotavirus. Perkembangan terakhir dengan
teknologi kedokteran saat ini telah ditemukan vaksin untuk rotavirus. Vaksin
ini dapat diberikan 2-3 kali pada bayi usia 6-8 minggu.
2. Norovirus
Norovirus
merupakan virus yang berasal dari golongan Norwalk
virus. Merupakan virus utama penyebab penyakit perut. Termasuk salah satu
jenis virus yang belum diketahui dengan pasti. Penyebab penyakit perut dan
penyakit berbahaya lainnya yang menyangkut pencernaan. Merupakan virus dari
family calciviridae. Virus ini
memiliki RNA tunggal yang tidak terbelit. Virus ini menginjeksi dari manusia ke
manusia lainnya. Gejala penyakitnya sering terlihat pada penderita diare.
Sering kali dijumpai dalam air yang tidak bersih, kerang-kerangan, es, telur,
salad, dan berbagai makanan kontaminan lainnya. Masa inkubasinya berkisar 1-2
hari.
3.
Virus Hepatitis
Virus
dalam air kemasan botol terutama dalam botol plastik berbahan PET (Poly Ethylene Terphalate), kebanyakan
merupakan jenis virus yang menjadi penyebab hepatitis. Golongan yang termasuk
virus ini adalah sebagai berikut:
· Reo
virus: menginfeksi intestines, paru-paru, ginjal, hati
· Rotavirus:
memiliki 11 segmen dari untaian ganda RNA, panjangnya berkisar 70 nm, bentuk
tubuh berulik dengan axis tengah dan radiasi terbuka. Merupakan penyebab diare
dengan resiko kematian yang sangat mengancam khususnya untuk bayi dan anak-anak
seperti yang telah dijelaskan tadi.
a. Hepatitis A dan E
Virus
hepatitis A dapat menular melalui berbagai cara seperti kontak orang ke orang
atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi. Orang yang
telah terinfeksi virus hepatitis A dapat menjadi sumber penularan virus yang
mengontaminasi makanan sehingga orang-orang ini tidak diperbolehkan menangani
makanan meskipun mereka tidak terlihat sakit. Oleh karena itulah, orang-orang
yang bekerja menangani makanan, seperti di restoran atau pabrik makanan, harus
diberi vaksinasi hepatitis A. Setelah tertelan, ketahanan virus hepatitis A
terhadap asam memungkinkannya lewat dalam perut dan masuk ke usus halus. Virus
ini menginfeksi sel-sel epitel mukosa, berkembang biak dan menyebar ke sel-sel
yang berdekatan dan kemudian masuk ke hati (liver) lewat peredaran darah
keluar. Virus Hepatitis A menginfeksi sel-sel parenkimal hati. Setelah sel
dipenetrasi, virus hepatitis A akan mengambil alih sistem sel tersebut untuk
menghasilkan komponen-komponen virus yang baru dan memicu respons antibodi
tubuh. Masa inkubasi (masa antara pertama kali terpapar virus sampai munculnya
gejala-gejala virus hepatitis A adalah 15-50 hari (rata-rata 28 hari).
Gejal-gejala awalnya adalah sakit otot, sakit kepala, hilang nafsu makan
(anoreksia), tidak enak perut, demam kemudian diikuti sakit kuning yaitu
penguningan kulit, mata, dan selaput lendir serta air kencing berwarna lebih
gelap.
Untuk diagnosis hepatitis A yang akurat diperlukan tes darah untuk mendeteksi antibodi immune globulin (Ig) M yang muncul ketika sistem kekebalan tubuh merespons virus hepatitis A. Pencegahan hepatitis A bisa dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan, membasuh tangan dengan air dan sabun setelah dari kamar mandi, mengganti popok bayi, dan sebelum menangani makanan; memasak makanan sampai suhu 85 oC atau lebih tinggi akan menginaktivasi virus hepatitis A. Jika diketahui telah terpapar virus hepatitis A, pemberian suntikan immune globulin bisa dilakukan. Perlindungan terbaik dari hepatitis A adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi hepatitis A disarankan bagi anak-anak, bagi mereka yang akan bepergian ke daerah yang dikenal memiliki tingkat kejadian hepatitis A tinggi, homoseks, pengguna obat-obatan suntik dan nonsuntik, penderita hemofilia, dan penderita liver kronis.
Untuk diagnosis hepatitis A yang akurat diperlukan tes darah untuk mendeteksi antibodi immune globulin (Ig) M yang muncul ketika sistem kekebalan tubuh merespons virus hepatitis A. Pencegahan hepatitis A bisa dilakukan dengan selalu menjaga kebersihan, membasuh tangan dengan air dan sabun setelah dari kamar mandi, mengganti popok bayi, dan sebelum menangani makanan; memasak makanan sampai suhu 85 oC atau lebih tinggi akan menginaktivasi virus hepatitis A. Jika diketahui telah terpapar virus hepatitis A, pemberian suntikan immune globulin bisa dilakukan. Perlindungan terbaik dari hepatitis A adalah dengan vaksinasi. Vaksinasi hepatitis A disarankan bagi anak-anak, bagi mereka yang akan bepergian ke daerah yang dikenal memiliki tingkat kejadian hepatitis A tinggi, homoseks, pengguna obat-obatan suntik dan nonsuntik, penderita hemofilia, dan penderita liver kronis.
Hepatitis
Ebanyak terjadi di lingkungan dengan sanitasi yang buruk. Virus Hepatitis E
dapat menular melalui makanan dan air yang terkontaminasi. Tidak ada bukti
penularan virus ini melalui seks dan transfusi darah. Gejala-gejalanya mirip
dengan hepatitis A dengan masa inkubasi 3-8 minggu (rata-rata 40 hari).
Virus
Hepatitis E jarang menyebabkan peyakit hepatitis yang kronis, namun bisa sangat
berbahaya bagi wanita hamil. Tidak ada
terapi khusus untuk hepatitis E dan cara terbaik yang bisa dilakukan bersifat
pencegahan. Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi dapat mengurangi risiko hepatitis
E. Pencegahan lain adalah air dan makanan dimasak terlebih dahulu sebelum
dikonsumsi.
B.
Inaktivasi Virus dalam Bahan Pangan
Virus
adalah mikroorganisme yang tidak tahan pemanasan dan ketahanannya sebanding
dengan sel vegetatif bakteri. Ketahanan virus dalam makanan lebih tinggi jika
makanan disimpan pada suhu refrigerasi maupun pembekuan. Meskipun demikian
tidak ada virus yang tahan untuk rentang waktu yang lama jika disimpan pada
suhu ruang atau suhu yang lebih rendah. Inaktivasi virus dapat dilakukan dengan
pemanasan, pengeringan maupun pemberian radiasi elektromagnetik. Pemanasan pada
suhu 55oC selama 30 menit dilaporkan dapat membunuh berbagai jenis
virus dalam susu. Meskipun demikian, ada laporan yang bertentangan yang
menunjukkan bahwa virus hepatitis A, Norwalk-like serta virus mulut dan kuku
dapat bertahan pada suhu dan waktu tersebut.
Perbedaan
hasil penelitian seringkali disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan
dalam penghitungan virus. Inaktivasi virus karena panas diperkirakan terjadi
karena kerusakan asam nukleat maupun protein virus.
Pengeringan dengan udara juga dapat menginaktifkan virus. Disamping itu proses pengeringan beku (freeze drying) yang kadang-kadang diterapkan pada pengolahan pangan untuk menghindari kerusakan flavor juga dilaporkan dapat menginaktifkan 99% virus. Sinar ultraviolet baik yang berasal dari sinar matahari atau dari lampu sumber sinar ultraviolet juga efektif dalam menginaktivasi virus, khususnya untuk virus yang ada di permukaan. Radiasi ionisasi, misalnya dengan menggunakan Cobalt 60 dapat mempenetrasi bahan pangan dan menginaktifkan virus. Radiasi gelombang mikro (microwave) juga dapat menginaktifkan virus, meskipun tidak jelas diketahui apakah inaktivasi disebabkan oleh pengaruh sinar elektromagnetik, osilasi molekul air atau panas yang dihasilkan. Virus yang terdapat pada permukaan bahan pangan juga dapat diinaktifkan dengan perlakuan desinfektan, misalnya oksidator kuat seperti ozon maupun klorin. Desinfektan dari kelompok senyawa ammonium kuaterner dan fenol umumnya tidak efektif dalam menginaktifkan virus.
Pengeringan dengan udara juga dapat menginaktifkan virus. Disamping itu proses pengeringan beku (freeze drying) yang kadang-kadang diterapkan pada pengolahan pangan untuk menghindari kerusakan flavor juga dilaporkan dapat menginaktifkan 99% virus. Sinar ultraviolet baik yang berasal dari sinar matahari atau dari lampu sumber sinar ultraviolet juga efektif dalam menginaktivasi virus, khususnya untuk virus yang ada di permukaan. Radiasi ionisasi, misalnya dengan menggunakan Cobalt 60 dapat mempenetrasi bahan pangan dan menginaktifkan virus. Radiasi gelombang mikro (microwave) juga dapat menginaktifkan virus, meskipun tidak jelas diketahui apakah inaktivasi disebabkan oleh pengaruh sinar elektromagnetik, osilasi molekul air atau panas yang dihasilkan. Virus yang terdapat pada permukaan bahan pangan juga dapat diinaktifkan dengan perlakuan desinfektan, misalnya oksidator kuat seperti ozon maupun klorin. Desinfektan dari kelompok senyawa ammonium kuaterner dan fenol umumnya tidak efektif dalam menginaktifkan virus.
2.3.3
Peranan
Jamur dalam Foodborne
Disease
Jamur merupakan mikroorganisme eukariotik, menghasilkan spora, tidak punya
klorofil, dan berkembang biak secara seksual dan aseksual. Jamur tergolong
menjadi 2 golongan yaitu kapang dan khamir. Kapang adalah jamur yang mempunyai
filamen sedangkan khamir adalah jamur sel tunggal yang tidak mempunyai filamen.
Jamur dapat bersifat parasit yaitu memperoleh makanan dari benda hidup atau
bersifat saprofit yaitu memperoleh makanan dari benda mati.
Secara umum jamur berkembang biak dengan cara aseksual atau seksual. Spora
aseksual dari jamur adalah konidiospora, sporangiospora, oidium, klamidospora
dan blastospora. Sedangkan spora seksual dihasilkan dari peleburan dua nukleus,
terbentuk lebih jarang, dan dalam jumlah yang sedikit dibandingkan dengan spora
aseksual. Ada beberapa tipe spora seksual yaitu askospora, basidiospora,
zigospora dan oospora.
Pertumbuhan
fungi pada berbagai bahan pangan, terutama bahan pangan pokok seperti beras,
gandum, jagung, juga biji-bijian seperti kedelai, kacang hijau, kacang tanah,
sangat merugikan kesehatan manusia dan juga hewan. Bahan makanan pokok
seringkali disimpan dalam jumlah besar dalam suatu gudang. Apabila kondisi
dalam gudang tersebut kurang baik, maka besar sekali kemungkinannya fungi
tertentu akan tumbuh dalam bahan pangan tertentu. Dikenal Spesies-spesies fungi tersebut
umumnya dari genus Aspergillus dan
Penicillium dan dikenal sebagai kapang gudang (storage moulds) diantaranya Aspergillus
oryzae, Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus tamarii, Penicillium
citrinum dan Penicillium italicum. Disamping itu juga ditemukan dari genus Alternaria, Fusarium, dan Culvularia.
Hasil
metabolisme kapang-kapang tersebut yang bersifat racun dikenal sebagai
mikotoksin. Gejala keracunannya dikenal sebagai mikotoksikosis. Mikotoksin
tidak hanya dihasilkan oleh kapang tapi juga oleh cendawan. Menurut Hudler
(1998) diantara cendawan yang menarik terdapat jenis-jenis bila dimakan
menyababkan halusinasi (menghayal tanpa sadar), antara lain dari genus Psylocybin, spesiesnya antara lain P. mexicana, P. caerulescens dan P. cubensis. Cendawan Psylocybin sp. Menghasilkan toksin
psylocybin.
Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin, lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit
baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon,
trikotesena (deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller
(1991) sekitar 25-50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin
tersebut.
Perbedaan sifat-sifat kimia, biologik dan toksikologik tiap mikotoksin
menyebabkan adanya perbedaan efek toksik yang ditimbulkannya. Selain itu,
toksisitas ini juga ditentukan oleh: (1) dosis atau jumlah mikotoksin
yang dikonsumsi; (2) rute pemaparan; (3) lamanya pemaparan; (4) spesies; (5)
umur; (6) jenis kelamin; (7) status fisiologis, kesehatan dan gizi; dan (8)
efek sinergis dari berbagai mikotoksin yang secara bersamaan terdapat pada
bahan pangan (Bahri et al., 2002).
Mikotoksin
|
Kapang Penghasil
|
Penyakit yang Disebabkan
|
Bahan Pangan yang sering terkontaminasi
|
Alfatoksin
|
Aspergillus flavus, A. parasiticis
|
Kegagalan fungsi hati, kanker hati
|
Kacang tanah, kacang-kacangan lain, jagung serealia
|
Asam penisilat
|
Penicillium cyclopium, P. martensii, P. chraceus, P. melleus
|
Pembentukan tumor, kerusakan ginjal
|
Jagung, barley, kacang-kacangan
|
Ergotoksin
|
Claviceps purpurea
|
Kerusakan hati
|
Serelia
|
Okratoksin A
|
A.
Ochraceus, A. mellus, A. sulphureus, P. viridicatum
|
Kerusakan hati
|
Jagung, kacang-kacangan, barley
|
Patulin
|
A.
clavatus, P. patulum, P. expansum
|
Kerusakan hati, Kanker hati
|
Apel dan produk-produk apel
|
Alimentary Toxic aleukia (ATA)
|
Cladosporium sp.,
|
Kerusakan hati
|
Biji-bijian
|
Sterigmatosistin
|
A.
regulosus, A. nidulans, A. versicolor, P. luteum
|
Sirosis hati, kanker hati
|
Gandum, oat
|
Zearalenon
|
Gibberella zeae
|
Kerusakan Hati
|
Jagung dan serelia
|
Luteoskyrin
|
P.islandicum
|
Nekrosis hati, kanker hati
|
Tepung beras
|
Alfatoksin
Aflatoksin berasal dari singkatan Aspergillus flavus toxin. Toksin
ini pertama kali diketahui berasal dari kapang Aspergillus flavus yang
berhasil diisolasi pada tahun 1960. A. flavus sebagai penghasil utama
aflatoksin umumnya hanya memproduksi aflatoksin B1 dan B2 (AFB1
dan AFB2) Sedangkan A. parasiticus memproduksi
AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2. A. flavus dan A. parasiticus ini tumbuh pada kisaran suhu yang jauh, yaitu
berkisar dari 10-120C sampai 42-430C dengan suhu optimum
320-330C dan pH optimum 6.
Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB1 memiliki efek
toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik
dan mutagenik sehingga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan
dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A. Selain itu, aflatoksin juga bersifat
immunosuppresif yang dapat menurunkan
sistem kekebalan tubuh.
Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada
produk-produk pertanian dan hasil olahan. Selain itu, residu aflatoksin dan
metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu, telur dan daging
ayam. Sudjadi et al (1999) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien
(66 orang pria dan 15 orang wanita) menderita kanker hati karena mengkonsumsi
oncom, tempe, kacang goreng, bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1 terdeteksi
pada contoh liver dari 58% pasien tersebut dengan konsentrasi diatas 400
µg/kg.
Okratoksin
Okratoksin, terutama Okratoksin A (OA) diketahui sebagai
penyebab keracunan ginjal pada manusia maupun hewan, dan juga diduga bersifat
karsinogenik. Okratoksin A ini pertama kali diisolasi pada tahun 1965 dari kapang Aspergillus
ochraceus. Secara alami A. ochraceus terdapat pada tanaman yang
mati atau busuk, juga pada biji-bijian, kacang-kacangan dan buah-buahan. Selain
A.ochraceus, OA juga dapat dihasilkan oleh Penicillium viridicatum
yang terdapat pada biji-bijian di daerah beriklim sedang (temperate), seperti
pada gandum di Eropa bagian utara.
P.viridicatum tumbuh pada suhu antara
0 – 310 C dengan suhu optimal pada 200C dan pH optimum 6
– 7. A.ochraceus tumbuh pada suhu antara 8 – 370C.
Saat ini diketahui sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A (OA),
Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA
adalah yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam.
Hal penting yang berkaitan dengan perdagangan komoditas
kopi di pasar internasional adalah bahwa sebagian besar negara pengimpor/
konsumen kopi mensyaratkan kadar OA yang sangat rendah atau bebas OA.
Selain pada produk tanaman, ternyata OA dapat ditemukan
pada berbagai produk ternak seperti daging babi dan
daging ayam. Hal ini karena OA bersifat larut dalam lemak sehingga dapat
tertimbun di bagian daging yang berlemak. Manusia dapat terekspose OA
melalui produk ternak yang dikonsumsi.
Zearalenon
Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium
graminearum, F.tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20 – 250C
dan kelembaban 40 – 60 %. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun
1962. Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu
tinggi.
Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon,
diantara nya α-zearalenol yang
memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa
turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon,
3-hidroksizearalenon, 7-dehidrozearalenon, dan 5- formilzearalenon. Komoditas
yang banyak tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras
dan serelia lainnya.
Fumonisin
Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan
oleh kapang Fusarium spp., terutama F. moniliforme dan F.
proliferatum. Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan pertama kali diisolasi dari F.
moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al., 1988). Selain
F. moniliforme dan F. proliferatum, terdapat pula kapang lain
yang juga mampu memproduksi fumonisin, yaitu F.nygamai, F.
anthophilum, F. diamini dan F. napiforme.
F. moniliforme tumbuh pada suhu
optimal antara 22,5 – 27,50 C dengan suhu maksimum 32 - 370C.
Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia, terutama
negara beriklim tropis dan sub tropis. Komoditas pertanian yang sering
dicemari kapang ini adalah jagung, gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian
lainnya.
Hingga saat ini telah
diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1),
FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2,
FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3.
Diantara jenis fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas yang dan
dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB1 dan FB2 banyak
mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB1 juga ditemukan
pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum.
Keberadaan kapang
penghasil fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian, terutama
jagung di Indonesia telah dilaporkan oleh Miller et al. (1993), Trisiwi
(1996), Ali et al., 1998 dan Maryam (2000b). Meskipun
kontaminasi fumonisin pada hewan dan manusia belum mendapat perhatian di
Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai mengingat mikotoksin ini banyak
ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat meningkatkan toksisitas
kedua mikotoksin tersebut.
2.4 Pencegahan dan Penanggulangan Foodborne
Disease
2.4.1 Pencegahan
Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases harus dilakukan pada
setiap tahap/proses penyajian makanan; dari mulai tingkat produksi di
peternakan, proses pemotongan di Rumah Potong Hewan (RPH), pendistribusi dari
peternakan/RPH ke pasar, proses pengolahan sampai penyiapan makanan yang sudah
jadi (finished food) di rumah/restoran, dll.
Pencegahan dan pengendalian foodborne diseases diistilahkan from farm to table, yaitu dari mulai
produksi di peternakan sampai siap saji di meja makan, antara lain meliputi:
· Pemeriksaan hewan/ternak di
peternakan/rumah potong hewan. Ternak-ternak yang akan dipotong harus berasal
dari peternakan yang bebas penyakit.
· Peningkatan personal higiene mulai
dari pekerja kandang, petugas rumah potong hewan, penjual daging, pekerja pada
industri makanan, juru masak sampai kepada konsumen.
· Pengawasan terhadap
kebersihan/sanitasi lingkungan di peternakan, rumah potong hewan, alat
transportasi, ruang pengolahan, peralatan dapur atau pengolahan makanan dan
peralatan saji.
· Pengolahan makanan (daging, susu,
telur dan produknya) secara higienis dengan pemanasan yang cukup, pasteurisasi,
dan atau sterilisasi.
· Penyimpanan bahan pangan dengan baik
Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya
disimpan dalam lemari pendingin. Makanan cepat basi disimpan dalam suhu dingin,
pisahkan raw material dengan makanan sudah matang.
· Pencucian
ü Pencucian atau pembilasan buah dan
sayuran dapat menghilangkan kotoran dan kontaminan lainnya. Pencucian dapat
dilakukan dengan air, deterjen, larutan bakterisida seperti klorin, dan
lain-lain.
ü Sebelum makan atau menyiapkan
makanan, cucilah tangan dengan teliti memakai sabun dan kucuran air setidaknya
15 detik, lalu keringkanlah dengan handuk bersih.
Beberapa aktivitas yang wajib
diikuti dengan cuci tangan :
v Setelah ke kamar mandi
v Setelah batuk, bersin, merokok,
makan, minum
v Setelah membersihkan meja
v Sebelum memakai sarung tangan
v Setelah memegang hewan
v Ketika berpindah dari makanan mentah
ke makanan matang
v Setelah membuang sampah
v Setelah memegang alat atau
perlengkapan kotor
v Selama menyiapkan makanan
·
Pemantauan suhu
Menyimpan
makanan pada suhu yang keliru bisa berakibat membiaknya kumanyang menyebabkan
racun makanan, yang tumbuh di antara suhu 5° C dan 60° C.
Untuk berjaga-jaga:
•
Suhu lemari es jangan lebih tinggi dari
5° C dan ada aliran udara di seputarmakanannya agar pembagian suhunya merata,
•
Makanan panas patut disimpan di atas
suhu 60° C,
• Makanan
yang harus dipanaskan lagi harus cepat dipanaskan sampaisemua bagiannya
mencapai suhu 75° C,
•
Makanan beku sebaiknya dicairkan di
dalam lemari es atau microwave,sebab makin lama makanan mentah dibiarkan pada
suhu ruangan, makincepat pulalah kuman berbiak dan racun bisa terbentuk,
•
Agar kuman di dalamnya mati, makanan
harus dimasak matang benar.
Desinfeksi adalah tindakan yang bertujuan untuk membunuh
mikroba patogen maupun pembusuk dengan menggunakan bahan kimia
(desinfektan).Desinfektan merupakan bahan kimia yang mampu membunuh bakteri
pembusuk dalam bentuk sel vegetatif, tetapi tidak dalam bentuk spora.
· Pemblansiran merupakan cara lain yang
dapat digunakan untuk membunuh mikroba patogen. Blansir adalah suatu cara
perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke dalam air panas atau
pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu blansir
bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat
kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya
dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan.
Maksudnya untuk menghambat atau mencegah aktivitas enzim dan mikroorganisme.
4.4.2
Penanggulangan
Penanggulangan untuk penyakit bawaan makanan(Foodborne Diseases) antara lain :
ü Diagnosa infeksi melalui pemeriksaan
laboratorium guna menentukan jenis organisme penyebabnya.
ü Perawatan
penyembuhan terhadap penyakit bawaan makanan. Jenis perawatan disesuaikan dengan jenis penyakit bawaan
makanan yang diderita, dan bergantung dari gejala yang dirasakan.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Dari pembahasan
di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. Foodborne disease merupakan
penyakit
yang dihantarkan melalui pangan atau sering disebut penyakit akibat pangan,
disebabkan oleh konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi.
2.
Penyebab terjadinya Foodborne disease antara lain: industrialisasi,
urbanisasi, perubahan populasi dan gaya hidup, pariwisata dan proses
pengolahan, pencemaran lingkungan dan kurangnya pengetahuan pada penjamah
makanan dan konsumen tentang usage food
handling.
3. Peranan
mikroba dalam Foodborne disease
4.
Cara mencegah dan menanggulangi Foodborne diseas.
Thanks ya buat tulisannya. Bisa jadi bahan referensi buat ujian. ^_^
BalasHapusDebie
S2 Biomedik FKUI