BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bioteknologi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan
makhluk hidup baik itu bakteri,
fungi,
virus,
dan lain-lain maupun produk dari makhluk
hidup enzim,
alkohol
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Pada zaman sekarang
ini perkembangan Bioteknologi tidak hanya semata – mata pada bidang ilmu
biologi saja melainkan juga perkembangan pada bidang – bidang ilmu murni dan
terapan lain seperti biokimia, computer, genetika, biologi molekuler, maupun
mikrobiologi. Penerapan bioteknologi dalam kehidupan sudah banyak dilakukan
oleh para ahli. Beberapa penerapan dalam bidang teknologi yang sudah banyak
dilakukan misalnya bidang teknologi pangan
adalah pembuatan bir,
roti,
maupun keju,
pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas
baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan
reproduksi hewan. Di bidang medis,
penerapan bioteknologi pada masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin,
antibiotik,
dan insulin.
Pada zaman sekarang, di Negara – Negara
maju dan berkembang bioteknologi berkembang dengan sangat pesat. Kemajuan ini
ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi seperti rekayasa
genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan pengembangbiakan sel induk, kloning,
dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan
penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan. Selain
itu Hal – hal yang mendorong perkembangan bioteknologi ini adalah untuk
meningkatkan mutu baik itu dalam bidang pangan, medis, maupun bidang kehidupan
lainnya. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme
melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi
fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau
merekayasa gen pada organisme tersebut. Salah satu penerapan bidang
bioteknologi yang sering dibicarakan orang yaitu Kloning. Dimana dengan dilakukannya kloning ini maka
akan bermanfaat bagi kehidupan manusia baik itu dalam bidang pengobatan maupun
yang lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas
adapun rumusan masalah yang bisa penulis angkat yaitu:
1. Bagaimana
sejarah dan definisi kloning?
2. Apa
saja jenis – jenis kloning?
3. Apa
saja manfaat dilakukannya kloning ?
4. Bagaimana
tinjauan bioetika kloning?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini yaitu:
1. Untuk
mengetahui sejarah dan definisi kloning
2. Untuk
mengetahui jenis – jenis kloning
3. Untuk
mengetahui manfaat dilakukannya kloning
4. Untuk
mengetahui tinjauan bioetika kloning
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari
penulisan makalah ini yaitu:
1. Bagi
pembaca
Dengan
adanya makalah mengenai kloning ini pembaca bisa mengetahui dan memperoleh
pengetahuan mengenai kloning tersebut dan mengetahui manfaat dari dilakukannya
kloning tersebut dan dengan dibacanya makalah ini bisa memberikan manfaat yang
positif bagi pembaca.
2.
Bagi penulis
Dengan
dibuatnya makalah ini penulis bisa mengasah kemampuan dalam bidang menulis dan
bisa mengasah kemampuan dalam menulis.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah dan Definisi Kloning
Ø Definisi
Secara
definisi, Kloning adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang
secara genetic sama persis (identik). Sedangkan istilah klon adalah sekelompok
organisme hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan melalui reproduksi aseksual
dan berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota dari klon tersebut
mempunyai susunan dan jumlah gen yang sama dan kemungkinan besar fenotipnya
juga sama. Cloning didasarkan pada prinsip bahwa setiap makhluk hidup mempunyai
kemampuan totipotensi yang artinya setiap sel mempunyai kemampuan untuk menjadi
individu.
Ø SEJARAH KLONING
Kata kloning, dari kata
Inggris clone, pertama kali diusulkan oleh Herbert Webber pada tahun 1903 untuk
mengistilahkan sekelompok makhluk hidup yang dilahirkan tanpa proses seksual
dari satu induk. Secara alami kloning hanya terjadi pada tanaman : menanam
pohon dengan stek. Kloning pada tanaman dalam arti
melalui kultur sel mula-mula dilakukan pada tanaman wortel. Dalam hal ini sel
akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap.
Teknik ini digunakan untuk membuat klon tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah
sel yang mempunyai sifat unggul, kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur,
sampai ribuan atau bahkan sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen
yang sama, sehingga tiap sel merupakan klon dari tanaman tersebut.
Kloning
pada hewan dilakukan mula-mula pada amfibi (kodok), dengan mengadakan
transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi. Sebagai donor
digunakan nukleus sel somatik dari berbagai stadium perkembangan. Ternyata
donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel epitel usus kecebong pun
masih dapat membentuk embrio normal. Keberhasilan ini tentu memicu penelitian lebih
lanjut tentang kemungkinan penerapan teknologi kloning ini pada hewan lain dan
manusia. Hingga akhirnya pada tanggal 13 Oktober 1993, dua peneliti Amerika,
Jerry L. Hall dan Robert J. Stillman dari Universitas George Washington
mengumumkan hasil kerjanya tentang kloning manusia dengan menggunakan metode
embryo splitting (pemisahan embrio ketika berada dalam tahap totipotent) atas
embrio yang dibuat secara in vitro fertilization (IVF). Dari proses embryo
splitting tersebut, Hall dan Stillman mendapatkan 48 embrio baru yang secara
genetis sama persis. 18 Penelitian terhadap kloning ini pun tetap berlanjut. Sejarah
tentang hewan kloning telah muncul sejak tahun 1900, tetapi hewan kloning baru
dapat dihasilkan lewat penelitian Dr. Ian Willmut seorang ilmuwan skotlandia
pada tahun 1997, dan untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning dapat
dilakukan pada hewan mamalia dewasa. Metode kloning yang digunakan untuk
mengklon biri-biri tersebut adalah metode somatic cell nuclear transfer (SCNT).
Hewan kloning tersebut dihasilkan dari inti sel epitel ambing domba dewasa yang
dikultur dalam suatu medium, kemudian ditransfer ke dalam ovum domba yang
kromosomnya telah dikeluarkan, yang akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang
diberi nama Dolly.
Kloning domba Dolly
merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning. Dolly direproduksi tanpa
bantuan domba jantan, melainkan diciptakan dari sebuah sel kelenjar susu yang
di ambil dari seekor domba betina. Dalam proses ini Dr. Ian Willmut menggunkan
sel kelenjar susu domba finndorset sebagai donor inti sel dan sel telur domba
blackface sebagi resepien. Sel telur domba blackface dihilangkan intinya dengan
cara mengisap nukleusnya keluar dari selnya menggunakan pipet mikro. Kemudian,
sel kelenjar susu domba finndorset difusikan (digabungkan) dengan sel
telur domba blackface yang tanpa nukleus. Proses penggabungan ini dibantu oleh
kejutan/sengatan listrik, sehingga terbentuk fusi antara sel telur domba
blackface tanpa nucleus dengan sel kelenjar susu dompa finndorsat. Hasil fusi
ini kemudian berkembang menjadi embrio dalam tabung percobaan dan kemudian
dipindahkan ke rahim domba blackface. Kemudian embrio berkembang dan lahir
dengan ciri-ciri sama dengan domba finndorset.
Sejak
Wilmut et al. berhasil membuat klon anak domba yang donor nukleusnya
diambil dari sel kelenjar susu domba dewasa, maka terbukti bahwa pada mammalia
pun klon dapat dibuat. Atas dasar itu para ahli berpendapat bahwa pada manusia
pun secara teknis klon dapat dibuat.
1962 - John Gurdon mengklaim telah mengkloning katak dari sel
dewasa.
1963 - J.B.S. Koin Haldane 'clone' istilah
1966 - Pembentukan kode genetik lengkap
1967 - Enzim DNA ligase terisolasi
1969 - Shapiero dan Beckwith mengisolasi gen pertama
1970 - enzim restriksi Pertama terisolasi
1972 - Paul berg menciptakan molekul DNA rekombinan pertama
1973 - Cohen dan Boyer menciptakan organisme pertama DNA rekombinan
1977 - Karl Illmensee mengklaim telah menciptakan tikus dengan hanya satu orangtua
1979 - Karl Illmensee membuat klaim telah kloning threemice
1983 - Solter dan McGrath sekering sel embrio tikus dengan telur tanpa inti, tetapi gagal untuk mengkloning teknik mereka
1984 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio
1985 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio. Steen Wiladsen bergabung Genetika Grenad untuk mengkloning sapi secara komersial
1986 - Steen Wiladsen klon ternak dari sel dibedakan
1986 - Pertama, Prather, dan klon Eyestone sapi dari sel embrio
1990 - Proyek Genom Manusia dimulai
1996 - Dolly, hewan pertama yang dikloning dari sel dewasa lahir
1997 - Presiden Bill Clinton mengusulkan moratorium lima tahun pada kloning
1997 - Richard Benih mengumumkan rencananya untuk mengkloning manusia
1997 - Wilmut dan Campbell menciptakan Polly, domba kloning dengan gen manusia dimasukkan
1998 - Teruhiko Wakayama menciptakan tiga generasi tikus kloning genetik identik.
1963 - J.B.S. Koin Haldane 'clone' istilah
1966 - Pembentukan kode genetik lengkap
1967 - Enzim DNA ligase terisolasi
1969 - Shapiero dan Beckwith mengisolasi gen pertama
1970 - enzim restriksi Pertama terisolasi
1972 - Paul berg menciptakan molekul DNA rekombinan pertama
1973 - Cohen dan Boyer menciptakan organisme pertama DNA rekombinan
1977 - Karl Illmensee mengklaim telah menciptakan tikus dengan hanya satu orangtua
1979 - Karl Illmensee membuat klaim telah kloning threemice
1983 - Solter dan McGrath sekering sel embrio tikus dengan telur tanpa inti, tetapi gagal untuk mengkloning teknik mereka
1984 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio
1985 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio. Steen Wiladsen bergabung Genetika Grenad untuk mengkloning sapi secara komersial
1986 - Steen Wiladsen klon ternak dari sel dibedakan
1986 - Pertama, Prather, dan klon Eyestone sapi dari sel embrio
1990 - Proyek Genom Manusia dimulai
1996 - Dolly, hewan pertama yang dikloning dari sel dewasa lahir
1997 - Presiden Bill Clinton mengusulkan moratorium lima tahun pada kloning
1997 - Richard Benih mengumumkan rencananya untuk mengkloning manusia
1997 - Wilmut dan Campbell menciptakan Polly, domba kloning dengan gen manusia dimasukkan
1998 - Teruhiko Wakayama menciptakan tiga generasi tikus kloning genetik identik.
2.2 Jenis – Jenis Kloning
Kloning adalah tindakan menggandakan atau mendapatkan keturunan
tanpa fertilisasi, berasal dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah dan
gen) yang sama dan kemungkinan besar mempunyai fenotip yang sama. Berdasarkan
pengertian diatas, terdapat beberapa jenis kloning yang dikenal, antara lain :
1.
Kloning
DNA Rekombinan
Kloning
DNA adalah memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu sel bakteri. DNA
yang dimasukkan ini akan bereplikasi (memperbanyak diri) dan diturunkan pada
sel anak pada waktu sel tersebut membelah. Gen asing ini tetap melakukan fungsi
seperti sel asalnya, walaupun
berada dalam sel bakteri. Pembentukan DNA rekombinan ini disebut juga rekayasa
genetika. Perekayasaan genetika terhadap satu sel dapat dilakukan dengan hanya
menghilangkan, menyisipkan atau menularkan satu atau beberapa pasang basa
nukleotida penyusun molekul DNA tersebut. Untuk kloning ini diperlukan plasmid dan enzim untuk
memotong DNA, serta enzim untuk menyambungkan gen yang disisipkan itu ke
plasmid.
Beberapa jenis bakteri
mempunyai sejumlah molekul DNA melingkar yang ukurannya kecil sekali, hanya
mengandung beberapa ribu pasang basa, selain mempunyai kromosom utama dengan 4
juta pasang basa. Kromosom mini ini dinamakan juga plasmid. Plasmid dapat
bereplikasi secara otonom. Plasmid ini merupakan elemen genetis yang tidak
berhubungan dengan kromosom utama dan mengandung gen-gen yang resisten terhadap
antibiotik, antara lain yaitu antibiotik tetrasiklin dan ampisilin).
Keresistenan terhadap antibiotik memerlukan sejumlah enzim yang secara kimiawi
dapat menetralisir antibiotik tersebut.
Dengan menempatkan gen pada
plasmid, masing-masing gen ada dalam salinan (copy) sejumlah plasmid tertentu
yang dinamakan episom. Plasmid ini mampu bergerak mendekati dan menjauhi elemen
kromosom utama. Hal ini menunjukkan bahwa plasmid memiliki elemen-elemen
genetis yang bergerak, yang dilakukan melalui fusi secara bebas dari dua unit
DNA replikasi (replikon). Plasmid dapat diintegrasikan (dimasukkan) ke dalam
kromosom bakteri dan dapat dipindahkan dari satu sel bakteri ke bakteri yang
lain melalui transformasi, jika kromosom sel-sel tersebut merupakan
pasangannya.
Transformasi adalah
pemindahan satu sifat mikroba melalui bagian DNA tertentu dari mikroba. Oleh
karena DNA plasmid sangat kecil daripada fragmen DNA kromosom, maka dapat
dengan mudah dipisahkan dan dimurnikan. Di dalam laboratorium, jika plasmid
dicampurkan dengan bakteri, dengan adanya ion Ca++, DNA
plasmid tersedot ke dalam sel bakteri, sehingga bakteri mengandung plasmid yang
tersedot tersebut. Sel bakteri mempunyai satu bentuk plasmid. Kenyataannya
bahwa enzim Eco Ri menghasilkan potongan ujung khusus yang kohesif yang
selanjutnya merupakan metode praktis untuk kloning fragmen DNA. Cara yang penting
adalah memasukkan suatu fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi
Eco Ri ke dalam plasmid hibrid yang dapat digunakan untuk mempengaruhi bakteri.
Masing-masing sel bakteri memperoleh satu sel plasmid rekombinan yang mengandung
fragmen DNA asing yang dimasukkan.
Penggunaan antibiotik secara
ekstensif dan penyalahgunaan antibiotik dalam pengobatan manusia dan hewan
ternak menyebabkan strain bakteri alami menjadi resisten terhadap kebanyakan
antibiotik yang bersifat umum. Biasanya keresistenan ini tergantung pada respon
(tanggapan) plasmid bakteri yang mempunyai enzim khusus yang dapat menguraikan
antibiotik. Jika digunakan plasmid yang resisten antibiotik bersama-sama dengan
sel bakteri yang plasmidnya sensitive terhadap antibiotik, dengan memasukkan
plasmid resisten terhadap antibiotik yang mengandung gen rekombinan, plasmid
ini dapat dideteksi dengan mudah. Plasmid pbR 322 adalah salah satu contoh
plasmid yang mengandung gen resisten terhadap dua jenis antibiotik yaitu
ampisilin dan tetrasiklin. Selain itu tempat untuk enzim restriksi bekerja
berada di antara gen-gen yang resisten terhadap antibiotik tersebut (lihat
Gambar 2). Dengan demikian, jika sepotong DNA asing dikombinasikan ke dalam
satu atau lebih gen resisten antibiotik, gen tersebut tidak akan aktif. Hal ini
berarti bahwa keberhasilan pemotongan DNA asing ke dalam satu gen resisten
antibiotik dengan mudah dideteksi. Potensi genetis untuk resisten tersebut
dieleminir. Jika plasmid dimasukkan ke dalam sel bakteri (hos), bakteri akan
memperoleh keresistenan khusus yang kedua karena gen tersebut masih utuh..
Plasmid yang membawa gen
resisten antibiotik itu tersebar luas di alam dan plasmid tersebut dimutasikan
agar tidak dapat bergerak secara spontan dari satu sel ke sel yang lain. Dengan
menggunakan strain bakteri tertentu, percobaan dengan menggunakan plasmid yang
resisten obat sangat berguna tanpa menimbulkan resiko yang berarti. Plasmid
yang pertama kali dipakai sebagai vektor untuk rekombinan DNA adalah plasmid
dari sel bakteri Escherichia coli. Plasmid ragi Saccharomyces
cerevisiae, dan plasmid bakteri Bacillus subtilis dan virus saat ini
juga digunakan sebagai vektor untuk rekombinan DNA.
Dalam melakukan pengklonan
suatu DNA asing atau DNA yang diinginkan atau DNA sasaran harus memenuhi
hal-hal sebagai berikut. DNA plasmid vektor harus dimurnikan dan dipotong
dengan enzim yang sesuai sehingga terbuka. DNA yang akan disisipkan ke molekul
vektor untuk membentuk rekombinan buatan harus dipotong dengan enzim yang sama.
Reaksi pemotongan dan penggabungan harus dipantau dengan menggunakan
elektroforesis gel. Rekombinan buatan harus ditransformasikan ke E. coli atau
ke vektor lainnya.
Rekayasa genetik dengan menggunakan plasmid
bakteri E. coli dapat dilakukan
sebagai berikut.
1. Menentukan gen yang diinginkan untuk
disisipkan, misalnya gen pengkode hormone insulin dari sel-sel pankreas manusia
atau gen pengkode hormone pertumbuhan dari kelenjar pituitari. Kromosom sel-sel
pankreas dikeluarkan dengan memecah membran plasma. Membran plasma ini dipecah
dengan diberi kejutan listrik atau dengan pemberian zat kimia yaitu polietilen
glikol atau kalsium klorida (CaCl2), sehingga kromosom dapat keluar
dari sel pankreas.
2. Kromosom yang diinginkan tadi dipotong
dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease untuk melepaskan bagian DNA
yang diinginkan, kemudian memurnikan DNA tersebut. Elektroforesis dapat juga
digunakan untuk persiapan memurnikan fragmen DNA tertentu, selain digunakan
untuk menganalisis.
3. Mengektraksi plasmid dari sel
bakteri. Plasmid dipisahkan dari sel dengan cara memecah dinding sel bakteri.
Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan deterjen atau dengan enzim lisozim,
kemudian dilisis dengan natrium hidroksida (NaOH) dan larutan dedosil sulfat.
DNA kromosom akan menggumpal dan dinetralisir dengan natrium asetat. DNA
plasmid ini akan menggumpal membentuk jaring-jaring dan dengan mudah mengendap.
Untuk memisahkan DNA ini dilakukan sentrifugasi.
4. Cairan yang mengandung plasmid ini
dijenuhkan dengan pengendapan etanol. DNA plasmid yang dimurnikan dengan
filtrasi gel. Plasmid yang berbentuk lingkaran itu dipotong dengan enzim
restriksi endonuklease yaitu enzim yang sama digunakan untuk memotong DNA
pankreas. Enzim ini memecah ikatan fosfodiester pada molekul DNA. Endonuklease
memecah asam nukleat pada posisi internal, sedangkan enzim eksonuklase memecah
molekul DNA dari ujung molekulnya.
5. Kemudian pemasangan gen
pengkode yang diinginkan tadi ke dalam plasmid dengan menggunakan enzim ligase
yang fungsinya menggabungkan ikatan fosfodiester antara fragmen ujung-ujung
yang terpotong tadi. Proses penyambungan tersebut disebut ligasi. Karena enzim
yang digunakan untuk memotong DNA sel pankreas dan plasmid sama jenisnya, akan
menghasilkan ujung-ujung yang lengket yang sama strukturnya, sehingga
penyambungannya akan menyatu sempurna. Suhu optimum untuk ligasi adalah 37oC, tetapi ikatannya tidak stabil. Ligasi akan
berhasil jika dilakukan pada suhu 4o-150oC.
6. Plasmid yang telah disisipi
gen pengkode yang diinginkan itu dimasukkan ke dalam sel bakteri coli dengan
cara tranformasi. Transformasi dilakukan dengan memasukkan bakteri E. coli ke dalam larutan CaCl2 sehingga
terbentuk lubang-lubang sementara, sehingga plasmid dapat masuk ke dalam sel
bakteri. Diharapkan bakteri yang telah disisipi gen tersebut mewarisi sifat gen
baru, sehingga bakteri yang telah disisipi dengan gen pengkode insulin dapatm
memproduksi insulin.
7. Langkah selanjutnya adalah mengembangbiakkan
bakteri hasil rekayasa dalam tabung fermentasi yang berisi medium untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri E.
coli untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang banyak. Insulin yang
terbentuk kemudian dipisahkan dari senyawa yang lain.
Langkah pembuatan insulin
dengan menggunakan plasmid bakteri yang dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
2.
Kloning Kesehatan (Terapeutic Cloning)
Kloning terapeutik bagian
dari terapi sel punca yang bertujuan untuk menghindari adanya reaksi penolakan
terhadap sistem imun pasien pada saat dilakukan terapi. Kloning
terapeutik dilakukan dengan sel induk, dimaksudkan untuk tujuan terapeutik (penyembuhan)
dan riset medis, bukan untuk menciptakan manusia baru. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan teknologi SCNT (Somatic Cell Nuclear Transfer). Sel punca memiliki potensi yang sangat
menjanjikan untuk terapi berbagai penyakit sehingga menimbulkan harapan baru
untuk mengobatinya. Sampai saat ini, ada 3 golongan penyakit yang dapat diatasi
dengan penggunaan sel punca, di antaranya adalah:
1.
Penyakit autoimun,
2.
Penyakit degeneratif, contoh stroke, Parkinson, Alzhimer.
3.
Penyakit kanker, contoh leukemia.
Sel punca embrionik sangat
plastis dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel, seperti
neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast, dan sebagainya. Oleh karena itu,
sel punca embrionik dapat digunakan untuk transplantasi jaringan yang rusak.
Selain itu, sel punca embrionik memiliki tingkat imunogenisitas yang rendah
selama belum mengalami diferensiasi. Salah satu cara untuk menghindari
terjadinya graft versus host disease
(GVHD) adalah dengan menggunakan sel punca embrionik dengan sel somatik yang
bersumber dari pasien itu sendiri sehingga tidak akan ada penolakan lagi
terhadap sistem imunnya. Dengan menggunakan teknologi SCNT, sel punca embrionik
yang dihasilkan akan identik dengan induknya (dalam hal ini adalah pasien itu
sendiri). Hal itu mengakibatkan tidak akan adanya reaksi penolakan terhadap
sistem imun pasien apabila dilakukan transplantasi.
Secara teoritis, teknik SCNT
memiliki potensi besar dalam dunia kesehatan karena dapat dipergunakan untuk transplantasi
berbagai organ dan jaringan pada manusia. Secara singkat tahapan untuk
melakukan kloning terapeutik pada manusia (Gambar 2) Pertama mengambil biopsi sel
somatik dari tubuh pasien dan inti dari sel somatik tersebut ditransfer ke dalam
sel telur donor yang telah dikeluarkan intinya (unfertilized enucleated oocyte). Sel telur hasil manipulasi dikultur
sampai ke tahapan tertentu dan setelah mengalami berbagai proses akan
didapatkan sel punca embrionik. Sel punca embrionik ini diarahkan
perkembangannya menjadi suatu jaringan atau organ tertentu yang akan dapat
digunakan untuk transplantasi jaringan atau organ dan tidak akan mengalami
rejeksi sistem imun pada pasien itu sendiri (immunologically compatible transplant). Dengan menggunakan bantuan
mikroskop, pergerakan sel telur ditahan dengan holding pipette. Kemudian, DNA
dari sel somatik pasien (yang berada di dalam injection pipette) diintroduksikan ke dalam sel telur enucleated.
Sel telur hasil manipulasi dikultur secara in vitro menjadi blastosit selama
5-6 hari. Lalu, inner cell mass diisolasi dan dikultur di cawan petri sehingga akan
berkembang menjadi sel punca embrionik yang memiliki profil imunologi yang sama
dengan pasien.
3. Kloning Reproduksi
(Reproductive Cloning)
Kloning reproduktif pertama kali dilakukan oleh
seorang Ilmuan Inggris, John Gurdon. Beliau berhasil melakukan kloning pada
katak. Kemudian para peneliti dengan antusias melakukan percobaan lain pada
mamalia. Sampai dengan tahun 1996 tepatnya 5 Juli, Ian Wilmut dan para peneliti
yang lain dari Roslin Institute di Edinburg (Skotlandia) berhasil menciptakan
biri-biri yang diberi nama Dolly, akan tetapi penelitian ini dikatakan belum
berhasil karena Dolly yang seharusnya dapat mencapai umur 11 tahun ternyata hanya
dapat mencapai umur 6 tahun. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Dolly
mengalami penuaan dini, menderita penyakit radang sendi, dan infeksi paru
kronis.
Kloning
reproduktif mengandung arti suatu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan
individu baru atau teknologi yang digunakan untuk menghasilkan hewan yang sama dengan
menggunakan teknik SCNT. Genetika individu klon tidak seluruhnya memiliki
kesamaan dengan sang induk, persamaan genetika individu klon dengan induknya
hanya terletak pada inti DNA donor yang berada di kromosom. Individu klon juga
memiliki material genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria di
sitoplasma. Teknologi kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya kepunahan hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit
dikembangbiakkan. Namun, laju keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah
seperti pada contoh yaitu Domba Dolly merupakan contoh kloning reproduktif yang
satu-satunya klon yang berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan.
Pada kloning reproduktif ini
sel donor yang berupa sel somatik (2n) diintroduksikan ke enucleated oocyte. Keberhasilan proses aktivasi embrio konstruksi
secara kimiawi atau mekanik mengakibatkan terjadinya proses pembelahan sampai
ke tahap blastosit. Kemudian, embrio dimplantasikan ke dalam rahim untuk
dilahirkan secara normal. Berbeda pada kloning kesehatan yang setelah embrio
mencapai tahapan blastosit, embrio dikultur secara in vitro untuk
didiferensiasikan menjadi berbagai jenis sel untuk kegunaan terapeutik atau kesehatan.
Sampai saat ini, hewan klon
yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak, di antaranya adalah domba,
sapi, kambing, kelinci, kucing, dan mencit. Sementara itu, tingkat keberhasilan
kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda, dan primata. Masalah yang
kerap kali timbul dalam kloning reproduktif adalah biaya dan efisiensinya.
Penelitian dalam kloning reproduktif membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan
tingkat kegagalannya tinggi. Di samping tingkat keberhasilan yang rendah, hewan
klon cenderung mengalami masalah defisiensi sistem imun serta sangat rentan
terhadap infeksi, pertumbuhan tumor, dan kelainan-kelainan lainnya. Penyebab
timbulnya berbagai masalah di atas adalah adanya kesalahan saat pemrograman
material genetik (reprogramming) dari
sel donor. Kesalahan pengkopian DNA dari sel donor atau yang lebih dikenal dengan
sebutan genomic imprinting akan
mengakibatkan terjadinya perkembangan embrio yang abnormal. Berbagai contoh
abnormalitas yang terjadi pada klon mencit adalah obesitas, pembesaran plasenta
(placentomegally), kematian pada usia
dini. Parameter yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam SCNT
adalah kemampuan sitoplasma pada sel telur untuk mereprogram inti dari sel
donor dan juga kemampuan sitoplasma untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan
secara epigenetik selama dalam perkembangannya. Dari semua penelitian yang
telah dipublikasikan, tercatat hanya sebagian kecil saja dari embrio hasil
rekonstruksi (menggunakan sel somatik dewasa atau fetal) yang berkembang menjadi
individu muda yang sehat.
3.3
Manfaat Kloning
Secara
garis besar kloning bermanfaat:
1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Manfaat kloning terutama
dalam rangka pengembangan biologi, khususnya reproduksi-embriologi dan
diferensiasi. Dengan pengembangan ilu pengetahuan baru di bidang bioteknologi
akan membuka peluang lebar bagi peneliti untuk menemukan cara baru lagi untuk
memecahkan masalah-masalah yangberujung pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
2. Untuk mengembangkan dan memperbanyak
bibit unggul
Seperti telah kita ketahui,
pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang serupa tentu saja dapat
juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba, kambing dan
lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil dari bibit unggul, maka
anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul tersebut. Sifat unggul
tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan teknik
transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen yang
dikehendaki, sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan yang lebih
unggul.
3. Untuk tujuan diagnostik dan terapi
Sebagai contoh jika sepasang
suami isteri diduga akan menurunkan penyakit genetika thalasemia mayor. Dahulu
pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak mempunyai anak. Sekarang mereka dapat
dianjurkan menjalani terapi gen dengan terlebih dahulu
dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu klon blastomer
tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor, maka
dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain, sebelum
dikembangkan menjadi blastosit.
Contoh lain adalah mengkultur sel pokok (stem
cells) in vitro, membentuk organ atau jaringan untuk menggantikan organ
atau jaringan yang rusak. Mengingat fakta bahwa sel dapat dimanipulasi
untuk meniru jenis sel
lain, ini
dapat memberikan cara baru untuk mengobati penyakit seperti kanker dan Alzheimer. Kloning
juga menawarkan harapan kepada orang yang membutuhkan transplantasi
organ. Orang-orang yang
membutuhkan transplantasi organ untuk
bertahan hidup akibat suatu penyakit sering menunggu bertahun-tahun untuk donor mendapatkan
donor yang
cocok.
Dengan teknologi kloning maka pasien tidak perlu menunggu lama untuk donor
transplantasi organ tersebut.
4. Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil
mempunyai turunan
Manfaat yang tidak kalah penting adalah
bahwa kloning manusia dapat membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai
turunan. Secara medis infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan
secara psikologis ia merupakan kondisis yang menghancurkan, atau membuat
frustasi. Salah satu bantuan ialah menggunakan teknik fertilisasi in vitro.
(in vitro fertilization = IVF). Namun IVF tidak dapat menolong semua
pasangan infertil. Misalnya bagi seorang ibu yang tidak dapat memproduksi sel
telur atau seorang pria yang tidak dapat menghasilkan sperma, IVF tidak akan
membantu.
Dalam
hubungan ini, maka teknik kloning merupakan hal yang revolusioner sebagai
pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu menghasilkan sperma atau
telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik dari manapun diambil, sudah
memungkinkan mereka punya turunan yang mengandung gen dari suami atau istrinya.
5.
Melemstarikan Spesies
Langka
Meskipun upaya terbaik dari konservasionis di seluruh
dunia, beberapa spesies yang hampir punah.
Kloning Dolly sukses merupakan langkah pertama dalam
melindungi satwa langka. Contoh
lainnya adalah hasil cloning yang melahirkan Noah, hewan gaur (spesies dari
Asia Tenggara yang mirip bison), yang merepresentasikan percobaan pertama yang
dilakukan oleh para ilmuwan untuk mengkloning hewan yang terancam punah. Para
ilmuwan di Amerika berharap bisa mengambil langkah besar dalam upaya melindungi
spesies yang terancam punah dengan melahirkan kloningan gaur di sebuah
peternakan di Iowa.
6.
Meningkatkan pasokan makanan
Kloning dapat
menyediakan sarana budidaya tanaman yang lebih kuat dan lebih tahan terhadap
penyakit, sambil menghasilkan produk lebih. Hal yang sama bisa terjadi pada ternak serta di
mana penyakit seperti penyakit kaki dan ulut bisa menjadi eradicated.
Kloning karena itu bisa secara efektif memecahkan masalah
pangan dunia dan meminimalkan atau mungkin kelaparan.
EFEK NEGATIF KLONING
·
Jika kloning pada tanaman bertujuan
menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat-sifat identik dengan induknya
maka kloning pada tanaman akan menghasilkan individu baru yang sama dengan
sifat induknya. Hal ini hal ini akan menurunkan keanekaragaman tanaman baru
yang dihasilkan. Tentu hal ini akan menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang
dihasilkan. Akibatnya, keanekaragaman tumbuhan yang merupakan sumber daya alam
hayati pun akan semakin menurun. Demikian juga kloning pada hewan, akan
menurunkan keanekaragaman hewan. Keanekaragaman genetik memainkan peran yang
sangat penting dalam sintasan dan adaptabilitas suatu spesies, karena ketika
lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar
spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat
keanekaragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak
variasi alel yang dapat diseleksi. Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi
cendering memiliki risiko lebih besar. Dengan sedikitnya variasi gen dalam
spesies, reproduksi yang sehat akan semakin sulit, dan keturunannya akan
menghadapi permasalahan yang ditemui
·
Kloning pada hewan dan manusia masih
dipertentangkan karena akibat yang ditimbulkan seperti contohnya: resiko
kesehatan terhadap individu hasil kloning. Beberapa kalangan berpendapat bahwa
kloning manusia dapat disalahgunakan untuk menciptakan spesies atau ras baru
dengahn tujuan yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Lagipula, kloning
pada mamalia belum sepenuhnya sempurna. Dapat dilihat dari domba Dolly yang
menderita berbagai penyakit dan berumur pendek.. Setelah hidup hanya 6 tahun
(umur domba biasanya mencapai 11-12 tahun), Dolly mati muda disebabkan penyakit
paru-paru yang biasanya menyerang domba-domba yang lanjut usia. Dolly juga mengidap
penyakit arthritis, mengerasnya sendi-sendi dan engsel tulang, lagi-lagi
penyakit yang biasa ditemukan pada domba yang sudah mulai uzur. Penelitian
sesudah kematiannya, menunjukkan bahwa Dolly memiliki telomer yang lebih pendek
daripada domba normal seusianya. Telomer adalah bagian yang melindungi
ujung-ujung kromosom (bundelan rantai DNA) yang memendek setiap kali sebuah sel
membelah, atau boleh dikatakan setiap saat individu itu bertumbuh. Individu
hasil kloning sel-selnya diperoleh dari induknya. Ini berarti umur sel-sel
hasil kloning pun sama dengan umur sel-sel induknya. Oleh karena itu, individu
hasil kloning pun akan memiliki umur sama dengan induknya. Dolly dikloning dari
domba yang berusia 6 tahun dan hasil penelitian ini seolah-olah menunjukkan
bahwa tubuh Dolly sudah berumur 6 tahun pada saat dilahirkan.
·
Terjadi kekecauan kekerabatan dan
identitas diri dari klon maupun induknya. Klon atau individu hasil cloning akan
diangggap sebagai kopian dari individu lain yang dianggap sebagai induknya
karena memiliki sifat yang sama dengan induknya. Sehinggga terjadi kekacauan
apakah status klon tersebut adalah anak atau merupakan kembaran dari individu
aslinya.
3.4 Bioetika
Kloning
Tujuan
kloning ini adalah untuk menciptakan mahluk baru, sehingga banyak yang
berpendapat ini adalah upaya “playing GOD”yang tidak dapat dibenarkan. Hal ini
memicu kontroversi tentang kloning di
berbagai belahan dunia.
Berbagai kalangan mereaksi dengan keras bahwa jika teknologi ini diterapkan
pada manusia, maka teknologi kloning sungguh tidak dapat dibenarkan secara
moral. Teknologi kloning pada manusia akan menimbulkan begitu banyak persoalan
etis dan moral yang amat serius. Salah satu contoh pelarangan teknologi kloning
pada manusia muncul dari National Bioethics Advisory Commision (Amerika
Serikat) yang menyatakan bahwa: “Untuk saat ini, secara moral tidak dapat
diterima bila seseorang mencoba untuk menciptakan anak dengan mempergunakan
teknik somatic cell nuclear transfer kloning, baik secara pribadi maupun secara
umum, baik dalam lingkup riset maupun dalam lingkup klinis”. Hal yang sama juga terjadi di Parlemen Uni Eropa
yang melarang setiap negara anggotanya melakukan kloning terhadap manusia.
Meski demikian, perdebatan mengenai kloning pada manusia masih terus berlanjut.
Hingga
waktu ini sikap para ilmuwan, organisasi profesi dokter dan masyarakat umumnya
adalah bahwa pengklonan individu yaitu pengklonan untuk tujuan reproduksi
(reproductive kloning) dengan menghasilkan manusia duplikat, kembaran identik,
manusia fotokopi yang berasal dari sel induk dengan cara implantasi inti sel
tidak dibenarkan, tetapi untuk tujuan terapi (therapeutic kloning) dianggap
etis.
Etika
tentang klonasi/ kloning dalam adeddum Buku Kedokteran Indonesia disebutkan
bahwa menolak dilakukan kloning terhadap manusia karena upaya itu mencerminkan
penurunan derajat serta martabat manusia sampai setingkat bakteri. Sehingga
para ilmuwan dihimbau untuk tidak melakukan klonasi dalam kaitan dengan
reproduksi manusia. Tetapi mendorong ilmuwan untuk tetap menggunakan
bioteknologi kloning pada:
1.
Sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan melalui antara
lain: pembuatan zat anti atau antigen monoclonal yang banyak digunakan dalam
bidang kedokteran baik aspek diagnostic maupun dalam pengobatan.
2.
Dalam sel maupun jaringan hewan dalam upaya penelitian kemungkinan penggunaan
klonasi organ serta penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan digunakannya
klonasi organ manusia untuk kepentingan
dirinya sendiri. Kajian bioetika sangat perlu dilakukan dengan seksama, dalam
menilai masalah kloning. Yang sangat utama untuk diperhatikan adalah seharusnya
kloning hanya dilakukan untuk kepentingan kesejahteraan kehidupan serta tidak
menyalahi etika dan moral.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Adapun simpulan
yang dapat penulis sampaikan yaitu :
1. Kloning adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu
yang secara genetic sama persis (identik). Kloning pertama kali dicetuskan oleh
Herbert Webber pada tahun 1903.
2.
Terdapat beberapa jenis kloning
yaitu, Kloning DNA Rekombinan, Kloning Kesehatan (Terapeutic Cloning), Kloning Reproduksi (Reproductive Cloning).
3. Kloning memiliki beberapa manfaat yaitu, Untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul, Untuk tujuan diagnostik dan
terapi , Menolong atau menyembuhkan
pasangan infertil mempunyai turunan, Melestarikan Spesies
Langka, Meningkatkan
pasokan makanan. Namun ada juga beberapa efek negative
dari kloning ini.
4.
Bioetika
kloning menyangkut pendapat – pendapat mengenai kloning ini. Ada yang pro
dengan dilakukan kloning dan ada yang kontra.
3.2
Saran
Adapun saran yang bisa penulis
sampaikan dalam makalah ini yaitu apabila dilakukan kloning ini hendaknya
dilakukan dengan tujuan yang benar – benar baik dan dapat dipertanggung
jawabkan. Karena pelaksanaan kloning ini ada pihak – pihak yang pro dan kontra.
terimakasih banyak kak, bermanfaat banget postingannya (:
BalasHapus:)
BalasHapus