BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri,
fungi, virus, dan lain-lain) maupun
produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk
menghasilkan barang dan jasa atau merupakan teknologi yang
memanfaatkan agen hayati
atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Bioteknologi
secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi
teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu
organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada
organisme tersebut. Dari pengertian bioteknologi tersebut terlihat jelas bahwa
bioteknologi tidak dapat terlepas dari peranan mikroorganisme.
Mikroorganisme
di alam dapat terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan habitat dimana ia
berada. Secara umum, mikroorganisme terbagi atas mikroorganisme darat
(terrestrial), mikroorganisme perairan dan mikrorganisme udara. Di daerah
terrestrial, mikroorganisme dapat tumbuh dengan pesat serta berinteraksi dengan
mahluk hidup lainnya. Lingkungan
terrestrial itu sendiri merupakan lingkungan yang secara fisik berupa daratan
(tanah). Dalam ekosistem ini terjadi berbagai hubungan antara mahluk hidup.
Seperti hubungan yang terjadi pada mikrorganisme terrestrial sangat
menguntungkan bagi mahluk hidup lainnya, atau dengan kata lain terjalin hubungan
mutualisme. Kebanyakan mikroorganime terrestrial hidup bersama – sama dengan
tumbuhan.
Mikroorganisme
memiliki peran yang begitu besar bagi kehidupan. Seperti hubungan beberapa jenis
mikroorganisme dengan tumbuhan menyebabkan tumbuhan tersebut kaya akan nitrogen.
Dalam proses tersebut terjadi daur energi dimana nitrogen yang ditambat oleh
mikroorganisme yang bersimbiosis dengan jenis tumbuhan tertentu akan
dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya. Selain itu
mikroorganime juga berperan dalam bidang pembusukan (dekomposer) sehingga sangat membantu proses
penguraian mahluk hidup yang telah mati atau sampah – sampah yang tidak berguna
lagi. Beberapa jenis mikroorganisme juga berperan sebagai petunjuk adanya minyak
bumi, sehingga dapat memudahkan dalam penentuan tempat yang akan dijadikan
sumber minyak bumi.
Begitu
besar peran mikroorganisme di darat mendorong penulis untuk menjadikan
mikoroganisme darat sebagai suatu masalah yang perlu dikaji dan diketahui
sehingga dapat membantu pembaca dan penulis dalam pemanfaatan mikroorganisme
tersebut, sehingga memungkinakan untuk mengembangkan peran mikroba terestrial di
bidang bioteknologi.
1.2
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas yaitu:
1.
Bagaimana komposisi populasi mikroorganisme di lingkungan
teresterial?
2.
Apa sajakah kelompok mikroorganisme yang hidup di lingkungan
terresterial?
3.
Bagaimanakah
peranan mikroorganisme di lingkungan terestrial?
1.3
Tujuan
Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah diatas yaitu:
1.
Untuk
mengetahui komposisi mikroorganisme
di lingkungan terrestrial.
2.
Untuk mengetahui kelompok mikroorganisme yang hidup di lingjungan
terresterial.
3.
Untuk
mengetahui peranan mikroorganisme di lingkungan terrestrial.
1.4
Manfaat
Penulisan
Adapun
manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1.
Dapat
mengetahui komposisi mikroorganisme di
lingkungan terrestrial.
2.
Dapat
mengetahui peranan
mikroorganisme di lingkungan terrestrial.
3.
Dapat
mengetahui cara
pemanfaatan mikroorganisme terestrial dalam bidang bioteknologi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
KOMPOSISI TANAH
Di
dalam tanah hidup berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang melakukan
berbagai kegiatan yang menguntungkan
bagi kehidupan makhluk-makhluk hidup lainnya, atau dengan perkataan lain
menjadikan tanah memungkinkan bagi kelanjutan siklus hidup makhluk-makhluk
alami.
Tanah yang normal telah kita ketahui
tersusun dari unsur-unsur padat, cair, dan gas, yang secara luas dapat dibagi
dalam 5 kelompok, yaitu:
a.
Partikel-partikel mineral, yang dapat berubah-ubah ukuran dan tingkatan hancuran
mekhanis dan kimiawinya, dan partikel-partikel
ini meliputi kelompok-kelompok batu kerikil, pasir halus, lempung, dan
lumpur.
b. Sisa-sisa tanaman dan binatang, terdiri dari
daun-daunan segar yang jatuh, tunggul, jerami, dan bagian-bagian tanaman yang
tersissa serta barbagai bangkai bimatang dan serangga, yang kesemuanya membusuk
dan hancur menyatu dengan partikel-partikel di atas. Residu atau sisa-sisa
tanaman dapat pula berwujud humus atau bahan-bahan humus.
c. Sistem-sistem kehidupan, termasuk berbagai
kehidupan tanaman lebih tinggi, sejumlah besar bentuk makhluk/binatang yang
hidup dalam tanah seperti berbagai macam serangga, protozoa, cacing tanah, dan
binatang mengerat, demikian pula berbagai algae, fungi, aktinomisetes, dan
bakteri.
d. Berbagai gas, atmosfer tanah terdiri dari
karbon dioksida, oksigen, nitrogen dan sejumlah gas lainnya dalam
konsentrasi-konsentrasi yang lebih yang lebih terbatas.
e. Air, yang merupakan bentuk-bentuk cairan
terdiri dari air bebas dan air hgroskopik, yang mengandung berbagai konsentrasi
larutan garam-garam anorganik dan campuran-campuran atau senyawa organik
tertentu.
Susunan rata-rata atas dasar volume
yang dianggap optimal untuk keperluan petanian adalah 45% mineral, 25% air, 25%
udara, dan 5% senyawa organik.
Unsur-unsur
di atas menjadikan tanah subur, yang menjamin berlangsungnya kehidupan berbagai
makhluk di bumi. Unsur-unsur tersebut terkadang ada yang lenyap dikarenakan
pengolahan tanah yang salah, pembakaran hutan atau perbuatan-perbuatan lainnya
dari manusia sebagai makhluk tertinggi di bumi.
S.E. WAKSMAN (1961) dalam “SOIL MICROBIOLOGY” telah mengemukakan
gambaran lebih jelas tentang unsur-unsur yang tersusun dalam sejenis tanah
tertentu yang dapat digolongkan sebagai tanah yang baik, yang berkemampuan bagi
pertumbuhan tanaman-tanaman budidaya dengan baik.
Populasi
mikrobiologi yang mendiami tanah, bersama dengan berbagai bentuk binatang dan
berbagai jenis tanaman tingkat lebih tinggi membentuk suatu sistem kehidupan
yang tidak terpisahkan dari bahan mineral dan sisa-sisa bahan organik yang ada
dalam tanah. WAKSMAN dan STARKEY mengemukakan gambaran mengenai
distribusi relatif bahan-bahan penyusun tanah dengan kondisi yang baik untuk
berlangsungnya suatu sistem kehidupan.
2.2 PERKEMBANGAN BEBERAPA MIKROORGANISME
SPESIFIK DALAM TANAH
Kegiatan
penelitian beberapa pakar mengenai kemunculan dan perkembangan mikroorganisme di
dalam tanah telah menghasilkan kemudahan-kemudahan untuk melakukan
penelitian-penelitian lanjutan dan untuk kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan, terutama mengenai antara keterkaitan mikroorganisme dengan
usaha-usaha pertanian, positif ataupun negatif.
Kemudahan-kemudahan tersebut antara
lain dengan berhasilnya dikelompokkan mikroorganisme dalam beberapa golongan
yang dengan demikian maka kegiatan meneliti dan mempelajarinya dapat lebih
dikhususkan.
WINOGRADSKY telah membagi populasi
mikrobiologi tanah dalam tiga golongan besar, yaitu:
1.
Autochthonous
Golongan ini dapat dikatakan sebagai
mikroba-mikroba setempat atau pribumi pada tanah tertentu, selalu hidup dan
berkembang di tanah itu dan selalu diperkirakan ditemukan di dalam tanah
tersebut.
2.
Mikroba
zimogenik
Golongan mikroba yang berkembang di
bawah pengaruh perlakuan khusus pada tanah, seperti penambahan bahan-bahan
organik, pemupukan, atau serasi.
3.
Mikroba
transient
Terdiri dari organisme-organisme
yang diintrodusir secara sengaja ke dalam tanah misalnya bentuk inokulum
(preparat hidup mikroba) Rhizobium
atau Azotobacter ke dalam
tanah.
2.3
KOMPOSISI POPULASI MIKROBIOLOGIS TANAH
Menjelang
akhir abad ke-18 sampai permulaan abad ke-19 kebanyakan peneliti mencurahkan
perhatiannya untuk mempelajari peristiwa/kejadian dan kegiatan-kegiatan berbagai
mikroorganisme tanah dengan menganggap bakteri sebagai jasad renik terpenting
dalam proses-proses tanah.
Pada akhir dasawarsa abad yang
lampau telah diketahui adanya beberapa terbitan mengenai mikroorganisme tanah
dan pada dasawarsa pertama sampai pertengahan abad sekarang terbitan-terbitan
yang ada cenderung membuktikan adanya kemajuan dan perluasan pengetahuan.
Penulis-penulis yang terkenal pada waktu itu dari Inggris antara lain RUSSELL, HUTCHINSON; dari Amerika J.G. LIPMAN, H.J. CONN dan E.B. FRED; dari Jerman antara lain LOHNIS. Sedikit perhatian telah pula
ditujukan pada golongan-golongan lainnya, seperti protozoa dianggap sebagai
bentuk-bentuk yang merugikan atau sebagai musuh-musuh dari bakteri, dan Jamur
(fungi) dipertimbangkan kalau tidak sebagai pengganggu adalah sebagai pencemar.
Sejumlah protozoa mendiami tanah
dikenal sejak masa EHRENBURG (1939),
cacing tanah memainkan peran penting dalam proses-proses tanah tertentu dikenal
sejak masa ADAMETZ (1886),
aktinomisetes membentuk suatu golongan unsur penting pada populasi tanah,
dikenal sejak masa HILTNER dan STORMER (1904). Walaupun demikian,
tidak satupun dari organisme-organisme ini dalam setiap studi yang sistematik
mengenai populasi tanah diberi pertimbangan-pertimbangan yang cukup. Kalaupun
pertimbangan itu ada hanyalah berdasarkan percobaan-percobaan yang lemah yang
diadakan untuk mengkoordinasi peristiwa dan aktivitas-aktivitasnya dengan
proses-proses tanah yang penting.
Baru sekitar tahun 1920-an dapat
ditentukan secara lebih meyakinkan bahwa tanah dicirikan dengan suatu populasi
mikrobiologis yang nyata yang tersusun oleh golongan-golongan yang spesifik,
golongan-golongan dimana memanfaatkan suatu keragaman pengaruh yang besar yang
asosiatif dan antagonistik antara yang satu terhadap yang lainnya.
Kegiatan–kegiatan ini sangat berpengaruh pada fertilitas tanah dan pertumbuhan
berbagai tanaman yang dibudidayakan dan tidak dubudidayakan. Tepatlah kalau DR. IR. E. SAIFUDIN SARIEF (1986) dalam
“Ilmu Tanah Pertanian” menyatakan sebagai berikut: “Tanah dengan nilai
produktifitas tanah yang tinggi tidak hanya terdiri dari komponen-komponen
padat, cair, dan udara (gas) saja, akan tetapi harus mengandung jasad hidup
tanah yang cukup banyak. Dengan adanya jasad hidup tanah ini maka tingkat
kesuburan tanah akan dipengaruhi, karena jasad hidup memegang peranan penting
dalam proses pelapukan bahan organik dalam tanah sehingga unsur hara menjadi
lebih tersedia bagi tanaman”.
Golongan-golongan utama (besar) yang
menyusun populasi mikrobiologis tanah terdiri dari golongan flora dan
fauna:
1.
Golongan
flora yang meliputi bakteri (autotrof, heterotrof), aktinomisetes, jamur
(fungi), dan ganggang (algae).
2.
Golongan
fauna meliputi protozoa, binatang berderajat agak lebih tinggi, nematoda, cacing
tanah.
2.3.1
BAKTERI
Bakteri adalah makhluk hidup bersel
tunggal dan bentuknya sangat kecil sehingga tidak tampak oleh mata telanjang.
Jumlahnya merupakan yang terbesar dari jumlah makhluk hidup di bumi. Bakteri
lebih sering dikaitkan dengan penyakit atau gangguan kesehatan pada makhluk
hidup. Padahal ini tidak sepenuhnya demikian. Memang benar sebagian bakteri yang
dapat menimbulkan penyakit pada manusia, namun tidak sedikit pula bakteri yang
justru memberi manfaat.
A.
Penggolongan
bakteri tanah
Terdapat
suatu sistem penggolongan bakteri yang didasarkan atas kegiatan-kegiatan
fisiologis yang seringkali diterapkan dalam studi-studi tanah. Sistem ini
menggolongkan bakteri sebagai berikut :
1.
BAKTERI
AUTOTROPIK
Bakteri
autotropik dicirikan oleh sifat-sifat fisiologis tertentu yang sangat
membedakannya dari semua bakteri lainnya. Sifat-sifat khas dari organisme ini
adalah :
a.
Pertumbuhan
dan perkembangannya dalam tanah menyukai media mineral yang elektif, yang
bermuatan zat-zat anorganik yang secara khusus mampu mengoksidasi.
b.
Eksistensi
bakteri-bakteri autotropik ini dihubungkan dengan tersedianya unsure-unsur
anorganik atau senyawa-senyawa sederhana, yang melangsungkan oksidasi sebagai
suatu hasil dari kegiatan-kegiatan hidup organism.
c.
Oksidasi
zat/bahan-bahan anorganik demikian menunjang energy sebagai sumber satu-satunya
bagi perkembangan organism-organisme ini.
d.
Bakteri-bakteri
autotropik ini tidak memerlukan suatu nutrisi bagi sintesa sel atau sebagai
sumber energy.
e.
Bakteri-bakteri
autotropik hampir dapat dikatakan tidak berkemampuan membusukkan zat/bahan-bahan
organic.
f.
Bakteri
autotropik menggunakan karbon dioksida sebagai suatu sumber karbon yang
eksklusif yang diasimilasi secara chemosintetis.
Bakteri
autotropik merupakan bakteri yang tidak berhijau daun yang membentuk zat karbon,
lemak, dan protein tanpa memerlukan sinar matahari. Dalam hal pembentukan zat
karbohidrat misalnya, bakteri autotropik mampu memanfaatkan kemampuannya untuk
mengoksidasikan membakar zat anorganis seperti : zat besi, zat belerang, zat
nitrogen, zat hydrogen, zat methan (CH4) dan zat karbonmonoksida
(CO)
Bakteri Nitrosomonas yaitu
bakteri yang terlihat dalam nitrifikasi mampu mengoksidasikan zat nitrogen dari
NH3 (zat amoniak) dengan reaksi kimiawi yang dilangsungkannya adalah
sebagai berikut :
Bakteri Nitrobakter yaitu
bakteri lain yang mampu mengoksidasi zat nitrit menjadi nitrat melalui reaksi
kimiawi yang berlangsung sebagai berikut :
Dengan
demikian maka bakteri Nitrosomonas dan Nitrobakter berada dalam tanah sangat
menguntungkan bagi usaha-usaha budidaya tanaman, merupakan organism-organisme
pengolah zat amonia menjadi zat asam nitrat.
Bakteri
belerang juga termasuk ke dalam bakteri autotropik, bakteri-bakteri ini banyak
terdapat dekat kawah-kawah gunung dimana terdapat sumber-sumber belerang.
Oksidasi belerang yang dilangsungkannya dapat dinyatakan dengan reaksi kimia
sebagai berikut :
S
+ 3 O + H2O
H2SO4 + 141,8 cal
(belerang) (asam sulfat)
2.
BAKTERI HETEROTROPIK
Bakteri
heterotropik meliputi mayoritas besar organisme-organisme dalam tanah,
pertumbuhannya tergantung dari bahan-bahan organic sebagai sumber-sumber
energinya dan terutama berhubungan dengan dekomposisi selulosa dan hemiselulosa,
zat-zat tepung, protein dan bahan-bahan nitrogen lainnya serta lemak sebagai
bahan makanannya. Bakteri ini sangat berbeda dalam susunan dan fisiologi,
berlimpahnya dan kepentingannya, sementara ada yang aerobik dan sementara
lainnya ada yang anaerobik.
Bakteri
heterotropik ini digolongkan menjadi :
a.
Bakteri
pemfiksasi nitrogen yang memperoleh nitrogennya dari atmosfer :
1.
Bakteri
pemfiksasi nitrogen yang nonsimbiotik :
a)
Organisme
anaerobic, asam butirik
b)
Azotobakter
aerobic, radiobakter, aerobakter,
2.
Bakteri
pemfiksasi nitrogen yang simbiotik atau bernodula pada akarnya
b.Bakteri
yang memerlukan nitrogen gabungan :
1. Bakteri aerobic :
a)
Bakteri
pembentuk spora
b)
Bakteri
bukan pembentuk spora
-
Bakteri
gram positif
-
Bakteri
gram negative
2
Bakteri anaerobic yang memerlukan nitrogen gabungan.
B.
Penambatan
Nitrogen (N2) Oleh Bakteri Tanah
Penambatan
N2 dapat terjadi secara simbiotik, nonsimbiotik, dan kimia.
Nitrogenase adalah ensim utama dalam penambatan N2 udara secara biologis. Ensim
ini mempunyai dua macam protein, yang satu mengandung Mo dan Fe dan yang lain
mengandung Fe. Ensim ini sangat sensitif terhadap O2 dan aktivitasnya
memerlukan tekanan O2 sangat rendah. Selain itu juga diperlukan ATP,
feredoksin, pereduksi dan mungkin sitokrom dan koensim. Reaksinya adalah sebagai
berikut:
N2
+ 6e 2 NH3 (Δ G=
15 Kkal)
Dalam lingkungan tanah, penambatan
N2 terbesar dilakukan oleh bakteri Rhizobium (Bakteri yang
bersimbiosis dalam perakaran legum). Jumlah N2 yang ditambat oleh
bakteri ini 2 3 kali lebih besar daripada oleh jasad nonsimbiotik. Bakteri
Rhizobium yang bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai atau alfalfa
dapat menambat lebih dari 300 kg N/ha/th, sedang penambat N yang hidup bebas
Azotobacter hanya mampu menambat 0.5-2.5 kg N/ha/th. Selain
Azotobacter, bakteri lain yang dapat menambat N2 udara adalah
spesies-spesies Beijerinckia, Chromatium, Rhodopseudomonas,
Rhodospirillum, Rhodomicrobium, Chlorobium, Chloropseudomonas,
Desulfovibrio, Desulfotomaculum, Klebsiella, Bacillus, Clostridium,
Azospirillum, Pseudomonas, Vibrio, Thiobacillus, dan Methanobacillus.
Kecepatan penambatan N2 udara oleh jasad non-simbiotik kecil,
tetapi mikroba ini distribusinya dalam tanah tersebar luas, sehingga peranannya
penting. Kecepatan penambatan N2 udara oleh Azotobacter dan
Azospirillum lebih tinggi di daerah rhizosfer daripada dalam tanah di luar
daerah perakaran. Hal ini disebabkan karena adanya bahan organik dari eksudat
akar.
2.3.2
ACTINOMYCETES
Actinomycetes
merupakan mikroorganisme seperti fungi, tetapi sebenarnya adalah bakteri yang
berbentuk filamen. Actinomycetes sama seperti bakteri pada umumnya, tidak
mempunyai inti sel. Perkembangbiakan Actinomycetes dengan memperbanyak sel
filament seperti fungi.
Berdasarkan
klasifikasinya, Actinomycetes termasuk kelas Schizomycetes, ordo Actinomycetales
yang dikelompokkan menjadi empat familia, yaitu: Mycobacteriaceae,
Actinomycetaeceae, Streptomyceae, dan Actinoplanaceae. Genus yang paling banyak
dijumpai adalah Streptomyces (hampir 70%), Nocardia, dan
Micronospora. Koloni Actinomycetes muncul perlahan, menunjukkan
konsistensi berbubuk dan melekat erat pada permukaaan media. Pengamatan di bawah
mikroskop menunjukkan adanya miselium ramping bersel satu yang bercabang
membentuk spora aseksual untuk perkembang biakannya.
Actinomycetes
adalah mikroorganisme tanah yang umum dijumpai pada berbagai jenis tanah.
Populasinya berada pada urutan kedua setelah bakteri, bahkan kadangkadang hampir
sama. Actinomycetes hidup sebagai safrofit dan aktif mendekomposisi bahan
organik, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah merupakan salah satu
mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa disamping bakteri, kapang, dan
khamir. Jenis Actinomycetes tergantung pada tipe tanah, karakteristrik fisik,
kadar bahan organik, dan pH lingkungan. Jumlah Actinomycetes meningkat dengan
adanya bahan organik yang mengalami dekomposisi. Dalam proses pengomposan,
mereka memiliki peranan yang penting dalam penguraian senyawa oraganik kompleks,
seperti sellulose, ligni, kitin, dan protein. Enzim yang dihasil memungkinkannya
untuk menguraikan secara kimia bahan-bahan kompos yang keras seperti ranting
kayu, kertas, dan lain-lain.
Pada
umumnya Actinomycetes tidak toleran terhadap asam dan jumlahnya menurun pada
keadaan lingkungan dengan pH di bawah 5,0. Rentang pH yang paling cocok untuk
perkembangbiakan Actinomycetes adalah antara 6,5-8,0. Tanah yang tergenang air
tidak cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes, sedangkan tanah gurun yang kering
atau setengah kering dapat mempertahankan populasi dalam jumlah cukup besar,
karena adanya spora. Temperatur yang cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes
adalah 25-30oC, tetapi pada suhu 55 65oC. Actinomycetes masih dapat tumbuh dalam
jumlah cukup besar, khususnya genus Thermoactinomyces dan
Streptomyces.
Salah
satu jenis Actinomycetes yang terkenal adalah Streptomyces griseus. Streptomyces griseus adalah bakteri gram
positif yang menghasilkan spora yang dapat ditemukan di tanah. Bakteri ini
non-motil dan berfilamen. Selain ditemukan pada tanah, bakteri ini juga
ditemukan pada tumbuhan yang membusuk. Streptomyces dikenal juga karena
memprodoksi senyawa volatil yaitu geosmin yang memiliki bau khas pada tanah.
Streptomyces termasuk pada golongan fungi dan dapat menghasilkan spora.
Karakteristik streptomyces yang lain adalah koloni mereka yang keras, berbulu
dan tidak/jarang berpigmen. Streptomyces adalah organisme kemoheteroorganotrof
yaitu organism yang mampu menggunakan materi organik yang kompleks sebagai
sumber karbon dan energy. Materi yang didapatkan berasal dari degradasi molekul
ini di dalam tanah. Karena sifat ini, bakteri ini penting untuk menjaga tekstur
dan kesuburan tanah. Streptomyces jarang bersifat patogen, tetapi berberapa
spesies seperti S. somaliensis dan S. saudanensis dapat menyebabkan
mycetoma serta dapat menyebarkan penyakit scabies pada tanaman yang disebabkan
oleh s. caviscabies dan S. scabies.
2.3.3
FUNGI
Fungi
berjumlah antara ratusan sampai ribuan per gram tanah. Fungi berperan dalam
meningkatkan struktur fisik tanah dan dekomposisi bahan-bahan organik kompleks
dari jaringan tumbuhan seperti selulosa, lignin, dan pektin. Contohnya
Penicillium, Mucor, Rhizopus, Fusarium, Cladosporium, Aspergillus,
dan Trichomonas.
a.
Aspergillus
Aspergillus sp. dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman sebagai saprofit dan pada
tanah sebagai miselium. Konidianya juga dapat bertahan hidup pada tanah selama suatu periode
tertentu. Jamur ini juga dapat tumbuh pada permukaan biji, dalam biji atau permukaan
jaringan, terdapat dimana-mana baik di daerah panas maupun di daerah dingin.
Sporanya terdapat di udara, di tanah maupun pada makanan yang dibiarkan terbuka.
Salah
satu spesies Aspergillus yang hidup di lingkungan terrestrial adalah
Aspergillus fumigatus. Spora
Aspergillus fumigatus ada di mana-mana. Namun, pada skala besar, beberapa
sumber menghitung organisme ini lebih banyak ditemukan di belahan bumi utara
selama musim gugur dan musim dingin atau di daerah tropis sepanjang tahun.
Secara khusus, tanah dan komponen tanah membentuk habitat alam. Tempat lainnya
termasuk pada biji yang disimpan, vegetasi yang sudah membusuk, atau lingkungan
udara dalam ruangan. Selain pada daerah-daerah tertentu, spora organisme ini
juga membentuk beberapa simbion parasit pada tumbuhan atau hewan.
Spesies
ini cocok hidup di ceruk tanah karena sifat jamur yang memungkinkan untuk
mendapatkan dan memiliki nutrisi serta kelembaban tanpa perlu adanya matahari.
Ini Habitat ekologi pada tanah memberikan nutrisi yang dibutuhkan dan kelembaban
untuk semua tahapan yang berbeda dalam siklus hidupnya. Nutrisi ini bisa berasal
dari organisme lain, seperti tanaman, bakteri, jamur lain, dan organisme
lainnya. Faktor kunci dalam memelihara habitat tanah adalah adanya gangguan pada
permukaan tanah yang dapat menyebabkan distribusi spora. Juga, distribusi dapat
disebabkan oleh aliran air tanah, membuat lokasi ini prima.
b.
Fusarium
Fusarium
adalah salah satu genus jamur (fungi)
berfilamen yang banyak ditemukan pada tanaman dan tanah. Golongan
Fusarium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium bercabang,
hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 µm. Jamur (fungi) ini juga memiliki struktur fialid
yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun
merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi aseksual
jamur (fungi) ini menggunakan
mikrokonidia yang terletak pada konidiospora yang tidak bercabang dan
makrokonidia yang terletak pada konidiospora bercabang dan tak bercabang.
Makrokonidia dibentuk dari fialid, memiliki struktur halus serta bentuk
silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang memiliki dinding sel tebal.
Sedangkan mikrokonidia yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1-3 sel, berbentuk
bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan. Perhatikan
gambar organisme Fusarium di bawah
ini.
Simbiosis
jamur terestrial berupa :
1.
Mikoriza
Mikoriza
merupakan hubungan simbiosis mutualisme yang terjadi antara fungi dengan akar
tanaman. Fungi mendapatkan nutrien organik dari tanaman sedangkan tanaman akan
terlindungi dari tanaman patogen lain. Fungi mikoriza memproduksi substansi
allelopati yang bersifat toksik yang akan menghambat pertumbuhan tanaman di
sekitar tanaman tersebut sehingga mengurangi kompetisi. Pada lingkungan yang
basah mikoriza dapat meningkatkan nutrisi, khususnya ketersediaan fosfat.
Sedangkan pada daerah yang kering/gersang, mikoriza membantu pengambilan air,
peningkatan transpirasi (Ristiati, 2008).
Ketika
berasosiasi dengan akar tanaman, jamur ini terus berkembang dan selama itu pula
berfungsi membantu tanaman. Adanya mikoriza, resitensi akar terhadap gerakan air
menurun, sehingga transfer air ke akar meningkat. Keberadaan mikoriza
menyebebkan keberadaan Pospat dalam tanaman meningkat, sehingga menyebabkan daya
tahan terhadap kekeringan meningkat pula. Adanya hifa eksternal menyebabkan
tanaman bermikoriza lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak
bermikoriza.
Pada
tanaman bermikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 gram bobot
kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Tanaman
mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang lebih
ekonomis. Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan
mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah
menyimpan air meningkat. Aplikasi mikoriza akan membantu proses penyerapan air
yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah, sehingga panjang musim tanam
tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun.
2.
Lichene
Lichene
merupakan hasil simbiosis antara jamur ascomycotina atau basidiomycotina dengan
algae hijau atau algae biru. Lumut kerak dapat kita temukan pada kulit pohon dan
batu-batuan. Talus lichene berbentuk tipis yang tersusun atas miselium dan hifa.
Setiap lichene mempunyai bentuk dan warna serta habitat tertentu yang mempunyai
ketergantungan pada jenis-jenis dan algae yang ada.
Jamur
pada lichene memperoleh makanan dari hasil fotosintesis algae, dan memperoleh
air atau mineral dari jamur. Inilah yang menunjukan adanya simbiosis antara
jamur dan algae. Lumut kerak melekat pada batu-batuan menggunakan rizoidnya.
Bila terjadi perobahan cuaca dan kelembaban, maka lichene akan melepaskan
fragmen talus dan zat kimia sehingga dapat melapukan permukaan batuan tersebut
dengan demikian lichene akan tetap hidup. Karena sifat di atas lichene disebut
dengan tumbuhan pioner (tumbuhan pertama atau pemula yang dapat mencapai pada
lahan yang baru.
Beberapa
lumut kerak dapat bermanfaat bagi manusia, seperti Usnea barbata dan Usnea dasypoga merupakan salah satu
ramuan dalam pembuatan jamu tradisional.
Roccella tinctoria sebagai bahan
kertas lakmus yang digunakan sebagai indikator kimia.
2.3.4 GANGGANG
(ALGAE)
Ganggang
banyak tersebar luas di dalam tanah. Organisme ini hidup pada lapisan permukaan
tanah dan dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor kelembapan, selain itu
ganggang-ganggang ini juga dapat ditemui di bawah permukaan tanah dan bahkan
pada tanah-tanah yang agak kering. Pertumbuhan dan perkembangannya bergantung
pula pada pengaruh dari sinar matahari, jenis-jenis yang ada di bawah lapisan
tanah harus hidup dalam bentuk heterotropik atau sebagian besar dari
kehidupannya tetap berada di bawah lapisan tanah dalam keadaan tidak aktif.
Terdapat beberapa jenis ganggang (algae) yang dapat hidup di tanah antara lain
Myxophyceae dan Chlorophyceae
A.
Myxophyceae/Cyanophyceae
Cyanophyceae
disebut sebagai alga biru atau ganggang belah (Schizophyceae) atau ganggang lendir (Myxophyceae), adalah ganggang bersel
tunggal atau berbentuk benang dengan susunan sel yang masih sederhana. Adapun
cirri-ciri dari ganggang (algae) ini antara lain : 1) Uniseluler, atau berkoloni
berbentuk benang dengan struktur yang masih sederhana; 2) Berkembang biak dengan
membelah tubuhnya; 3) Memiliki cadangan makanan berupa glikogen/butir-butir
sianofisin (lipo-protein) diperifer, serta ada juga yang berupa volutin; 4)
Dinding sel mengandung pektin, hemiselulose dan selulose, yang bila bereaksi
dengan air seperti lender; 5) Pada plasma bagian tepi terdapat klorofil a,
fikosianin dan fikoklorofil yang belum terlokalisasi dan sifatnya labil
menyebabkan warna tidak tetap. sifat ini disebut adapatsi kromatik (yaitu jika
cahaya hijau mengenai ganggang ini akan berwarna merah, dan apabila chaya merah
mengenai ganggang ini akan berwarna hijau/biru); 6) Pada sel yang tua terdapat
vakuola; 7) Umumnya tidak bergerak , namun dari jenis – jenis yang berbentuk
benang dapat mengadakan gerakan meluncur sambil mengeluarkan
lendir.
Salah satu jenis Myxophyceae yang lebih umum hidup pada
terrestrial/sub areal daripada aquatik. Persebarannya luas pada tanah alkali dan
batuan lembab. Agregrat gelatin dari filamen mempunyai jeli. Trikom dikelilingi
oleh lapisan tunggal dan pada organisme dewasa terdapat kumpulan matriks. Sel
seperti manik-manik mengalami pembelahan sel secara rata yang meningkatkan
panjang dari bentuk trikom membran mungkin kuning atau kecoklatan. Lihat gambar
di bawah ini yang menunjukkan salah satu spesies Nostoc
sp.
B.
Chlorophyceae
Ganggang
hijau / Chlorophyceae adalah salah
satu klas dari ganggang berdasarkan zat warna atau pigmentasinya. Ganggang hijau
ada yang bersel tunggal dan ada pula yang bersel banyak berupa benang, lembaran
atau membentuk koloni spesies ganggang hijau yang bersel tunggal ada yang dapat
berpindah tempat, tetapi ada pula yang menetap. Algae hijau merupakan kelompok
terbesar dari vegetasi algae. Algae hijau berbeda dengan devisi lainnya karena
memiliki warna hijau yang jelas seperti tumbuhan tingkat tnggi karena mengandung
pigmen klorofil a dan klorofil b lebih dominan dibandingkan karoten dan
xantofit.
Algae berperan sebagai produsen
dalam ekosistem. Selain hidup di daerah perairan, Alga hijau ditemukan pula pada
lingkungan semi akuatik yaitu pada batu-batuan, tanah lembab dan kulit batang
pohon yang lembab. Beberapa anggotanya hidup di air mengapung atau melayang,
sebagian hidup sebagai plankton. Beberapa jenis ada yang hidup melekat pada
tumbuhan atau hewan. Salah satu jenis chlorophyceae yang hidup di tanah adalah
Ulva lactuta.
Ulva
lactuta, ganggang
hijau, adalah spesies dari genus Ulva. Habitatnya menempel dibatuan dan
permukaan tanah. Memiliki warna hijau hingga hijau gelap. Jenis Chlorophyceae ini adalah alga berbentuk
kembarang yang terdiri atas dua sel. Ulva, di antara ganggang hijau lainnya,
sangat subur di area dimana ada banyak nutrisi tersedia. Jenis ini bisa
dijadikan sebagai sumber makanan, yaitu berupa sayuran. Gambar di bawah ini
merupakan spesies Ulva
lactuta.
2.3.5 PROTOZOA
Protozoa
adalah jenis binatang yang paling rendah derajatnya,uniseluler dengan ukuran
yang beragam antara 3 sampai 1000 mikron ( umumnya lebih kecil dari 1000 mikron
). Semua kegiatannya dilaksanakan oleh protoplasma dalam sel tersebut, kegiatan
atau gerakan-gerakannya dapat dilakukan secara bebas ( leluasa ) baik dalam
tanah maupun di dalam air sebagai akibat dimkilikinya Ciliate ( Infusoria), Mastigophora (
flagellate ), Rhizopoda ( Sarcodina ) dan Sporozoa yang berupa sejenis rambut. Sesuai dengan
nama-nama terhadap jenis rambut tersebut maka protozoa digolongkan
menjadi:
-
Ciliate ( Infusoria )
-
Mastigophora ( flagellate )
-
Rhizopoda ( Sarcodina )
-
Sporozoa
Keempat
dapat berperan dalam pelapukan sisa-sisa bahan organis dan anorganis,
berdasarkan kemampuan atau perannya ini maka peran sertanya dalam pembentukan
tanah-tanah yang fertil/ subur tentulah besar.
a.
Ciliate
( Infusoria )
Alat
geraknya yaitu cilia atau rambut pendek-pendek (rambut getar).bentuk tubuhnya
bervariasi. Cilia keadaanya menutupi bagian muka tubuh dari organism atau
terbatas pada bagian-bagian tertentu. Beberapa dari genusnya yang hidup
berkembang dalam tanah dan air, yaitu :
v
Paramecium
caudatum dan Paramecium eurelina :
Bentuk
tubuh memanjang dengan ukuran sekitar 120-130 µ dengan bentuk yang tetap,
dinding tubuh terlindung oleh cilia sebagai alat gerak. Memiliki sistosom yang
merupakan tempat masuknya makanan yang selanjutnya akan dicerna dalam vakuola
makanan.
v
Stylonichia
Bentuk
tubuh menyerupai terompet, terikat pada suatu tempat yaitu menempel pada daun
yang terendam, cilianya seperti duri (cirhi).
b.
Mastigophora
( flagellate )
Alat graknya yaitu flagella, terdapat satu atau beberapa flagella, yang
menyantel di bagian terjauh dari tubuhnya, jika lebih dari satu buah maka
flagella lainnya agak ke belakang. Perkembangbiakannya secara vegetative dengan
membelah diri.
c.
Rhizopoda
( Sarcodina )
Tubuhnya tidak memiliki alat gerak, didalam melakukan gerakannya selalu
memakai Pseudopodia ( kaki palsu), alat ini kasar, lebar, filiforma atau
menjari, sederhana atau bercabang. Tubuhnya
memiliki kerangka luar atau sejenis kulit, ada yang tersusun zat-zat khifin (zat
tanduk), silica kalsium, silica, dan kalsium karbonat. Perkembangannya dengan
membelah diri. Spesies-spesiesnya yang ada dalam tanah dan air, yaitu: Amoeba proteus, Arcella, Foraminifera,
dan lain-lain.
d.
Sporozoa
Sporozoa
merupakan bentuk-bentuk parasitis, tidak memiliki alat gerak. Tubuhnya merupakan
uniselluler (bersel tunggal).
Mayoritas
protozoa tanah adalah cosmopolitan, walaupun tidak semua species diketemukan
dalam tiap tanah. Umumnya, dalam hal berlimpahnya Protozoa dalam tanah, telah
diketahui bahwa sebagian besar terdiri dari Amoeba dan Flagellata, ciliate agak
kurang melimpah. Oraganisma-organisma ini istimewa beradaptasi pada suatu bentuk
kehidupan alami di bumi. Kemampuannya mereduksi jumlah-jumlah dan mengendalikan
kegiatan-kegiatan golongan-golongan mikroorganisma lainnya di dalam tanah adalah
amat terbatas. Beberapa Protozoa hanya memangsa atas tipe-tipe bacteria
tertentu, yang lainnya mengkonsumsi sesame protozoa, sedangkan yang lainnyalagi
yang mengambil bagian kegiatan penting dalam pembusukan dan pelapukan
residu-residu binatang dan tanaman. Akhirnya dapat ditemukan bahwa sebagian
sterilisasi pada tanah tidak membinasakan semua protozoa.
2.3.6 PERANAN
MIKROORGANISME DI LINGKUNGAN TERESTRIAL
∮
Peranan
yang Menguntungkan
a.
Bioremediasi
Bioremediasi
merupakan suatu teknologi inovatif pengolahan limbah, yang dapat menjadi
teknologi alternatif dalam menangani pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan
pertambangan di Indonesia. Bioremediasi ini teknik penanganan limbah atau
pemulihan lingkungan, dengan biaya operasi yang relatif murah, serta ramah dan
aman bagi lingkungan.
Bioremediasi
adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme
(jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat
pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida
dan air).
Ada
dua jenis bioremediasi, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau
off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini
lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan
bioremediasi. Sementara bioremediasi ex-situ atau pembersihan off-side dilakukan
dengan cara tanah yang tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang
lebih terkontrol, kemudian diberi perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba.
Bioremediasi
ex-situ dapat berlangsung lebih cepat, mampu me-remediasi jenis kontaminan dan
jenis tanah yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan
bioremediasi in-situ.
Ada
4 teknik dasar yang biasa digunakan dlm bioremediasi:
1.
stimulasi
aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien,
pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
2.
inokulasi
(penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang
memiliki kemampuan biotransformasi khusus.
3.
penerapan
immobilized enzymes
4.
penggunaan
tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
Bioremediasi
ex-situ meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah
yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat
pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap,
kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat
pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi
pengolah air limbah. Kelemahan bioremediasi ex-situ ini jauh lebih mahal dan
rumit. Sedangkan keunggulannya antara lain proses bisa lebih cepat dan mudah
untuk dikontrol, mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih
beragam.Proses bioremediasi harus memperhatikan antara lain temperatur tanah,
derajat keasaman tanah, kelembaban tanah, sifat dan struktur geologis lapisan
tanah, lokasi sumber pencemar, ketersediaan air, nutrien (N, P, K), perbandingan
C : N kurang dari 30:1, dan ketersediaan oksigen.
Proses
bioremediasi
Contoh
bioremediasi bagi lingkungan yang tercemar minyak bumi. Yang pertama dilakukan
adalah mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah
yang mengalami pencemaran tersebut. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah
minyak bumi yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan
minyak akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem
bioremediasi.
b.
Memfiksasi
Nitrogen
Nitrogen
(N2) sangat penting bagi
organisme untuk sintesis protein, asam amino, asam nukleat dan senyawa
organik lain yang mengandung N. Keberadaan nitrogen hampir 80% di atmosfer dan
sebagian besar keberadaannya dalam bentuk gas, tetapi sulit untuk menggunakannya
secara langsung, karena tumbuhan hanya dapat memanfaatkan N2 dalam
bentuk nitrat (NO3-) dan amonium
(NH4+), sehingga memerlukan bantuan mikroorganisme
tertentu menambatnya. Proses penambatan
nitrogen ini disebut fiksasi nitrogen.
Fiksasi
Nitrogen adalah proses alamiah, baik hayati maupun abiotik, dimana nitrogen
(N2) di atmosfer diubah menjadi amonia (NH3) (wikipedia,
2011). Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen dengan cara bersimbiosis
dengan akar tanaman polong-polongan (Leguminosae), misalnya Rhizobium. Selain itu, terdapat bakteri
non-simbiotik dalam tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan
Clostridium sp. yang bersifat
anaerob. Alga biru seperti Nostoc sp.
dan Anabaena sp. juga mampu menambat
nitrogen.
Nitrogen
yang diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian
jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia yang berada dalam tanah lembab akan
membentuk amonium (NH4+),
selanjutnya amonium
(NH4+) ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, yaitu
Nitrosomonas dan Nitrobacter sehingga menghasilkan nitrat
(NO3-) yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya
oleh bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia
diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus
nitrogen akan berulang dalam ekosistem.
c.
Mempercepat
proses dekomposisi/penguraian
Mikroorganisme
sangat berperan penting di dalam proses dekomposisi/ pelapukan dimana sisa-sisa
tanaman dan hewan akan diubah secara fisik dan kimia menjadi bentuk yang lebih
sederhana yang kemudian hasilnya akan sangat membantu tersedianya zat-zat
organik tanah yang merupakan hara bagi tanaman. Salah satu hasil dekomposisi
yaitu kompos. Kompos merupakan proses dekomposisi terkendali terhadap limbah
padat rganik dalam kondisi aerob maupun anaerobic. Bahan organic diubah hingga
menyerupai tanah.
Selama
proses pengomposan secara aerob, populasi organisme terus berubah. Pada fase
mesofilik, jamur dan bakteri pembuat asam mengubah bahan makanan yang tersedia
menjadi asam amino, gula, dan pati. Aktivitas mikroorganisme ini menghasilkan
panas dan mengawali fase termofilik di dalam tumpukan bahan kompos.
Bakteri
termofilik mulai berperan merombak protein dan karbohidrat nonselulosa seperti
pati dan hemiselulosa. Pada fase termofilik, Thermophilic Actinomycetes mulai tumbuh
dan jumlahnya terus bertambah karena bakteri ini than panas. Bakteri ini mampu
merombak selulosa. Selain itu pada fase termofilik terdapat jamur yang dapat
merombak hemiselulosa dan selulosa.
Setelah
bahan makanan berkurang, jumlah aktivitas mikroorganisme termofilik juga akan
berkurang, temperature dalam tumpukan kompos menurun, dan organism mesofilik
yang sebulumnya yang bersembunyi di bagian tumpukan yang agak dingin memulai
aktivitasnya kembali.
Pada
proses pengomposan mikroorganisme mengeluarkan ratusan jenis enzim yang dapat
merombak bahan yang ada menjadi bahan makanan bagi organism tersebut. Contohnya
enzim selulase yang mengubah selulosa menjadi glukosa. Glukosa ini akan
dimanfaatkan oleh organism dan akan menghasilkan karbondioksida.
d.
Biopestisida
þ
Bacillus
thuringiensis
Telah
diketahui sekitar 90 spesies bakteri yang bersifat pathogen terhadap hama
serangga, yang kini berfungsi dalam pengendalian hama tanaman secara biologis
sebagai insektisida microbial. Diantaranya yang paling menonjol yaitu Bacillus thuringiensis yang pertama kali
ditemukan pada tahun 1902 oleh Bakteriolog Jepang, Ishiwata, dari ulat sutra
yang terinfeksi.
Bacillus
thuringiensis
adalah bakteri
gram-positif
yang berbentuk batang. Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup
di daun tanaman konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi lingkungan tidak
menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat sporulasi
terjadi, tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke dalam
protein kristal kelas endotoksin. Apabila serangga memakan toksin tersebut maka
serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida
alami.
Galur Bacillus thuringiensis subspecies isaraelensis yang telah
diisolasi di Israel, yang terbukti toksik terhadap larva nyamuk Anopheles,
Culex, Aedes, kecuali Lepidoptera.Sehingga bakteri ini berpotensi
untuk mengendalikan penyakit malaria pada manusia (Subba Rao, dalam Hanafiah,
dkk, 2005).
Fungi
predator dapat menyerang ulat mikroskopis (nematoda), dimana ulat ini tersebar dalam tanah yang dapat menyebabkan
kerusakan hebat pada tanaman pangan. Adapun tipe fungi predator meliputi dua jenis
yaitu:
1.
Parasit
obligat internal yang mencerna nematoda dan menghasilkan spora yang lengket pada
hifa yang tumbuh dari bangkai nematoda. Spora ini kemudian menempel
pada nematoda sehat, berkecambah lalu menembus kedalam jasadnya. Fungi predator jenis ini antara lain Acrostalagmus dan Harposporium.
2.
Parasit fakultatif eksternal, yang mempunyai
mekanisme pemangsaan yang khas, misalnya:
·
Beberapa
spesies Astrobotrys, yang memangsa
melalui miselium lengket yang berfungsi sebagai perangkap
·
Dactylella
ellipsospora
melalui tangkai miselium berujung tombol lengket
·
Dactylaria
candida
dengan membentuk cincin, nematoda akan terperangkap apabila menyorongkan kepala
atau ekornya kedalam cincin
·
Dactylella
bembiciodes
melalui perangkap yang tersusun oleh cincin yang menyempit.
∮
Peranan
yang Merugikan
a.
Penyebab
penyakit pada tanaman
Adapun
penyebab penyakit pada tanaman yang disebabkan oleh bakteri patogen pada tanah
yaitu Streptomyces scabies.
Streptomyces scabies adalah salah satu dari tiga spesies Streptomyces yang menyebabkan gejala kudis pada akar
tanaman kentang dan tanaman lainnya. S. scabies. terdapat dalam tanah di
semua daerah penanaman kentang dunia dan juga akan mempengaruhi daging akar
tanaman lainnya. Gambar ini merupakan spesies Streptomyces scabies.
Selain
tanaman kentang, S. scabies dapat pula menginfeksi tanaman wortel,
lobak, dan pit. Berikut merupakan gambar beberapa tanaman yang terserang
S.scabies
b.
Penyebab
penyakit pada hewan dan manusia
Adapun
penyakit pada manusia yang disebabkan oleh bakteri pathogen pada tanah adalah
bakteri Clostridium tetani. Bakteri
ini dapat menimbulkan penyakit tetanus pada manusia karena banyak ditemukan di
tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya,
spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses
dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut
berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang
bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf).
Proses
penginfeksian :
Tetanus
disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,
Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi
bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi).
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis
utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren,
dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang
dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing
atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka
geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang
berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
Pada
keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif.
Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui
peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada
tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klonis
yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari
neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Akibat
dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak)
pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering
disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan
wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan
rasio kematian sangatlah tinggi. Berikut merupakan proses penginfeksian bakteri
Clostridium tetani pada
manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan :
1. Tanah dengan nilai produktifitas tanah yang tinggi tidak hanya terdiri
dari komponen-komponen padat, cair, dan udara (gas) saja, akan tetapi harus
mengandung jasad hidup tanah yang cukup banyak.
2. Golongan-golongan utama (besar) yang menyusun populasi mikrobiologis
tanah terdiri dari golongan flora yang meliputi bakteri (autotrof, heterotrof),
aktinomisetes, jamur (fungi), dan ganggang (algae) dan fauna meliputi protozoa,
binatang berderajat agak lebih tinggi, nematoda, cacing tanah.
3. Mikroorganisme terresterial memiliki dua peran. Peran menguntungkan
berupa bioremidiasi, fiksasi nitrogen, dan mempercepat dekomposisi. Peran
negatif berupa penyebab penyakit pada tanaman dan penyebab penyakit pada manusia
dan hewan.
3.2 SARAN
Penelitian mengenai keragaman mikroba yang
hidup di lingkungan terestrial perlu dikembangkan lebih jauh untuk mengetahui
dan memanfaatkan peranan mikroba tersebut sehingga dapat memajukan bidang
bioteknologi yang dapat membantu proses-proses dalam kehidupan manusia serta
menjaga keseimbangan ekosistem.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar