Jumat, 13 April 2012

Mikroba di Lingkungan Terrestrial

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup (bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol) dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa atau merupakan teknologi yang memanfaatkan agen hayati atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang dan jasa dalam skala industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Dari pengertian bioteknologi tersebut terlihat jelas bahwa bioteknologi tidak dapat terlepas dari peranan mikroorganisme.
Mikroorganisme di alam dapat terbagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan habitat dimana ia berada. Secara umum, mikroorganisme terbagi atas mikroorganisme darat (terrestrial), mikroorganisme perairan dan mikrorganisme udara. Di daerah terrestrial, mikroorganisme dapat tumbuh dengan pesat serta berinteraksi dengan mahluk hidup lainnya. Lingkungan terrestrial itu sendiri merupakan lingkungan yang secara fisik berupa daratan (tanah). Dalam ekosistem ini terjadi berbagai hubungan antara mahluk hidup. Seperti hubungan yang terjadi pada mikrorganisme terrestrial sangat menguntungkan bagi mahluk hidup lainnya, atau dengan kata lain terjalin hubungan mutualisme. Kebanyakan mikroorganime terrestrial hidup bersama – sama dengan tumbuhan.
Mikroorganisme memiliki peran yang begitu besar bagi kehidupan. Seperti hubungan beberapa jenis mikroorganisme dengan tumbuhan menyebabkan tumbuhan tersebut kaya akan nitrogen. Dalam proses tersebut terjadi daur energi dimana nitrogen yang ditambat oleh mikroorganisme yang bersimbiosis dengan jenis tumbuhan tertentu akan dimanfaatkan oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya. Selain itu mikroorganime juga berperan dalam bidang pembusukan (dekomposer) sehingga sangat membantu proses penguraian mahluk hidup yang telah mati atau sampah – sampah yang tidak berguna lagi. Beberapa jenis mikroorganisme juga berperan sebagai petunjuk adanya minyak bumi, sehingga dapat memudahkan dalam penentuan tempat yang akan dijadikan sumber minyak bumi.
Begitu besar peran mikroorganisme di darat mendorong penulis untuk menjadikan mikoroganisme darat sebagai suatu masalah yang perlu dikaji dan diketahui sehingga dapat membantu pembaca dan penulis dalam pemanfaatan mikroorganisme tersebut, sehingga memungkinakan untuk mengembangkan peran mikroba terestrial di bidang bioteknologi.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas yaitu:
1. Bagaimana komposisi populasi mikroorganisme di lingkungan teresterial?
2. Apa sajakah kelompok mikroorganisme yang hidup di lingkungan terresterial?
3. Bagaimanakah peranan mikroorganisme di lingkungan terestrial?

1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah diatas yaitu:
1. Untuk mengetahui komposisi mikroorganisme di lingkungan terrestrial.
2. Untuk mengetahui kelompok mikroorganisme yang hidup di lingjungan terresterial.
3. Untuk mengetahui peranan mikroorganisme di lingkungan terrestrial.

1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Dapat mengetahui komposisi mikroorganisme di lingkungan terrestrial.
2. Dapat mengetahui peranan mikroorganisme di lingkungan terrestrial.
3. Dapat mengetahui cara pemanfaatan mikroorganisme terestrial dalam bidang bioteknologi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KOMPOSISI TANAH
Di dalam tanah hidup berbagai jasad renik (mikroorganisme) yang melakukan berbagai kegiatan yang menguntungkan bagi kehidupan makhluk-makhluk hidup lainnya, atau dengan perkataan lain menjadikan tanah memungkinkan bagi kelanjutan siklus hidup makhluk-makhluk alami.
Tanah yang normal telah kita ketahui tersusun dari unsur-unsur padat, cair, dan gas, yang secara luas dapat dibagi dalam 5 kelompok, yaitu:
a. Partikel-partikel mineral, yang dapat berubah-ubah ukuran dan tingkatan hancuran mekhanis dan kimiawinya, dan partikel-partikel ini meliputi kelompok-kelompok batu kerikil, pasir halus, lempung, dan lumpur.
b. Sisa-sisa tanaman dan binatang, terdiri dari daun-daunan segar yang jatuh, tunggul, jerami, dan bagian-bagian tanaman yang tersissa serta barbagai bangkai bimatang dan serangga, yang kesemuanya membusuk dan hancur menyatu dengan partikel-partikel di atas. Residu atau sisa-sisa tanaman dapat pula berwujud humus atau bahan-bahan humus.
c. Sistem-sistem kehidupan, termasuk berbagai kehidupan tanaman lebih tinggi, sejumlah besar bentuk makhluk/binatang yang hidup dalam tanah seperti berbagai macam serangga, protozoa, cacing tanah, dan binatang mengerat, demikian pula berbagai algae, fungi, aktinomisetes, dan bakteri.
d. Berbagai gas, atmosfer tanah terdiri dari karbon dioksida, oksigen, nitrogen dan sejumlah gas lainnya dalam konsentrasi-konsentrasi yang lebih yang lebih terbatas.
e. Air, yang merupakan bentuk-bentuk cairan terdiri dari air bebas dan air hgroskopik, yang mengandung berbagai konsentrasi larutan garam-garam anorganik dan campuran-campuran atau senyawa organik tertentu.
Susunan rata-rata atas dasar volume yang dianggap optimal untuk keperluan petanian adalah 45% mineral, 25% air, 25% udara, dan 5% senyawa organik.
Unsur-unsur di atas menjadikan tanah subur, yang menjamin berlangsungnya kehidupan berbagai makhluk di bumi. Unsur-unsur tersebut terkadang ada yang lenyap dikarenakan pengolahan tanah yang salah, pembakaran hutan atau perbuatan-perbuatan lainnya dari manusia sebagai makhluk tertinggi di bumi.
S.E. WAKSMAN (1961) dalam “SOIL MICROBIOLOGY” telah mengemukakan gambaran lebih jelas tentang unsur-unsur yang tersusun dalam sejenis tanah tertentu yang dapat digolongkan sebagai tanah yang baik, yang berkemampuan bagi pertumbuhan tanaman-tanaman budidaya dengan baik.
Populasi mikrobiologi yang mendiami tanah, bersama dengan berbagai bentuk binatang dan berbagai jenis tanaman tingkat lebih tinggi membentuk suatu sistem kehidupan yang tidak terpisahkan dari bahan mineral dan sisa-sisa bahan organik yang ada dalam tanah. WAKSMAN dan STARKEY mengemukakan gambaran mengenai distribusi relatif bahan-bahan penyusun tanah dengan kondisi yang baik untuk berlangsungnya suatu sistem kehidupan.

2.2 PERKEMBANGAN BEBERAPA MIKROORGANISME SPESIFIK DALAM TANAH
Kegiatan penelitian beberapa pakar mengenai kemunculan dan perkembangan mikroorganisme di dalam tanah telah menghasilkan kemudahan-kemudahan untuk melakukan penelitian-penelitian lanjutan dan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, terutama mengenai antara keterkaitan mikroorganisme dengan usaha-usaha pertanian, positif ataupun negatif.
Kemudahan-kemudahan tersebut antara lain dengan berhasilnya dikelompokkan mikroorganisme dalam beberapa golongan yang dengan demikian maka kegiatan meneliti dan mempelajarinya dapat lebih dikhususkan.
WINOGRADSKY telah membagi populasi mikrobiologi tanah dalam tiga golongan besar, yaitu:
1. Autochthonous
Golongan ini dapat dikatakan sebagai mikroba-mikroba setempat atau pribumi pada tanah tertentu, selalu hidup dan berkembang di tanah itu dan selalu diperkirakan ditemukan di dalam tanah tersebut.
2. Mikroba zimogenik
Golongan mikroba yang berkembang di bawah pengaruh perlakuan khusus pada tanah, seperti penambahan bahan-bahan organik, pemupukan, atau serasi.
3. Mikroba transient
Terdiri dari organisme-organisme yang diintrodusir secara sengaja ke dalam tanah misalnya bentuk inokulum (preparat hidup mikroba) Rhizobium atau Azotobacter ke dalam tanah.

2.3 KOMPOSISI POPULASI MIKROBIOLOGIS TANAH
Menjelang akhir abad ke-18 sampai permulaan abad ke-19 kebanyakan peneliti mencurahkan perhatiannya untuk mempelajari peristiwa/kejadian dan kegiatan-kegiatan berbagai mikroorganisme tanah dengan menganggap bakteri sebagai jasad renik terpenting dalam proses-proses tanah.
Pada akhir dasawarsa abad yang lampau telah diketahui adanya beberapa terbitan mengenai mikroorganisme tanah dan pada dasawarsa pertama sampai pertengahan abad sekarang terbitan-terbitan yang ada cenderung membuktikan adanya kemajuan dan perluasan pengetahuan. Penulis-penulis yang terkenal pada waktu itu dari Inggris antara lain RUSSELL, HUTCHINSON; dari Amerika J.G. LIPMAN, H.J. CONN dan E.B. FRED; dari Jerman antara lain LOHNIS. Sedikit perhatian telah pula ditujukan pada golongan-golongan lainnya, seperti protozoa dianggap sebagai bentuk-bentuk yang merugikan atau sebagai musuh-musuh dari bakteri, dan Jamur (fungi) dipertimbangkan kalau tidak sebagai pengganggu adalah sebagai pencemar.
Sejumlah protozoa mendiami tanah dikenal sejak masa EHRENBURG (1939), cacing tanah memainkan peran penting dalam proses-proses tanah tertentu dikenal sejak masa ADAMETZ (1886), aktinomisetes membentuk suatu golongan unsur penting pada populasi tanah, dikenal sejak masa HILTNER dan STORMER (1904). Walaupun demikian, tidak satupun dari organisme-organisme ini dalam setiap studi yang sistematik mengenai populasi tanah diberi pertimbangan-pertimbangan yang cukup. Kalaupun pertimbangan itu ada hanyalah berdasarkan percobaan-percobaan yang lemah yang diadakan untuk mengkoordinasi peristiwa dan aktivitas-aktivitasnya dengan proses-proses tanah yang penting.
Baru sekitar tahun 1920-an dapat ditentukan secara lebih meyakinkan bahwa tanah dicirikan dengan suatu populasi mikrobiologis yang nyata yang tersusun oleh golongan-golongan yang spesifik, golongan-golongan dimana memanfaatkan suatu keragaman pengaruh yang besar yang asosiatif dan antagonistik antara yang satu terhadap yang lainnya. Kegiatan–kegiatan ini sangat berpengaruh pada fertilitas tanah dan pertumbuhan berbagai tanaman yang dibudidayakan dan tidak dubudidayakan. Tepatlah kalau DR. IR. E. SAIFUDIN SARIEF (1986) dalam “Ilmu Tanah Pertanian” menyatakan sebagai berikut: “Tanah dengan nilai produktifitas tanah yang tinggi tidak hanya terdiri dari komponen-komponen padat, cair, dan udara (gas) saja, akan tetapi harus mengandung jasad hidup tanah yang cukup banyak. Dengan adanya jasad hidup tanah ini maka tingkat kesuburan tanah akan dipengaruhi, karena jasad hidup memegang peranan penting dalam proses pelapukan bahan organik dalam tanah sehingga unsur hara menjadi lebih tersedia bagi tanaman”.
Golongan-golongan utama (besar) yang menyusun populasi mikrobiologis tanah terdiri dari golongan flora dan fauna:
1. Golongan flora yang meliputi bakteri (autotrof, heterotrof), aktinomisetes, jamur (fungi), dan ganggang (algae).
2. Golongan fauna meliputi protozoa, binatang berderajat agak lebih tinggi, nematoda, cacing tanah.

2.3.1 BAKTERI
Bakteri adalah makhluk hidup bersel tunggal dan bentuknya sangat kecil sehingga tidak tampak oleh mata telanjang. Jumlahnya merupakan yang terbesar dari jumlah makhluk hidup di bumi. Bakteri lebih sering dikaitkan dengan penyakit atau gangguan kesehatan pada makhluk hidup. Padahal ini tidak sepenuhnya demikian. Memang benar sebagian bakteri yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia, namun tidak sedikit pula bakteri yang justru memberi manfaat.

A. Penggolongan bakteri tanah
Terdapat suatu sistem penggolongan bakteri yang didasarkan atas kegiatan-kegiatan fisiologis yang seringkali diterapkan dalam studi-studi tanah. Sistem ini menggolongkan bakteri sebagai berikut :
1. BAKTERI AUTOTROPIK
Bakteri autotropik dicirikan oleh sifat-sifat fisiologis tertentu yang sangat membedakannya dari semua bakteri lainnya. Sifat-sifat khas dari organisme ini adalah :
a. Pertumbuhan dan perkembangannya dalam tanah menyukai media mineral yang elektif, yang bermuatan zat-zat anorganik yang secara khusus mampu mengoksidasi.
b. Eksistensi bakteri-bakteri autotropik ini dihubungkan dengan tersedianya unsure-unsur anorganik atau senyawa-senyawa sederhana, yang melangsungkan oksidasi sebagai suatu hasil dari kegiatan-kegiatan hidup organism.
c. Oksidasi zat/bahan-bahan anorganik demikian menunjang energy sebagai sumber satu-satunya bagi perkembangan organism-organisme ini.
d. Bakteri-bakteri autotropik ini tidak memerlukan suatu nutrisi bagi sintesa sel atau sebagai sumber energy.
e. Bakteri-bakteri autotropik hampir dapat dikatakan tidak berkemampuan membusukkan zat/bahan-bahan organic.
f. Bakteri autotropik menggunakan karbon dioksida sebagai suatu sumber karbon yang eksklusif yang diasimilasi secara chemosintetis.
Bakteri autotropik merupakan bakteri yang tidak berhijau daun yang membentuk zat karbon, lemak, dan protein tanpa memerlukan sinar matahari. Dalam hal pembentukan zat karbohidrat misalnya, bakteri autotropik mampu memanfaatkan kemampuannya untuk mengoksidasikan membakar zat anorganis seperti : zat besi, zat belerang, zat nitrogen, zat hydrogen, zat methan (CH4) dan zat karbonmonoksida (CO)
Bakteri Nitrosomonas yaitu bakteri yang terlihat dalam nitrifikasi mampu mengoksidasikan zat nitrogen dari NH3 (zat amoniak) dengan reaksi kimiawi yang dilangsungkannya adalah sebagai berikut :
Bakteri Nitrobakter yaitu bakteri lain yang mampu mengoksidasi zat nitrit menjadi nitrat melalui reaksi kimiawi yang berlangsung sebagai berikut :
Dengan demikian maka bakteri Nitrosomonas dan Nitrobakter berada dalam tanah sangat menguntungkan bagi usaha-usaha budidaya tanaman, merupakan organism-organisme pengolah zat amonia menjadi zat asam nitrat.
Bakteri belerang juga termasuk ke dalam bakteri autotropik, bakteri-bakteri ini banyak terdapat dekat kawah-kawah gunung dimana terdapat sumber-sumber belerang. Oksidasi belerang yang dilangsungkannya dapat dinyatakan dengan reaksi kimia sebagai berikut :
S + 3 O + H2O H2SO4 + 141,8 cal
(belerang) (asam sulfat)

2. BAKTERI HETEROTROPIK
Bakteri heterotropik meliputi mayoritas besar organisme-organisme dalam tanah, pertumbuhannya tergantung dari bahan-bahan organic sebagai sumber-sumber energinya dan terutama berhubungan dengan dekomposisi selulosa dan hemiselulosa, zat-zat tepung, protein dan bahan-bahan nitrogen lainnya serta lemak sebagai bahan makanannya. Bakteri ini sangat berbeda dalam susunan dan fisiologi, berlimpahnya dan kepentingannya, sementara ada yang aerobik dan sementara lainnya ada yang anaerobik.

Bakteri heterotropik ini digolongkan menjadi :
a. Bakteri pemfiksasi nitrogen yang memperoleh nitrogennya dari atmosfer :
1. Bakteri pemfiksasi nitrogen yang nonsimbiotik :
a) Organisme anaerobic, asam butirik
b) Azotobakter aerobic, radiobakter, aerobakter,
2. Bakteri pemfiksasi nitrogen yang simbiotik atau bernodula pada akarnya

b.Bakteri yang memerlukan nitrogen gabungan :
1. Bakteri aerobic :
a) Bakteri pembentuk spora
b) Bakteri bukan pembentuk spora
- Bakteri gram positif
- Bakteri gram negative
2 Bakteri anaerobic yang memerlukan nitrogen gabungan.

B. Penambatan Nitrogen (N2) Oleh Bakteri Tanah
Penambatan N2 dapat terjadi secara simbiotik, nonsimbiotik, dan kimia. Nitrogenase adalah ensim utama dalam penambatan N2 udara secara biologis. Ensim ini mempunyai dua macam protein, yang satu mengandung Mo dan Fe dan yang lain mengandung Fe. Ensim ini sangat sensitif terhadap O2 dan aktivitasnya memerlukan tekanan O2 sangat rendah. Selain itu juga diperlukan ATP, feredoksin, pereduksi dan mungkin sitokrom dan koensim. Reaksinya adalah sebagai berikut:
N2 + 6e 2 NH3 (Δ G= 15 Kkal)
Dalam lingkungan tanah, penambatan N2 terbesar dilakukan oleh bakteri Rhizobium (Bakteri yang bersimbiosis dalam perakaran legum). Jumlah N2 yang ditambat oleh bakteri ini 2 3 kali lebih besar daripada oleh jasad nonsimbiotik. Bakteri Rhizobium yang bersimbiosis dengan akar tanaman kedelai atau alfalfa dapat menambat lebih dari 300 kg N/ha/th, sedang penambat N yang hidup bebas Azotobacter hanya mampu menambat 0.5-2.5 kg N/ha/th. Selain Azotobacter, bakteri lain yang dapat menambat N2 udara adalah spesies-spesies Beijerinckia, Chromatium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum, Rhodomicrobium, Chlorobium, Chloropseudomonas, Desulfovibrio, Desulfotomaculum, Klebsiella, Bacillus, Clostridium, Azospirillum, Pseudomonas, Vibrio, Thiobacillus, dan Methanobacillus. Kecepatan penambatan N2 udara oleh jasad non-simbiotik kecil, tetapi mikroba ini distribusinya dalam tanah tersebar luas, sehingga peranannya penting. Kecepatan penambatan N2 udara oleh Azotobacter dan Azospirillum lebih tinggi di daerah rhizosfer daripada dalam tanah di luar daerah perakaran. Hal ini disebabkan karena adanya bahan organik dari eksudat akar.

2.3.2 ACTINOMYCETES
Actinomycetes merupakan mikroorganisme seperti fungi, tetapi sebenarnya adalah bakteri yang berbentuk filamen. Actinomycetes sama seperti bakteri pada umumnya, tidak mempunyai inti sel. Perkembangbiakan Actinomycetes dengan memperbanyak sel filament seperti fungi.
Berdasarkan klasifikasinya, Actinomycetes termasuk kelas Schizomycetes, ordo Actinomycetales yang dikelompokkan menjadi empat familia, yaitu: Mycobacteriaceae, Actinomycetaeceae, Streptomyceae, dan Actinoplanaceae. Genus yang paling banyak dijumpai adalah Streptomyces (hampir 70%), Nocardia, dan Micronospora. Koloni Actinomycetes muncul perlahan, menunjukkan konsistensi berbubuk dan melekat erat pada permukaaan media. Pengamatan di bawah mikroskop menunjukkan adanya miselium ramping bersel satu yang bercabang membentuk spora aseksual untuk perkembang biakannya.
Actinomycetes adalah mikroorganisme tanah yang umum dijumpai pada berbagai jenis tanah. Populasinya berada pada urutan kedua setelah bakteri, bahkan kadangkadang hampir sama. Actinomycetes hidup sebagai safrofit dan aktif mendekomposisi bahan organik, sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah merupakan salah satu mikroorganisme yang mampu mendegradasi selulosa disamping bakteri, kapang, dan khamir. Jenis Actinomycetes tergantung pada tipe tanah, karakteristrik fisik, kadar bahan organik, dan pH lingkungan. Jumlah Actinomycetes meningkat dengan adanya bahan organik yang mengalami dekomposisi. Dalam proses pengomposan, mereka memiliki peranan yang penting dalam penguraian senyawa oraganik kompleks, seperti sellulose, ligni, kitin, dan protein. Enzim yang dihasil memungkinkannya untuk menguraikan secara kimia bahan-bahan kompos yang keras seperti ranting kayu, kertas, dan lain-lain.
Pada umumnya Actinomycetes tidak toleran terhadap asam dan jumlahnya menurun pada keadaan lingkungan dengan pH di bawah 5,0. Rentang pH yang paling cocok untuk perkembangbiakan Actinomycetes adalah antara 6,5-8,0. Tanah yang tergenang air tidak cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes, sedangkan tanah gurun yang kering atau setengah kering dapat mempertahankan populasi dalam jumlah cukup besar, karena adanya spora. Temperatur yang cocok untuk pertumbuhan Actinomycetes adalah 25-30oC, tetapi pada suhu 55 65oC. Actinomycetes masih dapat tumbuh dalam jumlah cukup besar, khususnya genus Thermoactinomyces dan Streptomyces.
Salah satu jenis Actinomycetes yang terkenal adalah Streptomyces griseus. Streptomyces griseus adalah bakteri gram positif yang menghasilkan spora yang dapat ditemukan di tanah. Bakteri ini non-motil dan berfilamen. Selain ditemukan pada tanah, bakteri ini juga ditemukan pada tumbuhan yang membusuk. Streptomyces dikenal juga karena memprodoksi senyawa volatil yaitu geosmin yang memiliki bau khas pada tanah. Streptomyces termasuk pada golongan fungi dan dapat menghasilkan spora. Karakteristik streptomyces yang lain adalah koloni mereka yang keras, berbulu dan tidak/jarang berpigmen. Streptomyces adalah organisme kemoheteroorganotrof yaitu organism yang mampu menggunakan materi organik yang kompleks sebagai sumber karbon dan energy. Materi yang didapatkan berasal dari degradasi molekul ini di dalam tanah. Karena sifat ini, bakteri ini penting untuk menjaga tekstur dan kesuburan tanah. Streptomyces jarang bersifat patogen, tetapi berberapa spesies seperti S. somaliensis dan S. saudanensis dapat menyebabkan mycetoma serta dapat menyebarkan penyakit scabies pada tanaman yang disebabkan oleh s. caviscabies dan S. scabies.

2.3.3 FUNGI
Fungi berjumlah antara ratusan sampai ribuan per gram tanah. Fungi berperan dalam meningkatkan struktur fisik tanah dan dekomposisi bahan-bahan organik kompleks dari jaringan tumbuhan seperti selulosa, lignin, dan pektin. Contohnya Penicillium, Mucor, Rhizopus, Fusarium, Cladosporium, Aspergillus, dan Trichomonas.
a. Aspergillus
Aspergillus sp. dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman sebagai saprofit dan pada tanah sebagai miselium. Konidianya juga dapat bertahan hidup pada tanah selama suatu periode tertentu. Jamur ini juga dapat tumbuh pada permukaan biji, dalam biji atau permukaan jaringan, terdapat dimana-mana baik di daerah panas maupun di daerah dingin. Sporanya terdapat di udara, di tanah maupun pada makanan yang dibiarkan terbuka.
Salah satu spesies Aspergillus yang hidup di lingkungan terrestrial adalah Aspergillus fumigatus. Spora Aspergillus fumigatus ada di mana-mana. Namun, pada skala besar, beberapa sumber menghitung organisme ini lebih banyak ditemukan di belahan bumi utara selama musim gugur dan musim dingin atau di daerah tropis sepanjang tahun. Secara khusus, tanah dan komponen tanah membentuk habitat alam. Tempat lainnya termasuk pada biji yang disimpan, vegetasi yang sudah membusuk, atau lingkungan udara dalam ruangan. Selain pada daerah-daerah tertentu, spora organisme ini juga membentuk beberapa simbion parasit pada tumbuhan atau hewan.
Spesies ini cocok hidup di ceruk tanah karena sifat jamur yang memungkinkan untuk mendapatkan dan memiliki nutrisi serta kelembaban tanpa perlu adanya matahari. Ini Habitat ekologi pada tanah memberikan nutrisi yang dibutuhkan dan kelembaban untuk semua tahapan yang berbeda dalam siklus hidupnya. Nutrisi ini bisa berasal dari organisme lain, seperti tanaman, bakteri, jamur lain, dan organisme lainnya. Faktor kunci dalam memelihara habitat tanah adalah adanya gangguan pada permukaan tanah yang dapat menyebabkan distribusi spora. Juga, distribusi dapat disebabkan oleh aliran air tanah, membuat lokasi ini prima.
b. Fusarium
Fusarium adalah salah satu genus jamur (fungi) berfilamen yang banyak ditemukan pada tanaman dan tanah. Golongan Fusarium dicirikan dengan struktur tubuh berupa miselium bercabang, hialin, dan bersekat (septat) dengan diameter 2-4 µm. Jamur (fungi) ini juga memiliki struktur fialid yang berupa monofialid ataupun polifialid dan berbentuk soliter ataupun merupakan bagian dari sistem percabangan yang kompleks. Reproduksi aseksual jamur (fungi) ini menggunakan mikrokonidia yang terletak pada konidiospora yang tidak bercabang dan makrokonidia yang terletak pada konidiospora bercabang dan tak bercabang. Makrokonidia dibentuk dari fialid, memiliki struktur halus serta bentuk silindris, dan terdiri dari 2 atau lebih sel yang memiliki dinding sel tebal. Sedangkan mikrokonidia yang dihasilkan umumnya terdiri dari 1-3 sel, berbentuk bulat atau silinder, dan tersusun menjadi rantai atau gumpalan. Perhatikan gambar organisme Fusarium di bawah ini.

Simbiosis jamur terestrial berupa :
1. Mikoriza
Mikoriza merupakan hubungan simbiosis mutualisme yang terjadi antara fungi dengan akar tanaman. Fungi mendapatkan nutrien organik dari tanaman sedangkan tanaman akan terlindungi dari tanaman patogen lain. Fungi mikoriza memproduksi substansi allelopati yang bersifat toksik yang akan menghambat pertumbuhan tanaman di sekitar tanaman tersebut sehingga mengurangi kompetisi. Pada lingkungan yang basah mikoriza dapat meningkatkan nutrisi, khususnya ketersediaan fosfat. Sedangkan pada daerah yang kering/gersang, mikoriza membantu pengambilan air, peningkatan transpirasi (Ristiati, 2008).
Ketika berasosiasi dengan akar tanaman, jamur ini terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman. Adanya mikoriza, resitensi akar terhadap gerakan air menurun, sehingga transfer air ke akar meningkat. Keberadaan mikoriza menyebebkan keberadaan Pospat dalam tanaman meningkat, sehingga menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula. Adanya hifa eksternal menyebabkan tanaman bermikoriza lebih mampu mendapatkan air daripada yang tidak bermikoriza.
Pada tanaman bermikoriza jumlah air yang dibutuhkan untuk memproduksi 1 gram bobot kering tanaman lebih sedikit daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Tanaman mikoriza lebih tahan terhadap kekeringan karena pemakaian air yang lebih ekonomis. Pengaruh tidak langsung karena adanya miselin eksternal menyebabkan mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah sehingga kemampuan tanah menyimpan air meningkat. Aplikasi mikoriza akan membantu proses penyerapan air yang terikat cukup kuat pada pori mikro tanah, sehingga panjang musim tanam tanaman pada lahan kering diharapkan dapat terjadi sepanjang tahun.
2. Lichene
Lichene merupakan hasil simbiosis antara jamur ascomycotina atau basidiomycotina dengan algae hijau atau algae biru. Lumut kerak dapat kita temukan pada kulit pohon dan batu-batuan. Talus lichene berbentuk tipis yang tersusun atas miselium dan hifa. Setiap lichene mempunyai bentuk dan warna serta habitat tertentu yang mempunyai ketergantungan pada jenis-jenis dan algae yang ada.
Jamur pada lichene memperoleh makanan dari hasil fotosintesis algae, dan memperoleh air atau mineral dari jamur. Inilah yang menunjukan adanya simbiosis antara jamur dan algae. Lumut kerak melekat pada batu-batuan menggunakan rizoidnya. Bila terjadi perobahan cuaca dan kelembaban, maka lichene akan melepaskan fragmen talus dan zat kimia sehingga dapat melapukan permukaan batuan tersebut dengan demikian lichene akan tetap hidup. Karena sifat di atas lichene disebut dengan tumbuhan pioner (tumbuhan pertama atau pemula yang dapat mencapai pada lahan yang baru.
Beberapa lumut kerak dapat bermanfaat bagi manusia, seperti Usnea barbata dan Usnea dasypoga merupakan salah satu ramuan dalam pembuatan jamu tradisional. Roccella tinctoria sebagai bahan kertas lakmus yang digunakan sebagai indikator kimia.

2.3.4 GANGGANG (ALGAE)
Ganggang banyak tersebar luas di dalam tanah. Organisme ini hidup pada lapisan permukaan tanah dan dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor kelembapan, selain itu ganggang-ganggang ini juga dapat ditemui di bawah permukaan tanah dan bahkan pada tanah-tanah yang agak kering. Pertumbuhan dan perkembangannya bergantung pula pada pengaruh dari sinar matahari, jenis-jenis yang ada di bawah lapisan tanah harus hidup dalam bentuk heterotropik atau sebagian besar dari kehidupannya tetap berada di bawah lapisan tanah dalam keadaan tidak aktif. Terdapat beberapa jenis ganggang (algae) yang dapat hidup di tanah antara lain Myxophyceae dan Chlorophyceae
A. Myxophyceae/Cyanophyceae
Cyanophyceae disebut sebagai alga biru atau ganggang belah (Schizophyceae) atau ganggang lendir (Myxophyceae), adalah ganggang bersel tunggal atau berbentuk benang dengan susunan sel yang masih sederhana. Adapun cirri-ciri dari ganggang (algae) ini antara lain : 1) Uniseluler, atau berkoloni berbentuk benang dengan struktur yang masih sederhana; 2) Berkembang biak dengan membelah tubuhnya; 3) Memiliki cadangan makanan berupa glikogen/butir-butir sianofisin (lipo-protein) diperifer, serta ada juga yang berupa volutin; 4) Dinding sel mengandung pektin, hemiselulose dan selulose, yang bila bereaksi dengan air seperti lender; 5) Pada plasma bagian tepi terdapat klorofil a, fikosianin dan fikoklorofil yang belum terlokalisasi dan sifatnya labil menyebabkan warna tidak tetap. sifat ini disebut adapatsi kromatik (yaitu jika cahaya hijau mengenai ganggang ini akan berwarna merah, dan apabila chaya merah mengenai ganggang ini akan berwarna hijau/biru); 6) Pada sel yang tua terdapat vakuola; 7) Umumnya tidak bergerak , namun dari jenis – jenis yang berbentuk benang dapat mengadakan gerakan meluncur sambil mengeluarkan lendir.
Salah satu jenis Myxophyceae yang lebih umum hidup pada terrestrial/sub areal daripada aquatik. Persebarannya luas pada tanah alkali dan batuan lembab. Agregrat gelatin dari filamen mempunyai jeli. Trikom dikelilingi oleh lapisan tunggal dan pada organisme dewasa terdapat kumpulan matriks. Sel seperti manik-manik mengalami pembelahan sel secara rata yang meningkatkan panjang dari bentuk trikom membran mungkin kuning atau kecoklatan. Lihat gambar di bawah ini yang menunjukkan salah satu spesies Nostoc sp.
B. Chlorophyceae
Ganggang hijau / Chlorophyceae adalah salah satu klas dari ganggang berdasarkan zat warna atau pigmentasinya. Ganggang hijau ada yang bersel tunggal dan ada pula yang bersel banyak berupa benang, lembaran atau membentuk koloni spesies ganggang hijau yang bersel tunggal ada yang dapat berpindah tempat, tetapi ada pula yang menetap. Algae hijau merupakan kelompok terbesar dari vegetasi algae. Algae hijau berbeda dengan devisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti tumbuhan tingkat tnggi karena mengandung pigmen klorofil a dan klorofil b lebih dominan dibandingkan karoten dan xantofit.
Algae berperan sebagai produsen dalam ekosistem. Selain hidup di daerah perairan, Alga hijau ditemukan pula pada lingkungan semi akuatik yaitu pada batu-batuan, tanah lembab dan kulit batang pohon yang lembab. Beberapa anggotanya hidup di air mengapung atau melayang, sebagian hidup sebagai plankton. Beberapa jenis ada yang hidup melekat pada tumbuhan atau hewan. Salah satu jenis chlorophyceae yang hidup di tanah adalah Ulva lactuta.
Ulva lactuta, ganggang hijau, adalah spesies dari genus Ulva. Habitatnya menempel dibatuan dan permukaan tanah. Memiliki warna hijau hingga hijau gelap. Jenis Chlorophyceae ini adalah alga berbentuk kembarang yang terdiri atas dua sel. Ulva, di antara ganggang hijau lainnya, sangat subur di area dimana ada banyak nutrisi tersedia. Jenis ini bisa dijadikan sebagai sumber makanan, yaitu berupa sayuran. Gambar di bawah ini merupakan spesies Ulva lactuta.

2.3.5 PROTOZOA
Protozoa adalah jenis binatang yang paling rendah derajatnya,uniseluler dengan ukuran yang beragam antara 3 sampai 1000 mikron ( umumnya lebih kecil dari 1000 mikron ). Semua kegiatannya dilaksanakan oleh protoplasma dalam sel tersebut, kegiatan atau gerakan-gerakannya dapat dilakukan secara bebas ( leluasa ) baik dalam tanah maupun di dalam air sebagai akibat dimkilikinya Ciliate ( Infusoria), Mastigophora ( flagellate ), Rhizopoda ( Sarcodina ) dan Sporozoa yang berupa sejenis rambut. Sesuai dengan nama-nama terhadap jenis rambut tersebut maka protozoa digolongkan menjadi:
- Ciliate ( Infusoria )
- Mastigophora ( flagellate )
- Rhizopoda ( Sarcodina )
- Sporozoa
Keempat dapat berperan dalam pelapukan sisa-sisa bahan organis dan anorganis, berdasarkan kemampuan atau perannya ini maka peran sertanya dalam pembentukan tanah-tanah yang fertil/ subur tentulah besar.
a. Ciliate ( Infusoria )
Alat geraknya yaitu cilia atau rambut pendek-pendek (rambut getar).bentuk tubuhnya bervariasi. Cilia keadaanya menutupi bagian muka tubuh dari organism atau terbatas pada bagian-bagian tertentu. Beberapa dari genusnya yang hidup berkembang dalam tanah dan air, yaitu :
v Paramecium caudatum dan Paramecium eurelina :
Bentuk tubuh memanjang dengan ukuran sekitar 120-130 µ dengan bentuk yang tetap, dinding tubuh terlindung oleh cilia sebagai alat gerak. Memiliki sistosom yang merupakan tempat masuknya makanan yang selanjutnya akan dicerna dalam vakuola makanan.
v Stylonichia
Bentuk tubuh menyerupai terompet, terikat pada suatu tempat yaitu menempel pada daun yang terendam, cilianya seperti duri (cirhi).
b. Mastigophora ( flagellate )
Alat graknya yaitu flagella, terdapat satu atau beberapa flagella, yang menyantel di bagian terjauh dari tubuhnya, jika lebih dari satu buah maka flagella lainnya agak ke belakang. Perkembangbiakannya secara vegetative dengan membelah diri.
c. Rhizopoda ( Sarcodina )
Tubuhnya tidak memiliki alat gerak, didalam melakukan gerakannya selalu memakai Pseudopodia ( kaki palsu), alat ini kasar, lebar, filiforma atau menjari, sederhana atau bercabang. Tubuhnya memiliki kerangka luar atau sejenis kulit, ada yang tersusun zat-zat khifin (zat tanduk), silica kalsium, silica, dan kalsium karbonat. Perkembangannya dengan membelah diri. Spesies-spesiesnya yang ada dalam tanah dan air, yaitu: Amoeba proteus, Arcella, Foraminifera, dan lain-lain.
d. Sporozoa
Sporozoa merupakan bentuk-bentuk parasitis, tidak memiliki alat gerak. Tubuhnya merupakan uniselluler (bersel tunggal).

Mayoritas protozoa tanah adalah cosmopolitan, walaupun tidak semua species diketemukan dalam tiap tanah. Umumnya, dalam hal berlimpahnya Protozoa dalam tanah, telah diketahui bahwa sebagian besar terdiri dari Amoeba dan Flagellata, ciliate agak kurang melimpah. Oraganisma-organisma ini istimewa beradaptasi pada suatu bentuk kehidupan alami di bumi. Kemampuannya mereduksi jumlah-jumlah dan mengendalikan kegiatan-kegiatan golongan-golongan mikroorganisma lainnya di dalam tanah adalah amat terbatas. Beberapa Protozoa hanya memangsa atas tipe-tipe bacteria tertentu, yang lainnya mengkonsumsi sesame protozoa, sedangkan yang lainnyalagi yang mengambil bagian kegiatan penting dalam pembusukan dan pelapukan residu-residu binatang dan tanaman. Akhirnya dapat ditemukan bahwa sebagian sterilisasi pada tanah tidak membinasakan semua protozoa.

2.3.6 PERANAN MIKROORGANISME DI LINGKUNGAN TERESTRIAL
Peranan yang Menguntungkan
a. Bioremediasi
Bioremediasi merupakan suatu teknologi inovatif pengolahan limbah, yang dapat menjadi teknologi alternatif dalam menangani pencemaran yang diakibatkan oleh kegiatan pertambangan di Indonesia. Bioremediasi ini teknik penanganan limbah atau pemulihan lingkungan, dengan biaya operasi yang relatif murah, serta ramah dan aman bagi lingkungan.
Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).
Ada dua jenis bioremediasi, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri dari pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi. Sementara bioremediasi ex-situ atau pembersihan off-side dilakukan dengan cara tanah yang tercemar digali dan dipindahkan ke dalam penampungan yang lebih terkontrol, kemudian diberi perlakuan khusus dengan menggunakan mikroba.
Bioremediasi ex-situ dapat berlangsung lebih cepat, mampu me-remediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam, dan lebih mudah dikontrol dibanding dengan bioremediasi in-situ.

Ada 4 teknik dasar yang biasa digunakan dlm bioremediasi:
1. stimulasi aktivitas mikroorganisme asli (di lokasi tercemar) dengan penambahan nutrien, pengaturan kondisi redoks, optimasi pH, dsb
2. inokulasi (penanaman) mikroorganisme di lokasi tercemar, yaitu mikroorganisme yang memiliki kemampuan biotransformasi khusus.
3. penerapan immobilized enzymes
4. penggunaan tanaman (phytoremediation) untuk menghilangkan atau mengubah pencemar.
Bioremediasi ex-situ meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Kelemahan bioremediasi ex-situ ini jauh lebih mahal dan rumit. Sedangkan keunggulannya antara lain proses bisa lebih cepat dan mudah untuk dikontrol, mampu meremediasi jenis kontaminan dan jenis tanah yang lebih beragam.Proses bioremediasi harus memperhatikan antara lain temperatur tanah, derajat keasaman tanah, kelembaban tanah, sifat dan struktur geologis lapisan tanah, lokasi sumber pencemar, ketersediaan air, nutrien (N, P, K), perbandingan C : N kurang dari 30:1, dan ketersediaan oksigen.

Proses bioremediasi
Contoh bioremediasi bagi lingkungan yang tercemar minyak bumi. Yang pertama dilakukan adalah mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah yang mengalami pencemaran tersebut. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah minyak bumi yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan minyak akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem bioremediasi.

b. Memfiksasi Nitrogen
Nitrogen (N2) sangat penting bagi organisme untuk sintesis protein, asam amino, asam nukleat dan senyawa organik lain yang mengandung N. Keberadaan nitrogen hampir 80% di atmosfer dan sebagian besar keberadaannya dalam bentuk gas, tetapi sulit untuk menggunakannya secara langsung, karena tumbuhan hanya dapat memanfaatkan N2 dalam bentuk nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+), sehingga memerlukan bantuan mikroorganisme tertentu menambatnya. Proses penambatan nitrogen ini disebut fiksasi nitrogen.
Fiksasi Nitrogen adalah proses alamiah, baik hayati maupun abiotik, dimana nitrogen (N2) di atmosfer diubah menjadi amonia (NH3) (wikipedia, 2011). Beberapa bakteri yang dapat menambat nitrogen dengan cara bersimbiosis dengan akar tanaman polong-polongan (Leguminosae), misalnya Rhizobium. Selain itu, terdapat bakteri non-simbiotik dalam tanah yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob. Alga biru seperti Nostoc sp. dan Anabaena sp. juga mampu menambat nitrogen.
Nitrogen yang diikat biasanya dalam bentuk amonia. Amonia diperoleh dari hasil penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia yang berada dalam tanah lembab akan membentuk amonium (NH4+), selanjutnya amonium (NH4+) ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrobacter sehingga menghasilkan nitrat (NO3-) yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem.
c. Mempercepat proses dekomposisi/penguraian
Mikroorganisme sangat berperan penting di dalam proses dekomposisi/ pelapukan dimana sisa-sisa tanaman dan hewan akan diubah secara fisik dan kimia menjadi bentuk yang lebih sederhana yang kemudian hasilnya akan sangat membantu tersedianya zat-zat organik tanah yang merupakan hara bagi tanaman. Salah satu hasil dekomposisi yaitu kompos. Kompos merupakan proses dekomposisi terkendali terhadap limbah padat rganik dalam kondisi aerob maupun anaerobic. Bahan organic diubah hingga menyerupai tanah.
Selama proses pengomposan secara aerob, populasi organisme terus berubah. Pada fase mesofilik, jamur dan bakteri pembuat asam mengubah bahan makanan yang tersedia menjadi asam amino, gula, dan pati. Aktivitas mikroorganisme ini menghasilkan panas dan mengawali fase termofilik di dalam tumpukan bahan kompos.
Bakteri termofilik mulai berperan merombak protein dan karbohidrat nonselulosa seperti pati dan hemiselulosa. Pada fase termofilik, Thermophilic Actinomycetes mulai tumbuh dan jumlahnya terus bertambah karena bakteri ini than panas. Bakteri ini mampu merombak selulosa. Selain itu pada fase termofilik terdapat jamur yang dapat merombak hemiselulosa dan selulosa.
Setelah bahan makanan berkurang, jumlah aktivitas mikroorganisme termofilik juga akan berkurang, temperature dalam tumpukan kompos menurun, dan organism mesofilik yang sebulumnya yang bersembunyi di bagian tumpukan yang agak dingin memulai aktivitasnya kembali.
Pada proses pengomposan mikroorganisme mengeluarkan ratusan jenis enzim yang dapat merombak bahan yang ada menjadi bahan makanan bagi organism tersebut. Contohnya enzim selulase yang mengubah selulosa menjadi glukosa. Glukosa ini akan dimanfaatkan oleh organism dan akan menghasilkan karbondioksida.
d. Biopestisida
þ Bacillus thuringiensis
Telah diketahui sekitar 90 spesies bakteri yang bersifat pathogen terhadap hama serangga, yang kini berfungsi dalam pengendalian hama tanaman secara biologis sebagai insektisida microbial. Diantaranya yang paling menonjol yaitu Bacillus thuringiensis yang pertama kali ditemukan pada tahun 1902 oleh Bakteriolog Jepang, Ishiwata, dari ulat sutra yang terinfeksi.
Bacillus thuringiensis adalah bakteri gram-positif yang berbentuk batang. Bakteri ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman konifer maupun pada tanah. Apabila kondisi lingkungan tidak menguntungkan maka bakteri ini akan membentuk fase sporulasi. Saat sporulasi terjadi, tubuhnya akan terdiri dari protein Cry yang termasuk ke dalam protein kristal kelas endotoksin. Apabila serangga memakan toksin tersebut maka serangga tersebut dapat mati. Oleh karena itu, protein atau toksin Cry dapat dimanfaatkan sebagai pestisida alami.
Galur Bacillus thuringiensis subspecies isaraelensis yang telah diisolasi di Israel, yang terbukti toksik terhadap larva nyamuk Anopheles, Culex, Aedes, kecuali Lepidoptera.Sehingga bakteri ini berpotensi untuk mengendalikan penyakit malaria pada manusia (Subba Rao, dalam Hanafiah, dkk, 2005).
Fungi predator dapat menyerang ulat mikroskopis (nematoda), dimana ulat ini tersebar dalam tanah yang dapat menyebabkan kerusakan hebat pada tanaman pangan. Adapun tipe fungi predator meliputi dua jenis yaitu:
1. Parasit obligat internal yang mencerna nematoda dan menghasilkan spora yang lengket pada hifa yang tumbuh dari bangkai nematoda. Spora ini kemudian menempel pada nematoda sehat, berkecambah lalu menembus kedalam jasadnya. Fungi predator jenis ini antara lain Acrostalagmus dan Harposporium.
2. Parasit fakultatif eksternal, yang mempunyai mekanisme pemangsaan yang khas, misalnya:
· Beberapa spesies Astrobotrys, yang memangsa melalui miselium lengket yang berfungsi sebagai perangkap
· Dactylella ellipsospora melalui tangkai miselium berujung tombol lengket
· Dactylaria candida dengan membentuk cincin, nematoda akan terperangkap apabila menyorongkan kepala atau ekornya kedalam cincin
· Dactylella bembiciodes melalui perangkap yang tersusun oleh cincin yang menyempit.

Peranan yang Merugikan
a. Penyebab penyakit pada tanaman
Adapun penyebab penyakit pada tanaman yang disebabkan oleh bakteri patogen pada tanah yaitu Streptomyces scabies. Streptomyces scabies adalah salah satu dari tiga spesies Streptomyces yang menyebabkan gejala kudis pada akar tanaman kentang dan tanaman lainnya. S. scabies. terdapat dalam tanah di semua daerah penanaman kentang dunia dan juga akan mempengaruhi daging akar tanaman lainnya. Gambar ini merupakan spesies Streptomyces scabies.
Selain tanaman kentang, S. scabies dapat pula menginfeksi tanaman wortel, lobak, dan pit. Berikut merupakan gambar beberapa tanaman yang terserang S.scabies
b. Penyebab penyakit pada hewan dan manusia
Adapun penyakit pada manusia yang disebabkan oleh bakteri pathogen pada tanah adalah bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini dapat menimbulkan penyakit tetanus pada manusia karena banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf).
Proses penginfeksian :
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi. Berikut merupakan proses penginfeksian bakteri Clostridium tetani pada manusia.

BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan :
1. Tanah dengan nilai produktifitas tanah yang tinggi tidak hanya terdiri dari komponen-komponen padat, cair, dan udara (gas) saja, akan tetapi harus mengandung jasad hidup tanah yang cukup banyak.
2. Golongan-golongan utama (besar) yang menyusun populasi mikrobiologis tanah terdiri dari golongan flora yang meliputi bakteri (autotrof, heterotrof), aktinomisetes, jamur (fungi), dan ganggang (algae) dan fauna meliputi protozoa, binatang berderajat agak lebih tinggi, nematoda, cacing tanah.
3. Mikroorganisme terresterial memiliki dua peran. Peran menguntungkan berupa bioremidiasi, fiksasi nitrogen, dan mempercepat dekomposisi. Peran negatif berupa penyebab penyakit pada tanaman dan penyebab penyakit pada manusia dan hewan.

3.2 SARAN
Penelitian mengenai keragaman mikroba yang hidup di lingkungan terestrial perlu dikembangkan lebih jauh untuk mengetahui dan memanfaatkan peranan mikroba tersebut sehingga dapat memajukan bidang bioteknologi yang dapat membantu proses-proses dalam kehidupan manusia serta menjaga keseimbangan ekosistem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar