Senin, 25 Juni 2012

Metanogenesis


2.1 Pengertian Metana
Metana merupakan gas yang terbentuk oleh adanya ikatan kovalen antara empat otom H dengan satu atom C. Metana merupakan suatu alkana. Alkana secara umum memiliki sifat sukar reaksi (memiliki afinitas yang kecil) sehingga biasa disebut parafin. Sifat lain dari alkana adalah mudah mengalami reaksi pembakaran sempurna dengan oksigen menghasilkan gas karbondioksida dan uap air.
Metana merupakan gas yang tidak berwarna, sehingga tidak bisa diihat dengan mata telanjang. Tetapi metana dapat diidentifikasi melalui panca indra penciuan karena baunya yang khas. Sebenasrnya gas metan berasa di sekitar kita.
1.      Metana terdapat pada sampah sampah organik setelah dilakukan perombakan oleh bakteri penghasil metana. Beberapa industri memanfaatkan sampah organik untuk mengisolasi gas metana ini sebagai alternatif pengganti energi berbahan dasar fosil, termasuk isolasi gas metana dari kotoran ternak
2.      Metana dapat ditemukan pada kotoran hewan seperti sapi, kambing, domba dan unggas
3.      Metana juga dapat ditemukan pada kotoran manusis
4.      Gas elpiji yang kita gunakan mengandung metana
5.      Metana dapat terbentuk melalui proses pembaaran biomassa atau rawa rawa (merupakan proses alam seperti biogenik, termogenik dan abiogenik)
6.      Lahan gambut juga dapat menghasilkan gas metana
Selain di atas, di daerah-daerah tertentu juga diketahui mengandung metana dalam jumlah yang sangat besar (3000 kali jika dibandingkan dengan gas metana yang ada di atmosfer sekarang), tetapi dalam bentuk hidrat, seperti:
  •      Bagian barat Siberia (Danau Baikal) memiliki daerah kolam berlumpur seluas Prancis dan Jerman yang beku oleh es abadi. Di daerah ini mengandung tidak kurang dari 70 miliar ton metan hidrat
  •       Daerah antartika menyimpan kurang lebih 400 miliar ton metana dalam bentuk hidratnya
  •      Gas metana juga ditemukan terperangkap pada lantai samudra di kedalam 1000 kaki dengan jumlah yang sangat banyak, biasa disebut sebagai metan clathrate
Dampak gas metana dapat kita lihat dari segi ekonomis dan segi lingkungannya, dan keduanya mempunyai konsekuensi masing-masing jika memang ingin diterapkan.
Dari segi ekonomi dapat mengurangi ketegantungan kita terhadap bahan bakar fosil yang semakin hari semakin sedikit jumlahnya. Sehingga eksploitasi dan isolasi gas metana dapat digunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar fosil. Mengingat jumlahnya yang sangat besar, baik dalam bentuk metan hidrat yang ada di kutub utara dan selatan, danau Baikal serta di dasar laut. Belum lagi ditambah gas metana hasil kotoran hewan ternak yang jumlahnya melebihi penduduk bumi. Tentunya ini bisa jadi bahan pertimbangan jika suatu hari nanti bahan bakar fosil habis. Tapi, namanya juga eksploitasi, selalu ada dampak negative yang ditimbulkan. Jadi harus dipertimbangkan benar-benar dampak negatifnya jika ingin mengambil langkah ini.
Dari segi lingkungan tidak salah lagi, gas metana menjadi penyebab utama pemanasan bumi sehingga berdampak pada perubahan iklim. tentunya sangat membahayakan bagi tatanan kehidupan yang ada di planet kita.
Metana adalah gas dengan emisi gas rumah kaca 23 kali lebih ganas dari karbondioksida (CO2), yang berarti gas ini kontributor yang sangat buruk bagi pemanasan global yang sedang berlangsung. Berita buruknya adalah pemanasan global membuat suhu es di kutub utara dan kutub selatan menjadi semakin panas, sehingga metana beku yang tersimpan dalam lapisan es di kedua kutub tersebut juga ikut terlepaskan ke atmosfer.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa Antartika menyimpan kurang lebih 400 miliar ton metana beku, dan gas ini dilepaskan sedikit demi sedikit ke atmosfer seiring dengan semakin banyaknya bagian-bagian es di antartika yang runtuh. Anda bisa membayangkan betapa mengerikannya keadaan ini: Bila Antartika kehilangan seluruh lapisan esnya, maka 400 miliar ton metana tersebut akan terlepas ke atmosfer! Ini belum termasuk metana beku yang tersimpan di dasar laut yang juga terancam mencair karena makin panasnya suhu lautan akibat pemanasan global.
Sekali terpicu, siklus ini akan menghasilkan pemanasan global yang sangat parah sehingga mungkin dapat mematikan sebagian besar mahluk hidup yang ada di darat maupun laut. Saya kurang pasti juga, tapi kalau dilihat dari satelit, kondisi benua antartika, dan Greenland; es yang ada di sana dari tahun ketahun semakin berkurang dengan kecepatan mencair lebih dari yang diprediksikan para ilmuan.

2.2 Karakteristik Mikroba Penghasil Metana
Mikroba penghasil metana sering disebut sebagai metanogen. Sedangkan proses pembentukan metana oleh mikroba tersebut disebut metanogenesis. Bakteri metanogen termasuk salah satu golongan Archaebacteria, selain halofilik, dan termofilik, sesuai dengan nama golongannya Archaebacteria merupakan mikroorganisme yang tahan hidup di daerah ektrim seperti perairan dengan kadar garam tinggi (halofil) contoh Halobacterium, serta daerah dengan temperatur tinggi seperti hydrothermal vent (extremethermofil) contoh Sulfolobus, Pyrodictium.
Semuanya ada di lingkungan air tawar yang anaerob seperti sedimen serta pada saluran pencernaan hewan. Jika ditinjau dari struktur selnya, Archaebacteria memiliki kemiripan dengan struktur sel eubakteria yaitu sel dengan tipe prokariot, struktur membran sel lipid bilayer namun bedanya pada Archaea menggunakan gugus eter yang berikatan pada lipid, berbeda dengan membran sel eubakteria yang menggunakan gugus ester untuk berikatan dengan lipid. Ikatan antara gugus eter dan lipid ini membentuk membran bilayer dari gliserol-dieter, membran monolayer dari digliserol-tetraeter.
Dinding sel berfungsi untuk melindungi sitoplasma dari perubahan tekanan osmotik dan memberi bentuk sel sehingga ada yang berbentuk kokus atau batang. Struktur dinding sel Gram positif dan Gram negatif tidak memiliki peptidoglikan, namun memiliki lapisan pseudopeptidoglikan yaitu suatu lapisan yang tersusun dari ulangan N-asetilglukosamin dan N-asam asetiltalosaminuronik (1-3 rantai, tahan terhadap lisozim) dengan 7 group L-asamamino yang saling bertumpang tindih (Methanobacterium), memiliki lapisan polisakarida merupakan polimer tebal yang terdiri dari galaktosamin, asam glukoronat,  glukosa, dan asetat. Lapisan ketiga berupa lapisan glikoprotein merupakan protein bermuatan negatif dengan banyak sisa asam amino terutama asam aspartat yang berikatan dengan polimer lain seperti glukosa, glukosamin, mannose, galaktosa, ribose, arabinosa.
Lapisan protein merupakan lapisan terakhir dari struktur dinding sel Archaebacteria yang terdiri dari subunit polipeptida tunggal yang berbentuk lembaran (pada golongan Methanospirillum) atau beberapa subunit polipeptida yang berbeda (pada Methanococcus, Methanomicrobium). Kebanyakan metanogen bersifat mesofilik dengan kisaran suhu optimum antara 200C-400C, namun metanogen juga dapat ditemukan di lingkungan ektrim seperti hydrothermalvent yang memiliki temperatur sampai 1000C.
Secara lebih rinci karakteristik bakteri metanogen disajikan pada tabel 01 di bawah ini:
Tabel 01. Karakteristik Bakteri Metanogen
Karakteristik
Metanogen
Bentuk sel
Batang, kokus, spirilla, filament, sarcina
Sifat
Gram + / Gram -
Klasifikasi
Archaebacteria
Struktur dinding sel
Pseudomurein, protein, heteropolysaccharida
Metabolisme
Anaerob
Sumber energi dan sumber karbon
H2 + CO2, H2+ metanol, format, metilamin, metanol(30 % diubah menjadi CH4), asetat (80 % diubah menjadi CH4)
Produk katabolisme
CH4 atau CH4  +  CO2
Metanogen dapat memproduksi metana melalui perombakan substrat yang berbeda-beda. Berikut adalah jenis bakteri dan substrat yang digunakan dalam pembentukan metana:
Tabel 02. Bakteri Metanogen dan Substratnya
Genus
Substrat dalam metanogenesis
Methanobakteriales
·         Methanobacterium
·         Methanobrevibacter
·         Methanosphaera
·         Methanothermus
·         Methanothermobacter

·         H2 + CO2, format
·         H2 + CO2, format
·         Methanol + H2
·         H2 + CO2, hipertermofilik
·         H2 + CO2, format, termofilik
Methanococcales
·         Methanococcus
·         Methanothermococcus
·         Methanocaldococcus
·         Methanotorris

·         H2 + CO2, piruvat + CO2, format
·         H2 + CO2, format
·         H2 + CO2
·         H2 + CO2
Methanomicrobiales
·         Methanomicrobium
·         Methanogenium
·         Methanospirillum
·         Methanoplanus
·         Methanocorpusculum
·         Methanoculleus
·         Methanofollis
·         Methanolacinia


·         H2 + CO2, format
·         H2 + CO2, format
·         H2 + CO2, format
·         H2 + CO2, format
·         H2 + CO2, format, alkohol
·         H2 + CO2, format, alkohol
·         H2 + CO2, format
·         H2 + CO2, alkohol
Methanosarcinales
·         Methanosarcina

·         Methanolobus
·         Methanohalobium
·         Methanococoides
·         Methanohakophilus

·         Methanosaeta
·         Meethanosalsum

·         H2 + CO2, metanol, metilalanin, asetat
·         metanol, metilalanin
·         metanol, metilalanin,halophilik
·         metanol, metilalanin
·         metanol, metilalanin, metil sulfida, halophilik
·         asetat
·         metanol, metilalanin, dimetilsulfida

Methanopyrales
·         methanopyrus

·         H2 + CO2, hipertermopilik

2.3 Proses Pembentukan Metana oleh Mikroba Penghasil Metana
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap metanogen memerlukan substrat yang berbeda untuk membentuk metana, maka dari itu reaksi pembentukan metana juga berbeda untuk setiap substrat yang digunakan. Dari tabel.02 di atas dapat dirangkum ada 3 jenis substrat yang digunakan oleh metanogen dalam menghasilkan metana. Jenis-jenis substrat tersebut antara lain:
§  Substrat berupa CO­2 yang bisa berupa CO2 (dengan donor elektron dari H2, alkohol dan piruvat), formate (HCOO-), Karbon monoksida (CO)
§  Substrat berupa gugus Metil, yang berupa metanol (CH3OH), Metilanlanin (CH3NH3+), dimetilalanin ((CH3)2NH2+), trimetilalanin ((CH3)3NH+), metilmercaptan (CH3SH), dimetilsulfida ((CH3)2S
§  Substrat berupa asetotropik, yang berupa asetat (CH3COO-), piruvat (CH3COCOO-).
Kemampuan metanogen dalam  mengubah substrat-substrat di atas dikarenakan pada Archea metanogen ini mengandung koenzim-koenzim yang dibutuhkan dalam proses pembentukan metana. Koenzim-koenzim tersebut anatara lain:
§  Metanofuran, berperan pada tahap awal metanogenesis. Metanofuran mengandung lima cincin furan dan nitrogen amino yang mengikat karbon dioksida.
§  Metanopterin. Koenzin yang memiliki struktur menyerupai asam folat ini menjadi pembawa C1 pada tahap intermediat reduksi karbondioksida menjadi metana.
§  Koenzim M (CoM). Merupakan molekul kecil yang berperan dalam tahap akhir konversi CH3 menjadi metana.
§  Koenzim F 430, menjadi bagian dari komplek enzim metil reduktase.
§  Koenzim F 420 yang merupakan koenzim redoks. Koenzim ini merupakan derivat flavin karena memiliki struktur menyerupai koenzim flavin. Koenzim ini berperan sebagai donor elektron pada beberapa tahap reduksi karbondioksida. Bentuk teroksidasi dari koenzim F 420 dapat menyerap cahaya dengan panjang gelombang 420nm dan fluoresensi hijau biru.
  •    Koenzim B (CoB )yang merupakan koenzim redoks. Koenzim ini memiliki molekul sederhana 7-merkaptoheptanoil-treoninfosfat yang strukturnya menyerupai vitamin asam pantotenat yang merupakan bagian dari asetil KoA. Koenzim ini berperan sebagai donor elektron dalam metanogenesis.
2.3.1 Metanogenesis dengan Substrat berupa CO2
Sebagain besar metanogen dapat tumbuh pada CO2 dan H2 sebagai sumber energi tunggal mereka.
Reaksi reduksi CO2 menjadi CH4 biasanya dibantu oleh H2, namun format, CO dan senyawa organik seperti alkohol juga dapat menyediakan elektron dalam mereduksi CO2. Contohnya 2-propanol bisa dioksidasi menajadi aseton, dan menghasilkan elektron untuk proses metanogenesis di beberapa spesies.  Reaksi pembentukan CH4 dari CO2 adalah sebagai berikut:
CO2 + 4H2 à CH4 + 2H2O
Tahapan reduksi karbondioksida diawali dengan pengaktifan karbondioksida oleh enzim yang mengandung metanofuran kemudian direduksi menjadi bentuk formil. Formil kemudian ditransfer dari metanofuran kepada enzim yang mengandung metanopterin menjadi metilen lalu menjadi metil. Metil ditransfer dari metanopterin ke enzim yang mengandung CoM. Metil-CoM direduksi menjadi metan oleh sistem metil reduktase yang mengandung F430 dan CoB. F430 akan memindahkan metil dari metil-CoM membentuk kompleks yang terdiri dari nikel dan metil. Kompleks ini kemudian direduksi oleh elektron dari CoB menghasilkan metana dan kompleks heterodisulfida. Kompleks heterodisulfida direduksi oleh heterodisulfida reduktase. Proses ini menghasilkan pelepasan proton melewati membran yang menimbulkan daya dorong proton oleh enzim ATPase menghasilkan ATP.
2.3.2 Metanogenesis dengan Substrat Berupa Gugus Metil
Selain H2 + CO2 metana dapat dibentuk dari jenis senyawa alkohol. Menggunakan CH3OH sebagai model substrat metil, pembentukan CH4 dapat terjadi dalam 2 cara. Pertama, CH3OH dapat dikurangi dengan menggunakan donor elektron H2 eksternal seperti:
CHOH + H2 àCH4 + H2O                                = -131 kJ
Dengan tidak adanya H2, beberapa CH3OH bsia dioksidasi menjadi CO2 untuk menghasilkan elektron yang dibutuhkan untuk mengurangi molekul lain dari CH3OH untuk CH4.
4 CH3OHà 3 CH4 + CO2 + 2 H2O                   = -139 kJ
Senyawa metil seperti metanol dikatabolis dengan menyumbang kelompok metil dengan protein untuk membentuk corrinoids, CH3-corrinoid. Corrinoids adalah struktur induk dari senyawa seperti vitamin B12 dan mengandung cincin porfirin seperti corrin dengan atom kobalt pusat. CH3-corrinoid menyumbangkan kompleks gugus metil ke CoM, menghasilkan CH3-CoM dimana metana terbentuk dengan cara yang sama seperti pada langkah terminal pengurangan CO2.
2.3.3 Metanogenesis dengan Substrat berupa Asetotropik
Proses metanogen terakhir dalam penguraian asetat menjadi CO2 ditambah CH4, yang disebut reaksi asetotropik:
CH3COO- + H2O à CH4 + HCO-3                          = -31 kJ
Hanya sangat sedikit methanogen yang merupakan  asetotropik. Adanya  percobaan pengukuran mengenai pembentukan metana di habitat metanogen seperti limbah lumpur telah menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga dari metana terbentuk secara alami dari asetat dan sepertiga dari H2 + CO2, sehingga, meskipun kurang dikenal dalam hal keragaman, methanogen asetotropik sangat signifikan ekologis di alam.
Asetat merupakan substrat untuk pembentukan gas metan, pertama diaktifkan  asetil-KoA, yang dapat berinteraksi dengan dehidrogenase karbon monoksida dari jalur asetil-KoA. Kelompok metil asetat yang ditransfer pada enzim corrinoid untuk menghasilkan CH3-corrinoid, dan dari sana berjalan melalui langkah dimediasi CoM terminal pembentukan gas metan.
2.3.4 Sintropi
Selain dapat mengubah substrat-substrat di atas menjadi metana, Archeae  melalui sintropi dengan mikroorganisme lain juga dapat menghasilkan metana dengan berbagai substrat organik lain yang tidak dapat dipecah oleh metanogen sendiri. Konsep sinotrop, yang merupakan proses degradasi bahan- bahan organik oleh gabungan organisme dan berfokus pada proses pembentukan energi.  Disini kita menyadari adanya  interaksi ekologi bakteri dengan beberapa organisme dan signifikasi pada siklus karbon anoksik. Subtansi seperti pada polisakarida,  protein dan lemak, yang dirombak menjadi CH4 dan CO2  oleh  beberapa kelompok prokariotik. Pada tipe polisakarida seperti selulosa proses perombakan dilakukan oleh bakteri celulotik yang mengubah molekul pada selulosa yang berat dan tinggi menjadi selobiose (glukosa-glukosa) dan menjadi glokusa bebas. Glukosa kemudian difermentasi oleh fermenter primer menjadi produk fermentasi yang beragam dengan asetat, propionat, butirat, sucinat, alkohol, H2 dan CO2 sebagai produk utama. Beberapa H2 yang diproduksi melalui fermentasi primer kemudian dikonsumsi oleh konsumen H2 seperti metanogen, homoasetogen, atau bakteri pereduksi sulfat (pada lingkungan yang  memiliki kadar sulfat). Kemudian asetat bisa diubah menjadi metana oleh beberapa bakteri metana (metanogen). Tapi ini meninggalkan sejumlah besar karbon dalam bentuk asam lemak dan alkohol. Katabolisme senyawa ini terjadi dengan cara sintropi.
2.4 Peranan Mikroba Penghasil Metana dalam Bioteknologi
Biogas
Bakteri metanogen merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat menghasilkan sumber energi. Sumber energi yang dapat dihasilkan oleh bakteri ini adalah biogas. Biogas merupakan gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Proses fermentasi (penguraian material organik) tersebut terjadi secara anaerob (tanpa oksigen). Biogas terdiri atas beberapa macam gas, antara lain metana (55-75%), karbon dioksida (25-45%), nitrogen (0-0.3%), hydrogen (1-5%), hidrogen sulfida (0-3%), dan oksigen (0.1-0.5%). Persentase terbesar dalam biogas ini, metan, membuat gas ini mudah terbakar dan dapat disamakan kualitasnya dengan gas alam setelah dilakukan pemurnian terhadap gas metan.
Sumber pembuatan gas metan ini berasal dari bahan-bahan organik yang tidak memerlukan waktu yang terlalu lama dalam penguraiannya, seperti kotoran hewan, dedaunan, jerami, sisa makanan, dan sortiran sayur. Dalam menghasilkan gas metan ini, bakteri metanogen tidak bekerja sendiri. Terdapat beberapa tahap yang harus dilalui dan memerlukan kerja sama dengan kelompok bakteri yang lain. Berikut ini merupakan tahapan dalam proses pembentukan biogas:
1.      Hidrolisis
Hidrolisis merupakan penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang menjadi senyawa yang sederhana. Pada tahap ini, bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi menjadi senyawa dengan rantai pendek, seperti peptida, asam amino, dan gula sederhana. Kelompok bakteri hidrolisa, seperti Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa jenis Enterobactericeae yang melakukan proses ini.
Pada proses hidrolisa, lemak diuraikan oleh enzim lipase yang diproduksi oleh lipolytic bacteria. Sementara karbohidrat diuraikan oleh enzim lipase yang diproduksi oleh lipolytic bacteria. Sementara karbohidrat diuraikan oleh enzim selulosa yang diproduksi cellulolytic bacteria dan protein diuraikan oleh enzim protease yang diproduksi oleh proteolytic bacteria, menjadi monomer yang mudah larut. Pada proses hidrolisa ini dihasilkan pula asam amino, volatile acid, dan lain-lain.
2.      Asidogenesis
Asidogenesis adalah pembentukan asam dari senyawa sederhana. Bakteri asidogen, Desulfovibrio, pada tahap ini memproses senyawa terlarut pada hidrolisis menjadi asam-asam lemak rantai pendek yang umumnya asam asetat dan asam format.
3.      Metanogenesis
Metanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan karbondioksida (CO2).
Penghasilan biogas dapat mencapai kondisi optimum jika bakteri-bakteri yang terlibat dalam proses tersebut berada dalam lingkungan yang nyaman. Berikut ini merupakan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar bakteri-bakteri penghasil biogas dapat menghasilkan gas secara optimum, yaitu:
1.    Lingkungan abiotis
Bakteri yang dapat memproduksi gas metan tidak memerlukan oksigen dalam pertumbuhannya (anaerobik).  Oleh karena itu, biodigester harus tetap dijaga dalam keadaan abiotis (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2)).
2.    Temperatur
Secara umum terdapat 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
a. Psikrofilik (suhu 0 – 25°C), optimum pada suhu 20-25°C
b. Mesofilik (suhu 20 – 40°C), optimum pada suhu 30-37°C
c. Termofilik (suhu 45 – 70°C), optimum pada suhu 50-55°C
Temperatur merupakan salah satu hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Menjaga temperatur tetap pada kondisi optimum yang mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, akan meningkatkan produksi biogas.
3.    Derajat keasaman (pH)
Bakteri asidogen dan metanogen memerlukan lingkungan dengan derajat keasaman optimum yang sedikit berbeda untuk berkembangbiak. pH yang rendah dapat menghambat pertumbuhan bakteri asidogenesis, sedangkan pH di bawah 6,4 dapat meracuni bakteri metanogenesis. Rentang pH yang sesuai bagi perkembangbiakan bakteri metanogenesis 6,6-7 sedangkan rentang pH bagi bakteri pada umumnya adalah 6,4-7,2. Derajat keasaman harus selalu dijaga dalam wilayah perkembangbiakan optimum bagi bakteri agar produksi biogas stabil.
4.    Rasio C/N bahan isian
Syarat ideal untuk proses digesti adalah C/N = 25 – 30. Nilai rasio C/N yang terlalu tinggi menandakan konsumsi yang cepat oleh bakteri metanogenisis, hal itu dapat menurunkan produksi biogas. Sedangkan rasio C/N yang terlalu rendah akan menyebabkan akumulasi ammonia sehingga pH dapat terus naik pada keadaan basa hingga 8,5. Kondisi tersebut dapat meracuni bakteri metanogen. Kadar C/N yang sesuai dapat dicapai dengan mencampurkan beberapa macam bahan organik, seperti kotoran dengan sampah organik.
Biogas yang dihasilkan oleh sekelompok bakteri yang telah diuraikan di atas, dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan sumber energi fosil yang saat ini semakin menipis jumlahnya. Meskipun sama-sama dihasilkan oleh mikroorganisme, namun pembentukan biogas tidak memerlukan waktu yang sangat lama seperti pembentukan energi fosil.

1 komentar: