2.1 Pengertian Metana
Metana merupakan gas yang terbentuk oleh adanya ikatan
kovalen antara empat otom H dengan satu atom C. Metana merupakan suatu alkana.
Alkana secara umum memiliki sifat sukar reaksi (memiliki afinitas yang kecil)
sehingga biasa disebut parafin. Sifat
lain dari alkana adalah mudah mengalami reaksi pembakaran sempurna dengan
oksigen menghasilkan gas karbondioksida dan uap air.
Metana merupakan gas yang tidak berwarna, sehingga tidak
bisa diihat dengan mata telanjang. Tetapi metana dapat diidentifikasi melalui
panca indra penciuan karena baunya yang khas. Sebenasrnya gas metan berasa di
sekitar kita.
1.
Metana
terdapat pada sampah sampah organik setelah dilakukan perombakan oleh bakteri
penghasil metana. Beberapa industri memanfaatkan sampah organik untuk
mengisolasi gas metana ini sebagai alternatif pengganti energi berbahan dasar
fosil, termasuk isolasi gas metana dari kotoran ternak
2.
Metana
dapat ditemukan pada kotoran hewan seperti sapi, kambing, domba dan unggas
3.
Metana
juga dapat ditemukan pada kotoran manusis
4.
Gas
elpiji yang kita gunakan mengandung metana
5.
Metana
dapat terbentuk melalui proses pembaaran biomassa atau rawa rawa (merupakan
proses alam seperti biogenik, termogenik dan abiogenik)
6.
Lahan
gambut juga dapat menghasilkan gas metana
Selain
di atas, di daerah-daerah tertentu juga diketahui mengandung metana dalam
jumlah yang sangat besar (3000 kali jika dibandingkan dengan gas metana yang
ada di atmosfer sekarang), tetapi dalam bentuk hidrat, seperti:
- Bagian barat Siberia (Danau Baikal) memiliki daerah kolam berlumpur seluas Prancis dan Jerman yang beku oleh es abadi. Di daerah ini mengandung tidak kurang dari 70 miliar ton metan hidrat
- Daerah antartika menyimpan kurang lebih 400 miliar ton metana dalam bentuk hidratnya
- Gas metana juga ditemukan terperangkap pada lantai samudra di kedalam 1000 kaki dengan jumlah yang sangat banyak, biasa disebut sebagai metan clathrate
Dampak gas
metana dapat kita lihat dari segi
ekonomis dan segi lingkungannya, dan keduanya mempunyai konsekuensi
masing-masing jika memang ingin diterapkan.
Dari
segi ekonomi dapat mengurangi ketegantungan kita terhadap bahan bakar fosil
yang semakin hari semakin sedikit jumlahnya. Sehingga eksploitasi dan isolasi
gas metana dapat digunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar fosil. Mengingat
jumlahnya yang sangat besar, baik dalam bentuk metan hidrat yang ada di kutub
utara dan selatan, danau Baikal serta di dasar laut. Belum lagi ditambah gas
metana hasil kotoran hewan ternak yang jumlahnya melebihi penduduk bumi.
Tentunya ini bisa jadi bahan pertimbangan jika suatu hari nanti bahan bakar
fosil habis. Tapi, namanya juga eksploitasi, selalu ada dampak negative yang
ditimbulkan. Jadi harus dipertimbangkan benar-benar dampak negatifnya jika
ingin mengambil langkah ini.
Dari
segi lingkungan tidak salah lagi, gas metana menjadi penyebab utama pemanasan
bumi sehingga berdampak pada perubahan iklim. tentunya sangat membahayakan bagi
tatanan kehidupan yang ada di planet kita.
Metana
adalah gas dengan emisi gas
rumah kaca 23 kali lebih ganas dari
karbondioksida (CO2), yang berarti gas ini kontributor yang sangat
buruk bagi pemanasan global yang sedang berlangsung. Berita buruknya adalah pemanasan
global membuat suhu es di kutub utara
dan kutub selatan menjadi semakin panas, sehingga metana beku yang tersimpan
dalam lapisan es di kedua kutub tersebut juga ikut terlepaskan ke atmosfer.
Para
ilmuwan memperkirakan bahwa Antartika menyimpan kurang lebih 400 miliar ton
metana beku, dan gas ini dilepaskan sedikit demi sedikit ke atmosfer seiring
dengan semakin banyaknya bagian-bagian es di antartika yang runtuh. Anda bisa
membayangkan betapa mengerikannya keadaan ini: Bila Antartika kehilangan
seluruh lapisan esnya, maka 400 miliar ton metana tersebut akan terlepas ke
atmosfer! Ini belum termasuk metana beku yang tersimpan di dasar laut yang juga
terancam mencair karena makin panasnya suhu lautan akibat pemanasan global.
Sekali
terpicu, siklus ini akan menghasilkan pemanasan
global yang sangat parah sehingga
mungkin dapat mematikan sebagian besar mahluk hidup yang ada di darat maupun
laut. Saya kurang pasti juga, tapi kalau dilihat dari satelit, kondisi benua
antartika, dan Greenland; es yang ada di sana dari tahun ketahun semakin
berkurang dengan kecepatan mencair lebih dari yang diprediksikan para ilmuan.
2.2 Karakteristik Mikroba Penghasil Metana
Mikroba penghasil metana sering disebut sebagai metanogen. Sedangkan proses pembentukan metana oleh mikroba
tersebut disebut metanogenesis. Bakteri
metanogen termasuk salah satu golongan Archaebacteria,
selain halofilik, dan termofilik, sesuai dengan nama golongannya Archaebacteria merupakan mikroorganisme
yang tahan hidup di daerah ektrim seperti perairan dengan kadar garam tinggi
(halofil) contoh Halobacterium,
serta daerah dengan temperatur tinggi seperti hydrothermal vent
(extremethermofil) contoh Sulfolobus, Pyrodictium.
Semuanya ada di lingkungan air
tawar yang anaerob seperti sedimen serta pada saluran pencernaan hewan.
Jika ditinjau dari struktur selnya, Archaebacteria
memiliki kemiripan dengan struktur sel eubakteria yaitu sel dengan tipe prokariot, struktur membran sel
lipid bilayer namun bedanya pada Archaea menggunakan gugus eter yang berikatan pada lipid,
berbeda dengan membran sel eubakteria yang menggunakan gugus ester untuk berikatan dengan
lipid. Ikatan antara gugus eter dan lipid ini membentuk membran bilayer dari
gliserol-dieter, membran monolayer dari digliserol-tetraeter.
Dinding sel berfungsi untuk melindungi sitoplasma dari perubahan tekanan
osmotik dan memberi bentuk sel sehingga ada yang berbentuk kokus atau
batang. Struktur dinding sel Gram positif dan Gram negatif tidak memiliki
peptidoglikan, namun memiliki lapisan pseudopeptidoglikan yaitu suatu lapisan yang tersusun dari ulangan
N-asetilglukosamin dan N-asam asetiltalosaminuronik (1-3 rantai, tahan
terhadap lisozim) dengan 7 group L-asamamino yang saling bertumpang tindih
(Methanobacterium), memiliki lapisan polisakarida merupakan polimer tebal
yang terdiri dari galaktosamin, asam glukoronat, glukosa, dan asetat. Lapisan ketiga berupa lapisan
glikoprotein merupakan protein bermuatan negatif dengan banyak sisa asam
amino terutama asam aspartat yang berikatan dengan polimer lain seperti glukosa,
glukosamin, mannose, galaktosa, ribose, arabinosa.
Lapisan protein merupakan lapisan terakhir dari struktur dinding sel Archaebacteria yang terdiri dari subunit
polipeptida tunggal yang berbentuk lembaran (pada
golongan Methanospirillum) atau beberapa subunit polipeptida yang
berbeda (pada Methanococcus, Methanomicrobium).
Kebanyakan metanogen bersifat mesofilik dengan
kisaran suhu optimum antara 200C-400C, namun metanogen juga dapat ditemukan di
lingkungan ektrim seperti hydrothermalvent yang memiliki temperatur sampai 1000C.
Secara lebih rinci karakteristik bakteri metanogen disajikan pada tabel 01
di bawah ini:
Tabel 01. Karakteristik Bakteri Metanogen
Karakteristik
|
Metanogen
|
Bentuk sel
|
Batang, kokus, spirilla, filament, sarcina
|
Sifat
|
Gram + / Gram -
|
Klasifikasi
|
Archaebacteria
|
Struktur dinding sel
|
Pseudomurein, protein, heteropolysaccharida
|
Metabolisme
|
Anaerob
|
Sumber energi dan sumber karbon
|
H2 + CO2, H2+ metanol, format,
metilamin, metanol(30 % diubah menjadi CH4), asetat (80 % diubah
menjadi CH4)
|
Produk katabolisme
|
CH4 atau CH4 +
CO2
|
Metanogen dapat memproduksi metana melalui perombakan substrat yang
berbeda-beda. Berikut adalah jenis bakteri dan substrat yang digunakan dalam
pembentukan metana:
Tabel 02. Bakteri Metanogen dan Substratnya
Genus
|
Substrat dalam metanogenesis
|
Methanobakteriales
·
Methanobacterium
·
Methanobrevibacter
·
Methanosphaera
·
Methanothermus
·
Methanothermobacter
|
·
H2
+ CO2, format
·
H2
+ CO2, format
·
Methanol + H2
·
H2
+ CO2, hipertermofilik
·
H2
+ CO2, format, termofilik
|
Methanococcales
·
Methanococcus
·
Methanothermococcus
·
Methanocaldococcus
·
Methanotorris
|
·
H2
+ CO2, piruvat + CO2, format
·
H2
+ CO2, format
·
H2
+ CO2
·
H2
+ CO2
|
Methanomicrobiales
·
Methanomicrobium
·
Methanogenium
·
Methanospirillum
·
Methanoplanus
·
Methanocorpusculum
·
Methanoculleus
·
Methanofollis
·
Methanolacinia
|
·
H2
+ CO2, format
·
H2
+ CO2, format
·
H2
+ CO2, format
·
H2
+ CO2, format
·
H2
+ CO2, format, alkohol
·
H2
+ CO2, format, alkohol
·
H2
+ CO2, format
·
H2
+ CO2, alkohol
|
Methanosarcinales
·
Methanosarcina
·
Methanolobus
·
Methanohalobium
·
Methanococoides
·
Methanohakophilus
·
Methanosaeta
·
Meethanosalsum
|
·
H2
+ CO2, metanol, metilalanin, asetat
·
metanol,
metilalanin
·
metanol,
metilalanin,halophilik
·
metanol,
metilalanin
·
metanol,
metilalanin, metil sulfida, halophilik
·
asetat
·
metanol,
metilalanin, dimetilsulfida
|
Methanopyrales
·
methanopyrus
|
·
H2
+ CO2, hipertermopilik
|
2.3 Proses Pembentukan Metana oleh Mikroba
Penghasil Metana
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap metanogen memerlukan substrat yang
berbeda untuk membentuk metana, maka dari itu reaksi pembentukan metana juga
berbeda untuk setiap substrat yang digunakan. Dari tabel.02 di atas dapat
dirangkum ada 3 jenis substrat yang digunakan oleh metanogen dalam menghasilkan
metana. Jenis-jenis substrat tersebut antara lain:
§ Substrat berupa CO2 yang bisa berupa CO2 (dengan
donor elektron dari H2, alkohol dan piruvat), formate (HCOO-),
Karbon monoksida (CO)
§ Substrat berupa gugus Metil, yang berupa metanol (CH3OH), Metilanlanin
(CH3NH3+), dimetilalanin ((CH3)2NH2+),
trimetilalanin ((CH3)3NH+), metilmercaptan (CH3SH),
dimetilsulfida ((CH3)2S
§ Substrat berupa asetotropik, yang berupa asetat (CH3COO-),
piruvat (CH3COCOO-).
Kemampuan
metanogen dalam mengubah
substrat-substrat di atas dikarenakan pada Archea
metanogen ini mengandung koenzim-koenzim yang dibutuhkan dalam proses
pembentukan metana. Koenzim-koenzim tersebut anatara lain:
§ Metanofuran,
berperan pada tahap awal metanogenesis. Metanofuran mengandung lima cincin
furan dan nitrogen amino yang mengikat karbon dioksida.
§ Metanopterin.
Koenzin yang memiliki struktur menyerupai asam
folat ini menjadi pembawa C1 pada tahap intermediat
reduksi karbondioksida menjadi metana.
§ Koenzim
M (CoM). Merupakan molekul kecil yang berperan
dalam tahap akhir konversi CH3 menjadi metana.
§ Koenzim
F 430, menjadi bagian dari komplek enzim metil reduktase.
§ Koenzim
F 420 yang merupakan koenzim redoks.
Koenzim ini merupakan derivat flavin
karena memiliki struktur menyerupai koenzim flavin. Koenzim ini berperan
sebagai donor elektron pada beberapa tahap reduksi karbondioksida. Bentuk
teroksidasi dari koenzim F 420 dapat menyerap cahaya
dengan panjang gelombang 420nm dan fluoresensi hijau biru.
- Koenzim B (CoB )yang merupakan koenzim redoks. Koenzim ini memiliki molekul sederhana 7-merkaptoheptanoil-treoninfosfat yang strukturnya menyerupai vitamin asam pantotenat yang merupakan bagian dari asetil KoA. Koenzim ini berperan sebagai donor elektron dalam metanogenesis.
2.3.1
Metanogenesis dengan Substrat berupa CO2
Sebagain besar metanogen dapat tumbuh pada CO2 dan H2
sebagai sumber energi tunggal mereka.
Reaksi reduksi CO2 menjadi CH4 biasanya dibantu oleh H2, namun format, CO dan senyawa
organik seperti alkohol juga dapat menyediakan elektron dalam mereduksi CO2.
Contohnya 2-propanol bisa dioksidasi menajadi aseton, dan menghasilkan elektron
untuk proses metanogenesis di beberapa spesies.
Reaksi pembentukan CH4 dari CO2 adalah sebagai
berikut:
CO2
+ 4H2 à CH4 + 2H2O
Tahapan
reduksi karbondioksida diawali dengan pengaktifan karbondioksida oleh enzim
yang mengandung metanofuran kemudian direduksi menjadi bentuk formil. Formil
kemudian ditransfer dari metanofuran kepada enzim yang mengandung metanopterin
menjadi metilen
lalu menjadi metil.
Metil ditransfer dari metanopterin ke enzim yang mengandung CoM. Metil-CoM
direduksi menjadi metan oleh sistem metil reduktase yang mengandung F430 dan
CoB. F430 akan memindahkan metil dari metil-CoM membentuk kompleks yang terdiri
dari nikel dan metil. Kompleks ini kemudian direduksi oleh elektron dari CoB
menghasilkan metana dan kompleks heterodisulfida. Kompleks heterodisulfida direduksi
oleh heterodisulfida reduktase. Proses ini menghasilkan pelepasan proton
melewati membran yang menimbulkan daya dorong proton oleh enzim ATPase
menghasilkan ATP.
2.3.2
Metanogenesis dengan Substrat Berupa Gugus Metil
Selain H2 +
CO2 metana dapat dibentuk dari jenis senyawa alkohol. Menggunakan
CH3OH sebagai model substrat metil, pembentukan CH4 dapat terjadi
dalam 2 cara. Pertama,
CH3OH dapat dikurangi dengan
menggunakan donor elektron
H2 eksternal seperti:
CHOH
+ H2 àCH4 + H2O = -131 kJ
Dengan
tidak adanya H2,
beberapa CH3OH bsia
dioksidasi menjadi CO2 untuk
menghasilkan elektron yang dibutuhkan untuk mengurangi molekul lain
dari CH3OH untuk CH4.
4
CH3OHà 3 CH4 + CO2 + 2 H2O = -139 kJ
Senyawa metil seperti metanol dikatabolis dengan menyumbang kelompok metil dengan protein
untuk membentuk corrinoids, CH3-corrinoid. Corrinoids adalah struktur induk
dari senyawa seperti vitamin B12 dan mengandung cincin porfirin seperti
corrin dengan atom kobalt pusat. CH3-corrinoid
menyumbangkan kompleks gugus metil ke CoM, menghasilkan CH3-CoM dimana metana terbentuk dengan cara yang sama
seperti pada langkah terminal pengurangan CO2.
2.3.3
Metanogenesis dengan Substrat berupa Asetotropik
Proses
metanogen terakhir dalam penguraian asetat menjadi CO2
ditambah CH4, yang
disebut reaksi asetotropik:
CH3COO-
+ H2O à CH4 + HCO-3 = -31 kJ
Hanya
sangat sedikit methanogen yang merupakan asetotropik.
Adanya percobaan pengukuran mengenai
pembentukan metana di habitat metanogen seperti
limbah lumpur telah menunjukkan bahwa sekitar dua pertiga dari metana terbentuk secara
alami dari asetat dan sepertiga
dari H2 + CO2, sehingga, meskipun kurang dikenal
dalam hal keragaman, methanogen asetotropik sangat
signifikan ekologis di alam.
Asetat merupakan substrat untuk pembentukan gas metan, pertama diaktifkan asetil-KoA, yang dapat berinteraksi dengan dehidrogenase karbon monoksida dari jalur asetil-KoA. Kelompok metil
asetat yang ditransfer
pada enzim corrinoid untuk menghasilkan
CH3-corrinoid, dan
dari sana berjalan melalui langkah dimediasi CoM terminal
pembentukan gas metan.
2.3.4 Sintropi
Selain dapat mengubah substrat-substrat di atas menjadi
metana, Archeae melalui sintropi dengan mikroorganisme lain
juga dapat menghasilkan metana dengan berbagai substrat organik lain yang tidak
dapat dipecah oleh metanogen sendiri. Konsep sinotrop,
yang merupakan proses degradasi bahan-
bahan organik oleh gabungan organisme dan berfokus pada proses pembentukan
energi. Disini kita menyadari
adanya interaksi ekologi bakteri dengan
beberapa organisme dan signifikasi pada siklus karbon anoksik. Subtansi seperti pada polisakarida, protein dan lemak, yang dirombak menjadi CH4
dan CO2 oleh beberapa kelompok prokariotik. Pada tipe
polisakarida seperti selulosa proses perombakan dilakukan oleh bakteri
celulotik yang mengubah molekul pada selulosa yang berat dan tinggi menjadi
selobiose (glukosa-glukosa) dan menjadi glokusa bebas. Glukosa kemudian
difermentasi oleh fermenter primer menjadi produk fermentasi yang beragam
dengan asetat, propionat, butirat, sucinat, alkohol, H2 dan CO2
sebagai produk utama. Beberapa H2 yang diproduksi melalui fermentasi
primer kemudian dikonsumsi oleh konsumen H2 seperti metanogen,
homoasetogen, atau bakteri pereduksi sulfat (pada lingkungan yang memiliki kadar sulfat). Kemudian asetat bisa
diubah menjadi metana oleh beberapa bakteri metana (metanogen). Tapi ini meninggalkan sejumlah
besar karbon dalam bentuk asam lemak dan alkohol. Katabolisme
senyawa ini terjadi dengan cara sintropi.
2.4
Peranan Mikroba Penghasil Metana dalam Bioteknologi
Biogas
Bakteri metanogen merupakan salah satu jenis bakteri yang dapat
menghasilkan sumber energi. Sumber energi yang dapat dihasilkan oleh bakteri
ini adalah biogas. Biogas merupakan gas yang dilepaskan jika bahan-bahan
organik difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Proses fermentasi
(penguraian material organik) tersebut terjadi secara anaerob (tanpa oksigen).
Biogas terdiri atas beberapa macam gas, antara lain metana (55-75%), karbon
dioksida (25-45%), nitrogen (0-0.3%), hydrogen (1-5%), hidrogen sulfida (0-3%),
dan oksigen (0.1-0.5%). Persentase terbesar dalam biogas ini, metan, membuat
gas ini mudah terbakar dan dapat disamakan kualitasnya dengan gas alam setelah
dilakukan pemurnian terhadap gas metan.
Sumber pembuatan gas metan ini berasal dari bahan-bahan organik yang tidak
memerlukan waktu yang terlalu lama dalam penguraiannya, seperti kotoran hewan,
dedaunan, jerami, sisa makanan, dan sortiran sayur. Dalam menghasilkan gas
metan ini, bakteri metanogen tidak bekerja sendiri. Terdapat beberapa tahap
yang harus dilalui dan memerlukan kerja sama dengan kelompok bakteri yang lain.
Berikut ini merupakan tahapan dalam proses pembentukan biogas:
1.
Hidrolisis
Hidrolisis merupakan penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai
panjang menjadi senyawa yang sederhana. Pada tahap ini, bahan-bahan organik
seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi menjadi senyawa dengan
rantai pendek, seperti peptida, asam amino, dan gula sederhana. Kelompok
bakteri hidrolisa, seperti Steptococci, Bacteriodes, dan beberapa
jenis Enterobactericeae yang melakukan proses ini.
Pada
proses hidrolisa, lemak diuraikan oleh enzim lipase yang diproduksi oleh
lipolytic bacteria. Sementara karbohidrat diuraikan oleh enzim lipase yang
diproduksi oleh lipolytic bacteria.
Sementara karbohidrat diuraikan oleh enzim selulosa yang diproduksi cellulolytic bacteria dan protein
diuraikan oleh enzim protease yang diproduksi oleh proteolytic bacteria, menjadi monomer yang mudah larut. Pada proses
hidrolisa ini dihasilkan pula asam amino, volatile acid, dan lain-lain.
2.
Asidogenesis
Asidogenesis
adalah pembentukan asam dari senyawa sederhana. Bakteri asidogen, Desulfovibrio,
pada tahap ini memproses senyawa terlarut pada hidrolisis menjadi asam-asam
lemak rantai pendek yang umumnya asam asetat dan asam format.
3.
Metanogenesis
Metanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri
pembentuk metan seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria,
dan Methanococcus. Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek
menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami
dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2
dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan
karbondioksida (CO2).
Penghasilan
biogas dapat mencapai kondisi optimum jika bakteri-bakteri yang terlibat dalam
proses tersebut berada dalam lingkungan yang nyaman. Berikut ini merupakan
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar bakteri-bakteri penghasil biogas
dapat menghasilkan gas secara optimum, yaitu:
1.
Lingkungan
abiotis
Bakteri yang
dapat memproduksi gas metan tidak memerlukan oksigen dalam pertumbuhannya
(anaerobik). Oleh karena itu, biodigester harus tetap dijaga dalam
keadaan abiotis (tanpa kontak langsung dengan Oksigen (O2)).
2.
Temperatur
Secara umum terdapat 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri,
yaitu:
a. Psikrofilik (suhu 0 – 25°C), optimum pada suhu 20-25°C
b. Mesofilik (suhu 20 – 40°C), optimum pada suhu 30-37°C
c. Termofilik (suhu 45 – 70°C), optimum pada suhu 50-55°C
Temperatur
merupakan salah satu hal yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan
bakteri. Menjaga temperatur tetap pada kondisi optimum yang mendukung
pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri, akan meningkatkan produksi biogas.
3.
Derajat
keasaman (pH)
Bakteri asidogen dan metanogen memerlukan lingkungan dengan derajat
keasaman optimum yang sedikit berbeda untuk berkembangbiak. pH yang rendah
dapat menghambat pertumbuhan bakteri asidogenesis, sedangkan pH di bawah 6,4
dapat meracuni bakteri metanogenesis. Rentang pH yang sesuai bagi
perkembangbiakan bakteri metanogenesis 6,6-7 sedangkan rentang pH bagi bakteri
pada umumnya adalah 6,4-7,2. Derajat keasaman harus selalu dijaga dalam wilayah
perkembangbiakan optimum bagi bakteri agar produksi biogas stabil.
4.
Rasio C/N bahan
isian
Syarat ideal untuk proses digesti adalah C/N = 25 – 30. Nilai rasio C/N
yang terlalu tinggi menandakan konsumsi yang cepat oleh bakteri metanogenisis,
hal itu dapat menurunkan produksi biogas. Sedangkan rasio C/N yang terlalu
rendah akan menyebabkan akumulasi ammonia sehingga pH dapat terus naik pada
keadaan basa hingga 8,5. Kondisi tersebut dapat meracuni bakteri metanogen.
Kadar C/N yang sesuai dapat dicapai dengan mencampurkan beberapa macam bahan
organik, seperti kotoran dengan sampah organik.
Biogas yang dihasilkan oleh sekelompok bakteri yang telah diuraikan di
atas, dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan
sumber energi fosil yang saat ini semakin menipis jumlahnya. Meskipun sama-sama
dihasilkan oleh mikroorganisme, namun pembentukan biogas tidak memerlukan waktu
yang sangat lama seperti pembentukan energi fosil.
thanks info nya gan, izin share ya
BalasHapus