2.1 Pengertian Deteriorasi
Deteriorasi berasal dari bahasa Latin yaitu deteriorare yang artinya merusak. Deteriorasi merupakan suatu perubahan fisika/kimia suatu produk/senyawa menjadi bentuk yg lebih sederhana. Terjadinya deteriorasi di alam diakibatkan oleh berbagai penyebab (causing agents), yaitu karena faktor-faktor biologis dan faktor-faktor fisik.
Membicarakan deteriorasi erat kaitannya dengan aspek ekologi dan siklus biogeokimia di alam. Dimana kedua hal ini akan saling mempengaruhi untuk membentuk sistem di bumi ini. Suatu kawasan di alam, di dalamnya telah tercakup unsur-unsur hayati (organisme) dan unsur-unsur non hayati (zat-zat tak hidup) serta antara unsur-unsur tersebut akan terjadi hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik yang yang dimaksud adalah di dalamnya juga terjadi proses siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik.
Berbicara tentang ekologi, maka tidak terlepas dari ekosistem. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Secara garis besar ekosistem dibedakan ke dalam:
1. Ekosistem perairan ( ekosistem: danau, kolam,sungai dan sebagainya)
2. Ekosistem daratan (ekosistem:hutan, padang rumput, sawah dan lainnya)
Jika dilihat dari fungsinya, suatu ekosistem itu terdiri atas 2 komponen, yaitu:
1. Autotrofik (autos= sendiri; trophikos= menyediakan makanan), yaitu organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri yang berupa bahan-bahan organik dan bahan-bahan anorganik dengan bantuan energi matahari dan khlorofil (zat hijau daun). Oleh sebab itu semua organisme yang mengandung khlorofil disebut organisme autotrofik.
2. Heterotrofik/Organotrofik (hetero= berbeda, lain), yaitu organisme yang mampu memanfaatkan hanya bahan-bahan organic sebagai bahan makanannya dan bahan tersebut disintesis dan disediakan oleh organisme lain. Hewan, jamur, dan jasad renik (mikroorganisme) termasuk dalam kelompok ini.
Proses utama yang terjadi di dalam ekosistem meliputi:
1. Aliran energi : rantai makanan (di ekosistem akuatik maupun tersetrial) dan jaring-jaring makanan
2. Daur materi: 40 – 80 unsur seperti C, H, O, N, P, S, dan lain sebagainya
Di alam umumnya akan terjadi aliran energi dan daur materi. Saling pengaruh mempengaruhi antara aliran energi dan daur materi di dalam ekosistem di bumi dan akan menghasilkan keadaan homeostatis yang mantap. Aliran energi berlangsung dari satu organisme ke organisme yang lain melalui proses makan dimakan ataupun melalui biomassa. Biomassa merupakan material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan, dapat berupa kayu, sisa hasil hutan dan pertanian, sisa industri, ataupun dari ekskresi manusia dan juga hewan. Sebagian besar bahan organik di alam terutama di dalam tanah berada sebagai biomassa dan akan didaur ulangkan di dalam struktur organik dari sistem yang akan dilakukan oleh mikroorganisme melalui aktivitas yang disebut dengan dekomposisi.
Sedangkan, bahan-bahan kimia termasuk bahan kimia essensial yang diperlukan makhluk hidup, akan bersirkulasi menurut polanya sebagai daur materi atau daur biogeokimiawi. Daur bahan kimia yang terikat di dalam tanah akan mengikuti pola daur sedimen pada umumnya, dimana terlihat proses erosi, sedimentasi, aktivitas gunung api dan proses fisik lainnya. Karena prosesnya berjalan sangat lambat dan terjadi secara alami, maka unsur yang tersedia untuk komunitas di biosfer bergantung pada jenis batuan yang terangkat oleh gaya endogen ke permukaan bumi.
Dekomposisi bahan organik
Untuk hidupnya, manusia perlu berbagai macam tumbuhan untuk berbagai keperluannya, begitu pula hewan bahkan mikroorganisme yang memiliki berbagai fungsi di tubuh manusia. Sementara itu, kebutuhan abiotik pun juga sangat beragam seperti air, mineral, batu, pasir, tanah, udara, dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut baru menunjukkan hubungan secara langsung. Hubungan secara tidak langsung akan dapat menunjukkan betapa makhluk hidup tidak dapat berdiri sendiri dan saling terkait. Sebagai contoh, mikroorganisme pendekomposisi sampah. Jika mikroorganisme tersebut tidak ada, siklus berbagai unsur di alam akan terhambat, dan akhirnya akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem.
Dekomposisi atau pembusukan adalah proses ketika makhluk-makhluk pembusuk seperti jamur dan mikroorganisme mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan mendaur ulang material-material serta nutrisi-nutrisi yang berguna. Pada proses peruraian bahan organik dalam tanah ditemukan beberapa tahap proses. Hewan-hewan tanah termasuk cacing tanah memegang peranan penting pada penghancuran bahan organik pada tahap awal proses seperti misalnya penghancuran serasah. Serasah yaitu tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Lapisan serasah juga merupakan dunia kecil di atas tanah, yang menyediakan tempat hidup bagi berbagai makhluk terutama para dekomposer. Berbagai jenis kumbang tanah, lipan, kaki seribu, cacing tanah, kapang dan jamur serta bakteri bekerja keras menguraikan bahan-bahan organik yang menumpuk, sehingga menjadi unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup lainnya. Bahan organik yang masih segar akan dihancurkan secara fisik atau dipotong-potong sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Perubahan selanjutnya dikerjakan oleh mikroba. Ensim-ensim yang dihasilkan oleh mikroba merubah senyawa organik secara kimia, hal ini ditandai pada bahan organik yang sedang mengalami proses peruraian maka kandungan zat organic yang mudah terurai akan menurun dengan cepat.Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah), dan akhirnya menjadi tanah.
Hakikat Siklus Biogeokimia di Alam
Siklus biogeokimia merupakan pergerakan memutar unsur apa pun melalui atmosfer, samudra, kerak bumi, dan makhluk hidup (Burnie, 1999). Menurut Hutchinson (1944-1950), siklus biogeokimia merupakan suatu pertukaran atau perubahan yang terus–menerus dari bahan-bahan antara komponen biotik dan abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia. Berdasarkan sumber yang ada di alam, siklus biogeokimia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
a. tipe gas, sebagai sumbernya atmosfer dan lautan (hidosfer) misalnya siklus karbondioksida.
b. tipe sedimen, sumbernya adalah batuan bumi seperti fosfor, kalsium dan kalium.
Siklus biogeokimia pada akhirnya cenderung mempunyai mekanisme umpan-balik yang dapat mengatur sendiri (self regulating), menjaga siklus itu dalam keseimbangan. Dalam suatu ekosistem, materi pada setiap tingkat trofik tidak hilang. Materi berupa unsur-unsur penyusun bahan organik seperti karbon, nitrogen, fosfor, belerang, hidrogen, dan oksigen tersebut didaur-ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan batuan (geofisik). Siklus biogeokimia terdiri dari siklus nitrogen, siklus fosfor, siklus sulfur, dan siklus karbon.
Fungsi daur biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun komponen abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga.
Ada dua siklus abiotik yaitu fase atmosfer dan fase sedimen. Fase atmosfer penting bagi elemen seperti nitrogen, sedangkan fase sedimen penting bagi elemen seperti fosfor. Fosfor relatif kurang mengikuti fase atmosfer. Siklus biogeokimia yang terjadi dominan pada fase atmosfer disebut siklus waduk atmosfer dan siklus biogeokimia yang lebih banyak terjadi pada fase sedimen disebut siklus waduk sedimen.
2.2 Siklus Karbon terjadi di alam
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi. Sumber karbon bagi makhluk hidup di alam terdapat dalam bentuk karbondioksida (CO2), terdapat di atmosfer maupun terlarut dalam air. Tumbuhan hijau memanfaatkan CO2 dalam fotosintesis untuk menyusun karbohidrat, protein, dan lemak. Hewan dan manusia memperoleh karbon dalam bentuk karbohidrat, protein, dan lemak yang berasal dari tumbuhan hijau. Respirasi dari organisme seperti tumbuhan, hewan maka akan membebaskan karbon dioksida ke atmosfer. Karbon dilepaskan juga pada proses pembusukan sisa tumbuhan dan hewan yang mati oleh mikroorganisme serta pembakaran karbon organik seperti batu bara dan minyak bumi.
Deteriorasi berasal dari bahasa Latin yaitu deteriorare yang artinya merusak. Deteriorasi merupakan suatu perubahan fisika/kimia suatu produk/senyawa menjadi bentuk yg lebih sederhana. Terjadinya deteriorasi di alam diakibatkan oleh berbagai penyebab (causing agents), yaitu karena faktor-faktor biologis dan faktor-faktor fisik.
Membicarakan deteriorasi erat kaitannya dengan aspek ekologi dan siklus biogeokimia di alam. Dimana kedua hal ini akan saling mempengaruhi untuk membentuk sistem di bumi ini. Suatu kawasan di alam, di dalamnya telah tercakup unsur-unsur hayati (organisme) dan unsur-unsur non hayati (zat-zat tak hidup) serta antara unsur-unsur tersebut akan terjadi hubungan timbal balik. Hubungan timbal balik yang yang dimaksud adalah di dalamnya juga terjadi proses siklus unsur atau senyawa kimia yang mengalir dari komponen abiotik ke biotik dan kembali lagi ke komponen abiotik.
Berbicara tentang ekologi, maka tidak terlepas dari ekosistem. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Secara garis besar ekosistem dibedakan ke dalam:
1. Ekosistem perairan ( ekosistem: danau, kolam,sungai dan sebagainya)
2. Ekosistem daratan (ekosistem:hutan, padang rumput, sawah dan lainnya)
Jika dilihat dari fungsinya, suatu ekosistem itu terdiri atas 2 komponen, yaitu:
1. Autotrofik (autos= sendiri; trophikos= menyediakan makanan), yaitu organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri yang berupa bahan-bahan organik dan bahan-bahan anorganik dengan bantuan energi matahari dan khlorofil (zat hijau daun). Oleh sebab itu semua organisme yang mengandung khlorofil disebut organisme autotrofik.
2. Heterotrofik/Organotrofik (hetero= berbeda, lain), yaitu organisme yang mampu memanfaatkan hanya bahan-bahan organic sebagai bahan makanannya dan bahan tersebut disintesis dan disediakan oleh organisme lain. Hewan, jamur, dan jasad renik (mikroorganisme) termasuk dalam kelompok ini.
Proses utama yang terjadi di dalam ekosistem meliputi:
1. Aliran energi : rantai makanan (di ekosistem akuatik maupun tersetrial) dan jaring-jaring makanan
2. Daur materi: 40 – 80 unsur seperti C, H, O, N, P, S, dan lain sebagainya
Di alam umumnya akan terjadi aliran energi dan daur materi. Saling pengaruh mempengaruhi antara aliran energi dan daur materi di dalam ekosistem di bumi dan akan menghasilkan keadaan homeostatis yang mantap. Aliran energi berlangsung dari satu organisme ke organisme yang lain melalui proses makan dimakan ataupun melalui biomassa. Biomassa merupakan material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan, dapat berupa kayu, sisa hasil hutan dan pertanian, sisa industri, ataupun dari ekskresi manusia dan juga hewan. Sebagian besar bahan organik di alam terutama di dalam tanah berada sebagai biomassa dan akan didaur ulangkan di dalam struktur organik dari sistem yang akan dilakukan oleh mikroorganisme melalui aktivitas yang disebut dengan dekomposisi.
Sedangkan, bahan-bahan kimia termasuk bahan kimia essensial yang diperlukan makhluk hidup, akan bersirkulasi menurut polanya sebagai daur materi atau daur biogeokimiawi. Daur bahan kimia yang terikat di dalam tanah akan mengikuti pola daur sedimen pada umumnya, dimana terlihat proses erosi, sedimentasi, aktivitas gunung api dan proses fisik lainnya. Karena prosesnya berjalan sangat lambat dan terjadi secara alami, maka unsur yang tersedia untuk komunitas di biosfer bergantung pada jenis batuan yang terangkat oleh gaya endogen ke permukaan bumi.
Dekomposisi bahan organik
Untuk hidupnya, manusia perlu berbagai macam tumbuhan untuk berbagai keperluannya, begitu pula hewan bahkan mikroorganisme yang memiliki berbagai fungsi di tubuh manusia. Sementara itu, kebutuhan abiotik pun juga sangat beragam seperti air, mineral, batu, pasir, tanah, udara, dan sebagainya. Contoh-contoh tersebut baru menunjukkan hubungan secara langsung. Hubungan secara tidak langsung akan dapat menunjukkan betapa makhluk hidup tidak dapat berdiri sendiri dan saling terkait. Sebagai contoh, mikroorganisme pendekomposisi sampah. Jika mikroorganisme tersebut tidak ada, siklus berbagai unsur di alam akan terhambat, dan akhirnya akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem.
Dekomposisi atau pembusukan adalah proses ketika makhluk-makhluk pembusuk seperti jamur dan mikroorganisme mengurai tumbuhan dan hewan yang mati dan mendaur ulang material-material serta nutrisi-nutrisi yang berguna. Pada proses peruraian bahan organik dalam tanah ditemukan beberapa tahap proses. Hewan-hewan tanah termasuk cacing tanah memegang peranan penting pada penghancuran bahan organik pada tahap awal proses seperti misalnya penghancuran serasah. Serasah yaitu tumpukan dedaunan kering, rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi lainnya di atas lantai hutan atau kebun. Lapisan serasah juga merupakan dunia kecil di atas tanah, yang menyediakan tempat hidup bagi berbagai makhluk terutama para dekomposer. Berbagai jenis kumbang tanah, lipan, kaki seribu, cacing tanah, kapang dan jamur serta bakteri bekerja keras menguraikan bahan-bahan organik yang menumpuk, sehingga menjadi unsur-unsur yang dapat dimanfaatkan kembali oleh makhluk hidup lainnya. Bahan organik yang masih segar akan dihancurkan secara fisik atau dipotong-potong sehingga ukurannya menjadi lebih kecil. Perubahan selanjutnya dikerjakan oleh mikroba. Ensim-ensim yang dihasilkan oleh mikroba merubah senyawa organik secara kimia, hal ini ditandai pada bahan organik yang sedang mengalami proses peruraian maka kandungan zat organic yang mudah terurai akan menurun dengan cepat.Serasah yang telah membusuk (mengalami dekomposisi) berubah menjadi humus (bunga tanah), dan akhirnya menjadi tanah.
Hakikat Siklus Biogeokimia di Alam
Siklus biogeokimia merupakan pergerakan memutar unsur apa pun melalui atmosfer, samudra, kerak bumi, dan makhluk hidup (Burnie, 1999). Menurut Hutchinson (1944-1950), siklus biogeokimia merupakan suatu pertukaran atau perubahan yang terus–menerus dari bahan-bahan antara komponen biotik dan abiotik. Siklus unsur-unsur tersebut tidak hanya melalui organisme, tetapi juga melibatkan reaksi-reaksi kimia dalam lingkungan abiotik sehingga disebut siklus biogeokimia. Berdasarkan sumber yang ada di alam, siklus biogeokimia dibagi dalam 2 golongan yaitu :
a. tipe gas, sebagai sumbernya atmosfer dan lautan (hidosfer) misalnya siklus karbondioksida.
b. tipe sedimen, sumbernya adalah batuan bumi seperti fosfor, kalsium dan kalium.
Siklus biogeokimia pada akhirnya cenderung mempunyai mekanisme umpan-balik yang dapat mengatur sendiri (self regulating), menjaga siklus itu dalam keseimbangan. Dalam suatu ekosistem, materi pada setiap tingkat trofik tidak hilang. Materi berupa unsur-unsur penyusun bahan organik seperti karbon, nitrogen, fosfor, belerang, hidrogen, dan oksigen tersebut didaur-ulang. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik melalui udara, tanah, dan air. Daur ulang materi tersebut melibatkan makhluk hidup dan batuan (geofisik). Siklus biogeokimia terdiri dari siklus nitrogen, siklus fosfor, siklus sulfur, dan siklus karbon.
Fungsi daur biogeokimia adalah sebagai siklus materi yang mengembalikan semua unsur-unsur kimia yang sudah terpakai oleh semua yang ada di bumi baik komponen biotik maupun komponen abiotik, sehingga kelangsungan hidup di bumi dapat terjaga.
Ada dua siklus abiotik yaitu fase atmosfer dan fase sedimen. Fase atmosfer penting bagi elemen seperti nitrogen, sedangkan fase sedimen penting bagi elemen seperti fosfor. Fosfor relatif kurang mengikuti fase atmosfer. Siklus biogeokimia yang terjadi dominan pada fase atmosfer disebut siklus waduk atmosfer dan siklus biogeokimia yang lebih banyak terjadi pada fase sedimen disebut siklus waduk sedimen.
2.2 Siklus Karbon terjadi di alam
Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer Bumi. Sumber karbon bagi makhluk hidup di alam terdapat dalam bentuk karbondioksida (CO2), terdapat di atmosfer maupun terlarut dalam air. Tumbuhan hijau memanfaatkan CO2 dalam fotosintesis untuk menyusun karbohidrat, protein, dan lemak. Hewan dan manusia memperoleh karbon dalam bentuk karbohidrat, protein, dan lemak yang berasal dari tumbuhan hijau. Respirasi dari organisme seperti tumbuhan, hewan maka akan membebaskan karbon dioksida ke atmosfer. Karbon dilepaskan juga pada proses pembusukan sisa tumbuhan dan hewan yang mati oleh mikroorganisme serta pembakaran karbon organik seperti batu bara dan minyak bumi.
Karbon di Atmosfer
Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara :
* Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.
* Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior laut.
* Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagianbagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah.
* Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).
Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:
* Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
* Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen. Metanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan (bakteri metanogen) seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan karbondioksida (CO2).
* Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
* Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke atmosfer.
* Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat.
Penting bahwa begitu banyak karbon dioksida tetap berada di atmosfer karena CO2 adalah gas yang paling penting untuk mengendalikan suhu bumi. Karbon dioksida, metana, dan gas rumah kaca halokarbon adalah yang menyerap berbagai energi termasuk energi inframerah (panas) yang dipancarkan oleh Bumi-dan kemudian memancarkan kembali itu. Energi yang dipancarkan kembali perjalanan ke segala arah, tetapi beberapa kembali ke Bumi, di mana ia memanaskan permukaan. Tanpa gas rumah kaca, bumi akan menjadi -18o Celcius beku (0 derajat Fahrenheit). Dengan terlalu banyak gas rumah kaca, bumi akan seperti Venus, mana suasana rumah kaca membuat suhu sekitar 400 derajat Celsius (750 Fahrenheit).
Karbon dioksida menyebabkan sekitar 20 persen dari efek rumah kaca bumi; terhitung uap air sekitar 50 persen, dan terhitung awan untuk 25 persen. Sisanya disebabkan oleh partikel kecil (aerosol) dan gas rumah kaca seperti metana kecil. Konsentrasi uap air di udara dikendalikan oleh suhu bumi. Suhu hangat menguapkan lebih banyak air dari lautan, memperluas massa udara, dan mengakibatkan kelembaban yang lebih tinggi. Pendingin menyebabkan uap air mengembun dan jatuh sebagai hujan, hujan es, atau salju.
Konsentrasi karbon dioksida sudah menyebabkan planet ini memanas. Pada saat yang sama bahwa gas rumah kaca telah meningkat, suhu global rata-rata telah meningkat 0,8 derajat Celsius (1,4 derajat Fahrenheit) sejak 1880.
Kenaikan suhu tidaklah semua pemanasan yang akan kita lihat berdasarkan konsentrasi karbon dioksida saat ini. Pemanasan rumah kaca tidak terjadi langsung karena laut menyerap panas. Ini berarti bahwa suhu bumi akan meningkat setidaknya 0,6° Celsius (1° Fahrenheit) karena karbon dioksida yang sudah di atmosfer. Tingkat di mana suhu naik lebih dari itu sebagian bergantung pada berapa banyak manusia melepaskan lebih banyak karbon ke atmosfer di masa depan.
Karbon di Biosfer
Sekitar 1900 gigaton karbon ada di dalam biosfer. Karbon adalah bagian yang penting dalam kehidupan di Bumi. Ia memiliki peran yang penting dalam struktur, biokimia, dan nutrisi pada semua sel makhluk hidup. Dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam siklus karbon:
> Autotroph adalah organisme yang menghasilkan senyawa organiknya sendiri dengan menggunakan karbon dioksida yang berasal dari udara dan air di sekitar tempat mereka hidup. Untuk menghasilkan senyawa organik tersebut mereka membutuhkan sumber energi dari luar. Hampir sebagian besar autotroph menggunakan radiasi matahari untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, dan proses produksi ini disebut sebagai fotosintesis. Sebagian kecil autotroph memanfaatkan sumber energi kimia, dan disebut kemosintesis. Autotroph yang terpenting dalam siklus karbon adalah pohon-pohonan di hutan dan daratan dan fitoplankton di laut.
> Karbon dipindahkan di dalam biosfer sebagai makanan heterotrop pada organisme lain atau bagiannya (seperti buah-buahan). Termasuk di dalamnya pemanfaatan material organik yang mati (detritus) oleh jamur dan bakteri untuk fermentasi atau penguraian.
> Sebagian besar karbon meninggalkan biosfer melalui pernapasan atau respirasi. Ketika tersedia oksigen, respirasi aerobik terjadi, yang melepaskan karbon dioksida ke udara atau air di sekitarnya dengan reaksi C6H12O6 + 6O2 ? 6CO2 + 6H2O. Pada keadaan tanpa oksigen, respirasi anaerobik lah yang terjadi, yang melepaskan metan ke lingkungan sekitarnya yang akhirnya berpindah ke atmosfer atau hidrosfer.
> Pembakaran biomassa (seperti kebakaran hutan, kayu yang digunakan untuk tungku penghangat atau kayu bakar, dll.) dapat juga memindahkan karbon ke atmosfer dalam jumlah yang banyak.
> Karbon juga dapat berpindah dari bisofer ketika bahan organik yang mati menyatu dengan geosfer (seperti gambut). Cangkang binatang dari kalsium karbonat yang menjadi batu gamping melalui proses sedimentasi.
> Sisanya, yaitu siklus karbon di laut dalam, masih dipelajari. Sebagai contoh, penemuan terbaru bahwa rumah larvacean mucus (biasa dikenal sebagai "sinkers") dibuat dalam jumlah besar yang mana mampu membawa banyak karbon ke laut dalam seperti yang terdeteksi oleh perangkap sedimen. Karena ukuran dan kompoisisinya, rumah ini jarang terbawa dalam perangkap sedimen, sehingga sebagian besar analisis biokimia melakukan kesalahan dengan mengabaikannya.
Penyimpanan karbon di biosfer dipengaruhi oleh sejumlah proses dalam skala waktu yang berbeda: sementara produktivitas primer netto mengikuti siklus harian dan musiman, karbon dapat disimpan hingga beberapa ratus tahun dalam pohon dan hingga ribuan tahun dalam tanah. Perubahan jangka panjang pada kolam karbon (misalnya melalui de- atauafforestation) atau melalui perubahan temperatur yang berhubungan dengan respirasi tanah) akan secara langsung memengaruhi pemanasan global.
- Karbon di Laut
Laut mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, dimana sebagian besar dalam bentuk ion bikarbonat. Karbon anorganik, yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau karbon-hidrogen, adalah penting dalam reaksinya di dalam air. Pertukaran karbon ini menjadi penting dalam mengontrol pH di laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon. Sekitar 30% dari karbon dioksida yang yang orang-orang telah buang ke dalam atmosfer telah menyebar ke laut melalui pertukaran kimia langsung. Karbondioksida berikatan dengan air membentuk asam bikarbonat yang akan terurai menjadi ion bikarbonat (HCO3-). Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga untuk proses fotosintesis. Sedangkan mahluk heterotroph menghasilkan CO2 dam proses respirasi yang akan berikatan dengan air membentuk asam bikarbonat di dalam air. Pada daerah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling karbon (CO2) berpindah dari atmosfer ke lautan. Pada saat CO2 memasuki lautan, asam karbonat terbentuk.
Pelarutan karbon dioksida di laut menciptakan asam karbonat, yang meningkatkan keasaman air. Atau lebih tepatnya, samudra sedikit basa menjadi sedikit kurang basa. Sejak tahun 1750, pH permukaan laut telah menurun sebesar 0,1, perubahan 30 persen keasaman. Pengasaman laut memengaruhi organisme laut dalam dua cara. Pertama, asam karbonat bereaksi dengan ion karbonat dalam air untuk membentuk bikarbonat. Namun, itu adalah ion karbonat yang sama yang hewan bercangkang seperti koral perlukan untuk membuat cangkang kalsium karbonat. Dengan karbonat kurang tersedia, hewan perlu mengeluarkan lebih banyak energi untuk membangun cangkang mereka. Akibatnya, koral berakhir menjadi lebih tipis dan lebih rapuh.
Kedua, air lebih asam, semakin baik larut kalsium karbonat. Dalam jangka panjang, reaksi ini akan memungkinkan laut untuk menyerap kelebihan karbon dioksida karena air lebih asam akan melarutkan batu lebih, melepaskan ion karbonat lebih, dan meningkatkan kapasitas laut untuk menyerap karbon dioksida. Sementara itu, meskipun, lebih banyak air asam akan melarutkan cangkang karbonat organisme laut, membuat mereka berlubang dan lemah.
Lautan yang lebih hangat – hasil dari efek rumah kaca – juga dapat menurunkan kelimpahan fitoplankton, yang tumbuh lebih baik dalam periaran yang dingin dan kaya nutrisi. Hal ini dapat membatasi kemampuan laut untuk mengambil karbon dari atmosfer melalui siklus karbon cepat.
Di sisi lain, karbon dioksida sangat penting untuk pertumbuhan tanaman dan fitoplankton. Peningkatan karbon dioksida dapat meningkatkan pertumbuhan dengan pemupukan mereka beberapa spesies tanaman fitoplankton dan laut (seperti rumput laut) yang mengambil karbon dioksida langsung dari air. Namun, spesies yang paling tidak dibantu oleh peningkatan ketersediaan karbon dioksida.
Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara :
* Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbondioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.
* Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior laut.
* Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagianbagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah.
* Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).
Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:
* Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
* Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen. Metanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan (bakteri metanogen) seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan karbondioksida (CO2).
* Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
* Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke atmosfer.
* Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat.
Penting bahwa begitu banyak karbon dioksida tetap berada di atmosfer karena CO2 adalah gas yang paling penting untuk mengendalikan suhu bumi. Karbon dioksida, metana, dan gas rumah kaca halokarbon adalah yang menyerap berbagai energi termasuk energi inframerah (panas) yang dipancarkan oleh Bumi-dan kemudian memancarkan kembali itu. Energi yang dipancarkan kembali perjalanan ke segala arah, tetapi beberapa kembali ke Bumi, di mana ia memanaskan permukaan. Tanpa gas rumah kaca, bumi akan menjadi -18o Celcius beku (0 derajat Fahrenheit). Dengan terlalu banyak gas rumah kaca, bumi akan seperti Venus, mana suasana rumah kaca membuat suhu sekitar 400 derajat Celsius (750 Fahrenheit).
Karbon dioksida menyebabkan sekitar 20 persen dari efek rumah kaca bumi; terhitung uap air sekitar 50 persen, dan terhitung awan untuk 25 persen. Sisanya disebabkan oleh partikel kecil (aerosol) dan gas rumah kaca seperti metana kecil. Konsentrasi uap air di udara dikendalikan oleh suhu bumi. Suhu hangat menguapkan lebih banyak air dari lautan, memperluas massa udara, dan mengakibatkan kelembaban yang lebih tinggi. Pendingin menyebabkan uap air mengembun dan jatuh sebagai hujan, hujan es, atau salju.
Konsentrasi karbon dioksida sudah menyebabkan planet ini memanas. Pada saat yang sama bahwa gas rumah kaca telah meningkat, suhu global rata-rata telah meningkat 0,8 derajat Celsius (1,4 derajat Fahrenheit) sejak 1880.
Kenaikan suhu tidaklah semua pemanasan yang akan kita lihat berdasarkan konsentrasi karbon dioksida saat ini. Pemanasan rumah kaca tidak terjadi langsung karena laut menyerap panas. Ini berarti bahwa suhu bumi akan meningkat setidaknya 0,6° Celsius (1° Fahrenheit) karena karbon dioksida yang sudah di atmosfer. Tingkat di mana suhu naik lebih dari itu sebagian bergantung pada berapa banyak manusia melepaskan lebih banyak karbon ke atmosfer di masa depan.
Karbon di Biosfer
Sekitar 1900 gigaton karbon ada di dalam biosfer. Karbon adalah bagian yang penting dalam kehidupan di Bumi. Ia memiliki peran yang penting dalam struktur, biokimia, dan nutrisi pada semua sel makhluk hidup. Dan kehidupan memiliki peranan yang penting dalam siklus karbon:
> Autotroph adalah organisme yang menghasilkan senyawa organiknya sendiri dengan menggunakan karbon dioksida yang berasal dari udara dan air di sekitar tempat mereka hidup. Untuk menghasilkan senyawa organik tersebut mereka membutuhkan sumber energi dari luar. Hampir sebagian besar autotroph menggunakan radiasi matahari untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, dan proses produksi ini disebut sebagai fotosintesis. Sebagian kecil autotroph memanfaatkan sumber energi kimia, dan disebut kemosintesis. Autotroph yang terpenting dalam siklus karbon adalah pohon-pohonan di hutan dan daratan dan fitoplankton di laut.
> Karbon dipindahkan di dalam biosfer sebagai makanan heterotrop pada organisme lain atau bagiannya (seperti buah-buahan). Termasuk di dalamnya pemanfaatan material organik yang mati (detritus) oleh jamur dan bakteri untuk fermentasi atau penguraian.
> Sebagian besar karbon meninggalkan biosfer melalui pernapasan atau respirasi. Ketika tersedia oksigen, respirasi aerobik terjadi, yang melepaskan karbon dioksida ke udara atau air di sekitarnya dengan reaksi C6H12O6 + 6O2 ? 6CO2 + 6H2O. Pada keadaan tanpa oksigen, respirasi anaerobik lah yang terjadi, yang melepaskan metan ke lingkungan sekitarnya yang akhirnya berpindah ke atmosfer atau hidrosfer.
> Pembakaran biomassa (seperti kebakaran hutan, kayu yang digunakan untuk tungku penghangat atau kayu bakar, dll.) dapat juga memindahkan karbon ke atmosfer dalam jumlah yang banyak.
> Karbon juga dapat berpindah dari bisofer ketika bahan organik yang mati menyatu dengan geosfer (seperti gambut). Cangkang binatang dari kalsium karbonat yang menjadi batu gamping melalui proses sedimentasi.
> Sisanya, yaitu siklus karbon di laut dalam, masih dipelajari. Sebagai contoh, penemuan terbaru bahwa rumah larvacean mucus (biasa dikenal sebagai "sinkers") dibuat dalam jumlah besar yang mana mampu membawa banyak karbon ke laut dalam seperti yang terdeteksi oleh perangkap sedimen. Karena ukuran dan kompoisisinya, rumah ini jarang terbawa dalam perangkap sedimen, sehingga sebagian besar analisis biokimia melakukan kesalahan dengan mengabaikannya.
Penyimpanan karbon di biosfer dipengaruhi oleh sejumlah proses dalam skala waktu yang berbeda: sementara produktivitas primer netto mengikuti siklus harian dan musiman, karbon dapat disimpan hingga beberapa ratus tahun dalam pohon dan hingga ribuan tahun dalam tanah. Perubahan jangka panjang pada kolam karbon (misalnya melalui de- atauafforestation) atau melalui perubahan temperatur yang berhubungan dengan respirasi tanah) akan secara langsung memengaruhi pemanasan global.
- Karbon di Laut
Laut mengandung sekitar 36.000 gigaton karbon, dimana sebagian besar dalam bentuk ion bikarbonat. Karbon anorganik, yaitu senyawa karbon tanpa ikatan karbon-karbon atau karbon-hidrogen, adalah penting dalam reaksinya di dalam air. Pertukaran karbon ini menjadi penting dalam mengontrol pH di laut dan juga dapat berubah sebagai sumber (source) atau lubuk (sink) karbon. Sekitar 30% dari karbon dioksida yang yang orang-orang telah buang ke dalam atmosfer telah menyebar ke laut melalui pertukaran kimia langsung. Karbondioksida berikatan dengan air membentuk asam bikarbonat yang akan terurai menjadi ion bikarbonat (HCO3-). Bikarbonat adalah sumber karbon bagi alga untuk proses fotosintesis. Sedangkan mahluk heterotroph menghasilkan CO2 dam proses respirasi yang akan berikatan dengan air membentuk asam bikarbonat di dalam air. Pada daerah upwelling, karbon dilepaskan ke atmosfer. Sebaliknya, pada daerah downwelling karbon (CO2) berpindah dari atmosfer ke lautan. Pada saat CO2 memasuki lautan, asam karbonat terbentuk.
Pelarutan karbon dioksida di laut menciptakan asam karbonat, yang meningkatkan keasaman air. Atau lebih tepatnya, samudra sedikit basa menjadi sedikit kurang basa. Sejak tahun 1750, pH permukaan laut telah menurun sebesar 0,1, perubahan 30 persen keasaman. Pengasaman laut memengaruhi organisme laut dalam dua cara. Pertama, asam karbonat bereaksi dengan ion karbonat dalam air untuk membentuk bikarbonat. Namun, itu adalah ion karbonat yang sama yang hewan bercangkang seperti koral perlukan untuk membuat cangkang kalsium karbonat. Dengan karbonat kurang tersedia, hewan perlu mengeluarkan lebih banyak energi untuk membangun cangkang mereka. Akibatnya, koral berakhir menjadi lebih tipis dan lebih rapuh.
Kedua, air lebih asam, semakin baik larut kalsium karbonat. Dalam jangka panjang, reaksi ini akan memungkinkan laut untuk menyerap kelebihan karbon dioksida karena air lebih asam akan melarutkan batu lebih, melepaskan ion karbonat lebih, dan meningkatkan kapasitas laut untuk menyerap karbon dioksida. Sementara itu, meskipun, lebih banyak air asam akan melarutkan cangkang karbonat organisme laut, membuat mereka berlubang dan lemah.
Lautan yang lebih hangat – hasil dari efek rumah kaca – juga dapat menurunkan kelimpahan fitoplankton, yang tumbuh lebih baik dalam periaran yang dingin dan kaya nutrisi. Hal ini dapat membatasi kemampuan laut untuk mengambil karbon dari atmosfer melalui siklus karbon cepat.
Di sisi lain, karbon dioksida sangat penting untuk pertumbuhan tanaman dan fitoplankton. Peningkatan karbon dioksida dapat meningkatkan pertumbuhan dengan pemupukan mereka beberapa spesies tanaman fitoplankton dan laut (seperti rumput laut) yang mengambil karbon dioksida langsung dari air. Namun, spesies yang paling tidak dibantu oleh peningkatan ketersediaan karbon dioksida.
- Karbon di Tanah
Tanaman di darat telah mengambil sekitar 25% dari karbon dioksida bahwa manusia telah dimasukkan ke dalam atmosfer. Jumlah karbon yang diambil tanaman sangat bervariasi dari tahun ke tahun, tetapi secara umum, tanaman di dunia telah meningkatkan jumlah karbon dioksida mereka serap sejak tahun 1960. Hanya beberapa dari peningkatan tersebut terjadi sebagai akibat langsung dari emisi bahan bakar fosil.
Dengan lebih banyak karbon dioksida atmosfer yang tersedia untuk mengkonversi ke materi tanaman dalam fotosintesis, tanaman mampu tumbuh lebih. Ini peningkatan pertumbuhan disebut sebagai fertilisasi karbon. Model memperkirakan bahwa tanaman akan tumbuh 12% sampai 76% lebih banyak jika karbon dioksida atmosfer adalah dua kali lipat, asalkan tidak ada yang lain, seperti kekurangan air, batas-batas pertumbuhan mereka. Namun, para ilmuwan tidak tahu berapa banyak karbon dioksida meningkat pertumbuhan tanaman di dunia nyata, karena tanaman membutuhkan lebih dari karbon dioksida untuk tumbuh.
Tanaman juga membutuhkan air, sinar matahari, dan nutrisi, terutama nitrogen. Jika tanaman tidak memiliki salah satu dari hal-hal ini, tidak akan tumbuh terlepas dari bagaimana berlimpah kebutuhan lainnya. Ada batas untuk berapa banyak tanaman dapat mengambil karbon dari atmosfer, dan yang membatasi variasi dari daerah ke daerah. Sejauh ini, tampak bahwa pertumbuhan fertilisasi karbon dioksida tanaman meningkat sampai tanaman mencapai batasan dalam jumlah air atau nitrogen yang tersedia.
Beberapa perubahan dalam penyerapan karbon adalah hasil dari keputusan penggunaan lahan. Pertanian telah menjadi jauh lebih intensif, sehingga kita dapat menumbuhkan lebih banyak pangan pada lahan yang sempit. Di ketinggian tinggi dan sedang, lahan pertanian ditinggalkan kembali menjadi hutan, dan hutan-hutan ini menyimpan karbon lebih banyak, baik dalam kayu dan tanah, dibandingkan tanaman pangan. Di banyak tempat, kita mencegah karbon tanaman dari memasuki atmosfer dengan memadamkan kebakaran hutan. Hal ini memungkinkan bahan kayu (yang menyimpan karbon) untuk menumpuk. Semua keputusan penggunaan lahan yang membantu tanaman menyerap karbon yang hasilkan manusia di belahan bumi utara.
Di daerah tropis, bagaimanapun, hutan sedang dihapus, seringkali melalui pembakaran, dan ini melepaskan karbon dioksida. Seperti tahun 2008, deforestasi menyumbang sekitar 12% dari seluruh emisi karbon dioksida manusia.
Perubahan terbesar dalam siklus karbon tanah mungkin hadir karena perubahan iklim. Karbon dioksida meningkatkan suhu, memperpanjang musim tanam dan kelembaban meningkat. Kedua faktor telah menyebabkan beberapa pertumbuhan tanaman tambahan. Namun, suhu yang lebih hangat juga menekan tanaman. Dengan musim tanam yang lebih panjang, hangat, tanaman membutuhkan lebih banyak air untuk bertahan hidup. Para ilmuwan telah melihat bukti bahwa tanaman di belahan bumi utara memperlambat pertumbuhan mereka di musim panas karena suhu hangat dan kekurangan air.
Pemanasan yang disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca juga dapat “memanggang” tanah, mempercepat tingkat di mana karbon merembes di beberapa tempat. Ini adalah perhatian khusus di bagian ujung utara, di mana tanah beku- lapisan es abadi/permafrost – mencair. Permafrost mengandung deposit kaya karbon dari materi tanaman yang telah terakumulasi selama ribuan tahun karena dingin memperlambat pembusukan. Ketika menghangatkan tanah, membusuk bahan organik dan karbon-dalam bentuk metana dan karbon dioksida-merembes ke atmosfer.
Penelitian saat ini memperkirakan bahwa lapisan es di belahan bumi utara memegang 1.672 miliar ton (Petagrams) karbon organik. Jika hanya 10 persen ini permafrost yang mencair, bisa melepaskan karbon dioksida ke atmosfer cukup ekstra untuk menaikkan suhu suatu tambahan 0,7 derajat Celcius (1,3 derajat Fahrenheit) pada tahun 2100.
Gambar : Tingginya deforestasi di Indonesia sangat berdampak terhadap iklim saat ini
2.3 Siklus Nitrogen terjadi di alam
Nitrogen adalah unsur yang paling berlimpah di atmosfer (78% gas di atmosfer adalah nitrogen). Meskipun demikian, penggunaan nitrogen pada bidang biologis sangatlah terbatas. Nitrogen merupakan unsur yang tidak reaktif (sulit bereaksi dengan unsur lain) sehingga dalam penggunaan nitrogen pada makhluk hidup diperlukan berbagai proses, yaitu : fiksasi nitrogen, mineralisasi, nitrifikasi, denitrifikasi.
Siklus nitrogen sendiri adalah suatu proses konversi senyawa yang mengandung unsur nitrogen menjadi berbagai macam bentuk kimiawi yang lain. Transformasi ini dapat terjadi secara biologis maupun non-biologis. Siklus nitrogen secara khusus sangat dibutuhkan dalam ekologi karena ketersediaan nitrogen dapat mempengaruhi tingkat proses ekosistem kunci, termasuk produksi primer dan dekomposisi. Aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan pupuk nitrogen buatan, dan pelepasan nitrogen dalam air limbah telah secara dramatis mengubah siklus nitrogen global.
FUNGSI DALAM EKOLOGI
Nitrogen sangatlah penting untuk berbagai proses kehidupan di bumi. Nitrogen adalah komponen utama dalam semua asam amino, yang nantinya dimasukkan ke dalam protein pada tumbuhan, banyak dari nitrogen digunakan dalam molekul klorofil, yang penting untuk fotosintesis dan pertumbuhan lebih lanjut. Meskipun atmosfer bumi merupakan sumber berlimpah nitrogen, sebagian besar relatif tidak dapat digunakan oleh tanaman. Pengolahan kimia atau fiksasi alami (melalui proses konversi seperti yang dilakukan bakteri rhizobium), diperlukan untuk mengkonversi gas nitrogen menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh organisme hidup, oleh karena itu nitrogen menjadi komponen penting dari produksi pangan.
PROSES-PROSES DALAM DAUR NITROGEN
Nitrogen hadir di lingkungan dalam berbagai bentuk kimia termasuk nitrogen organik, amonium (NH+4), nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), dan gas nitrogen (N2). Nitrogen organik dapat berupa organisme hidup, atau humus, dan dalam produk antara dekomposisi bahan organik atau humus dibangun. Proses siklus nitrogen mengubah nitrogen dari satu bentuk kimia lain. Banyak proses yang dilakukan oleh mikroba baik untuk menghasilkan energi atau menumpuk nitrogen dalam bentuk yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.
1. Fiksasi Nitrogen
Fiksasi nitrogen adalah proses alam, biologis atau abiotik yang mengubah nitrogen di udara menjadi ammonia (NH3). Mikroorganisme yang mem-fiksasi nitrogen disebut diazotrof. Mikroorganisme ini memiliki enzim nitrogenaze yang dapat menggabungkan hidrogen dan nitrogen. Reaksi untuk fiksasi nitrogen biologis ini dapat ditulis sebagai berikut :
N2 + 8 H+ + 8 e? ? 2 NH3 + H2
Mikroorganisme yang melakukan fiksasi nitrogen antara lain : Cyanobacteria, Azotobacteraceae, Rhizobia, Clostridium, dan Frankia. Selain itu ganggang hijau biru juga dapat memfiksasi nitrogen. Selain dilakukan oleh mikroorganisme, fiksasi nitrogen juga terjadi pada proses non-biologis, contohnya sambaran petir. Lebih jauh, ada empat cara yang dapat mengkonversi unsur nitrogen di atmosfer menjadi bentuk yang lebih reaktif :
a. Fiksasi biologis:
* Mikroba yang hidup bebas/non simbiotik meliputi :Azetobacter, Beijerenckia
* Mikroba yang bersimbiotik/simbiotik: Rhizobium leguminosae yang hidup pada akar kacang tanaman kacang-kacangan, Anabaena azollae pada rongga udara daun paku air (Azolla pinata), Anabaena cicadae pada akar pakis haji (Cycas rumphii), Nostoc spp. Pada akar cemara laut (Cassuarina equisetifolia).
b. Industri fiksasi nitrogen : Di bawah tekanan besar, pada suhu 600C, dan dengan penggunaan katalis besi, nitrogen atmosfer dan hidrogen (biasanya berasal dari gas alam atau minyak bumi) dapat dikombinasikan untuk membentuk amonia (NH3).
c. Pembakaran bahan bakar fosil : mesin mobil dan pembangkit listrik termal, yang melepaskan berbagai nitrogen oksida (NOx).
d. Proses lain: Selain itu, pembentukan NO dari N2 dan O2 karena foton dan terutama petir, dapat memfiksasi nitrogen.
2. Asimilasi
Tanaman mendapatkan nitrogen dari tanah melalui absorbsi akar baik dalam bentuk ion nitrat atau ion amonium. Sedangkan hewan memperoleh nitrogen dari tanaman yang mereka makan. Tanaman dapat menyerap ion nitrat atau amonium dari tanah melalui rambut akarnya. Jika nitrat diserap, pertama-tama direduksi menjadi ion nitrit dan kemudian ion amonium untuk dimasukkan ke dalam asam amino, asam nukleat, dan klorofil. Pada tanaman yang memiliki hubungan mutualistik dengan rhizobia, nitrogen dapat berasimilasi dalam bentuk ion amonium langsung dari nodul. Hewan, jamur, dan organisme heterotrof lain mendapatkan nitrogen sebagai asam amino, nukleotida dan molekul organik kecil.
3. Amonifikasi
Ketika organisme mati, maka akan mengalami proses hidrolisis sehingga protein pecah menjadi asam amino. Proses ini dinamakan deaminasi. Proses berikutnya, satu asam amino yang dibentuk dikonversi ke dalam amonia (NH3) disebut amonifikasi. Proses amonifikasi ini dilakukan oleh mikroba seperti bakteri.
Amonia (NH3) adalah gas yang mudah menguap. Apabila tanah lembab, maka amonia larut dalam air membentuk ion amonium (NH4+). Amonium akan digunakan dalam sisntesis asam amino.
4. Nitrifikasi
Konversi amonium menjadi nitrat dilakukan terutama oleh bakteri yang hidup di dalam tanah dan bakteri nitrifikasi lainnya. Tahap utama nitrifikasi, bakteri nitrifikasi seperti spesies Nitrosomonas mengoksidasi ion amonium (NH4+) dan mengubah amonia (NH3) menjadi nitrit (NO2-) proses ini disebut nitritasi. Spesies bakteri lain, seperti Nitrobacter, bertanggung jawab untuk oksidasi nitrit menjadi nitrat (NO3-). proses ini disebut sebagai proses nitratasi. Peristiwa proses perubahan amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan bakteri disebut sebagai proses nitrifikasi. Proses konversi nitrit menjadi nitrat sangat penting karena nitrit merupakan racun bagi kehidupan tanaman.
Proses nitrifikasi dapat ditulis dengan reaksi berikut ini :
* Oksidasi amonium menjadi nitrit oleh bakteri nitrit. Proses ini dinamakan nitritasi.
* Oksidasi senyawa nitrit menjadi nitrat oleh bakteri nitrat. Prosesnya dinamakan nitratasi.
5. Denitrifikasi
Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat untuk kembali menjadi gas nitrogen (N2), untuk menyelesaikan siklus nitrogen. Proses ini dilakukan oleh spesies bakteri seperti genus Pseudomonas dan Clostridium dalam kondisi anaerobik. Mereka menggunakan nitrat sebagai akseptor elektron di tempat oksigen selama respirasi. Fakultatif anaerob bakteri ini juga dapat hidup dalam kondisi aerobik. Denitrifikasi umumnya berlangsung melalui beberapa kombinasi dari bentuk peralihan sebagai berikut:
NO3? ? NO2? ? NO + N2O ? N2 (g)
Proses denitrifikasi lengkap dapat dinyatakan sebagai reaksi redoks:
2 NO3? + 10 e? + 12 H+ ? N2 + 6 H2O
2.4 Siklus Sulfur terjadi di alam
Sulfur terdapat dalam bentuk sulfat anorganik. Sulfur direduksi oleh bakteri menjadi sulfida dan kadang-kadang terdapat dalam bentuk sulfur dioksida atau hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida ini seringkali mematikan mahluk hidup di perairan dan pada umumnya dihasilkan dari penguraian bahan organik yang mati. Tumbuhan menyerap sulfur dalam bentuk sulfat (SO4).
Perpindahan sulfat terjadi melalui proses rantai makanan, lalu semua mahluk hidup mati dan akan diuraikan komponen organiknya oleh bakteri. Beberapa jenis bakteri terlibat dalam daur sulfur, antara lain Desulfomaculum dan Desulfibrio yang akan mereduksi sulfat menjadi sulfida dalam bentuk hidrogen sulfida (H2S). Kemudian H2S digunakan bakteri fotoautotrof anaerob seperti Chromatium dan melepaskan sulfur dan oksigen. Sulfur di oksidasi menjadi sulfat oleh bakteri kemolitotrof seperti Thiobacillus.
Selain proses tadi, manusia juga berperan dalam siklus sulfur. Hasil pembakaran pabrik membawa sulfur ke atmosfer. Ketika hujan terjadi, turunlah hujan asam yang membawa H2SO4 kembali ke tanah. Hal ini dapat menyebabkan perusakan batuan juga tanaman.
Siklus sulfur didahului oleh pembentukan sulfur dari kerak bumi dan atmosfer. Secara alami, sulfur terkandung di dalam tanah dalam bentuk mineral tanah. Dimana kerak bumi umumnya mengandung sekitar 0,06% belerang. Sulfida-sulfida logam terdapat dalam bebatuan plutonik, yaitu batuan yang membeku di dalam kerak bumi dan tidak mencapai ke permukaan bumi. Bebatuan plutonik ini apabila hancur dan mengalami pelapukan akan membebaskan sulfida ini melalui reaksi oksidasi dan menghasilkan sulfat (SO4-2) yang kemudian mengalami presipitasi (pengendapan) dalam bentuk garam-garam sulfat yang larut atau tidak larut.
Di atmosfer, terdapat hampir 0,05 ppm belerang dalam bentuk gas belerang dioksida (SO2) yang merupakan hasil emisi pembakaran bahan bakar berbelerang seperti minyak bumi dan batubara yang banyak dihasilkan oleh asap kendaraan dan pabrik atau gas belerang dari gunung berapi misalnya gunung arjuno di Jawa Timur. Gas SO2 tersebut kemudian terkena uap air hujan sehingga gas tersebut berubah menjadi sulfat yang jatuh di tanah, sungai dan lautan. Dimana tanah yang mengandung banyak belerang adalah tanah-tanah berpasir dan tanah-tanah yang tinggi kandungan oksida Fe dan Al seperti mineral Pirit (FeS) dan rendah kandungan bahan organik. Sedangkan produksi sulfat melalui dekomposisi bahan organik berupa protein dan senyawa organik lainnya yang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana berupa H2S dan sulfida (S2) yang jika teroksidasi akan menjadi sulfat (SO4-2). Tumbuhan kemudian menyerap sulfat (SO4-2) yang mengendap pada tanah, sungai, dan lautan. Di dalam tubuh tumbuhan, sulfur digunakan sebagai bahan penyusun protein. Hewan dan manusia mendapatkan sulfur dengan jalan memakan tumbuhan yang juga dimanfaatkan sebagai energi cadangan berupa protein. Jika tumbuhan dan hewan mati, jasad renik (dekomposer) akan menguraikannya menjadi gas berbau busuk yakni H2S dan sulfida (S2).
Pada aliran energi lebih ditekankan pada perputaran energi yang terjadi diantara komponen ekosistem. Siklus energi ini diawali dari energi matahari yang ditangkap oleh produsen, kemudian terus berputar tiada henti pada konsumen dan semua komponen ekosistem yang. hal ini karena menurut hukum termodinamika bahwa energi dapat berubah bentuk, tidak dapat dimusnahkan serta diciptakan. Perubahan bentuk energi ini dikenal dengan istilah transformasi energi. Aliran energi di alam atau ekosistem tunduk kepada hukum-hukum termodinamika tersebut. Dengan proses fotosintesis energi cahaya matahari ditangkap oleh tumbuhan, dan diubah menjadi energi kimia atau makanan yang disimpan di dalam tubuh tumbuhan. Proses aliran energi berlangsung dengan adanya proses rantai makanan. Tumbuhan dimakan oleh herbivora, dengan demikian energi makanan dari tumbuhan mengalir masuk ke tubuh herbivora. Herbivora dimakan oleh karnivora, sehingga energi makanan dari herbivora masuk ke tubuh karnivora.
Sulfur berperan dalam penyimpanan dan pembebasan energi karena sulfur merupakan komponen penting asam-asam amino esensial penyusun protein tanaman maupun hewan, seperti methionin, sistein, dan sistin, juga dalam pembentukan polipeptida. Meskipun sulfur tidak berperan langsung dalam pembentukan energi (ATP) seperti phospor, namun sulfur berperan dalam sintesis protein. Dimana protein nantinya akan dirombak menjadi karbonhidrat jika zat makanan penghasil energi utama tidak mencukupi. Itu sebabnya mengapa protein berperan sebagai penghasil energi. Ketika hewan dan tumbuhan mati, dekomposer seperti bakteri akan menguraikan tubuh makhluk hidup tersebut menjadi gas H2S. Beberapa bakteri anaerob melakukan kemosintesis. Dimana kemosintesis merupakan proses pembentukan senyawa bahan organik dari zat-zat anorganik dengan menggunakan energi yang berasal dari reaksi-reaksi kimia. Pada kemosintesis elektron donor berasal dari bahan anorganik sedehana, misalnya hidrogen, nitrgen, besi dan sulfur. Selama kemosintesis, elektron dilepaskan dari bahan anorganik sehingga menjadi molekul yang tereduksi. Substansi terduksi ini akan menimbulkan energi kimia, dan digunakan untuk produksi ATP serta NADPH. Selanjutnya, ATP dan NADPH menyediakan energi untuk sintesis karbohidrat. Berikut ini contoh kemosintesis yang dilakukan bakteri belerang (Thiobacillus) untuk memperoleh energi dengan cara mengoksidasi H2S.
Reaksinya sebagai berikut: 2H2S + O2 ? 2H2O + 2S + Energi.
Selanjutnya energi tersebut digunakan untuk fiksasi CO2 menjadi gula (karbonhidrat), reaksinya: CO2 + 2 H2S ? CH2O + 2S + H2O
Proses biologi terjadi ketika pembentukan sulfat melibatkan berbagai jenis mikroorganisme yang berperan sebagai dekomposer. Berikut adalah bakteri yang berperan dalam pembentukan sulfat.
1. H2S ? S ? SO4-2; bakteri fotoautotrof tak berwarna, hijau dan ungu.
2. SO4-2 ? H2S (reduksi sulfat anaerobik); bakteri Desulfovibrio dan Desulfomaculum.
3. H2S ? SO4-2 (Pengoksidasi sulfide aerobik); bakteri kemolitotrof : bakteri Thiobacilli.
4. Senyawa Organik ? SO4-2 + H2S, masing-masing mikroorganisme heterotrof aerobik dan anaerobik
Proses kimia terjadi ketika sulfat mengendap di dalam permukaan tanah hasil dari pengoksidasian mineral sulfida (batuan plutonik), berikut adalah contoh persamaan reaksi pembentukan sulfat melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya mineral besi sulfida.
2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O ? 2 Fe2+ + 4 SO42? + 4 H+
Proses kimia juga terjadi ketika gas SO2 terbentuk melalui pembakaran hasil emisi pembakaran gas belerang atau aktivitas gunung berapi. Persamaan reaksinya:
S (s) + O2 (g) ? SO2 (g)
Proses kimia juga terjadi ketika gas H2S terbentuk melalui aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam. Persamaan reaksinya:
1S -2(s) + 2H+ (g) ? H2S (g)
Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan merupakan salah satu produk utama industri kimia. Produksi dunia asam sulfat pada tahun 2001 adalah 165 juta ton, dengan nilai perdagangan seharga US$8 juta. Kegunaan utamanya termasuk pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak.
Keberadaan
Asam sulfat murni yang tidak diencerkan tidak dapat ditemukan secara alami di bumi oleh karena sifatnya yang higroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat merupakan komponen utama hujan asam, yang terjadi karena oksidasi sulfur dioksida di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi asam sulfit). Sulfur dioksida adalah produk sampingan utama dari pembakaran bahan bakar seperti batu bara dan minyak yang mengandung sulfur (belerang).
Asam sulfat terbentuk secara alami melalui oksidasi mineral sulfida, misalnya besi sulfida. Air yang dihasilkan dari oksidasi ini sangat asam dan disebut sebagai air asam tambang. Air asam ini mampu melarutkan logam-logam yang ada dalam bijih sulfida, yang akan menghasilkan uap berwarna cerah yang beracun. Oksidasi besi sulfida pirit oleh oksigen molekuler menhasilkan besi(II), atau Fe2+:
2 FeS2 + 7 O2 + 2 H2O ? 2 Fe2+ + 4 SO42? + 4 H+
Fe2+ dapat kemudian dioksidasi lebih lanjut menjadi Fe3+:
4 Fe2+ + O2 + 4 H+ ? 4 Fe3+ + 2 H2O
Fe3+ yang dihasilkan dapat diendapkan sebagai hidroksida:
Fe3+ + 3 H2O ? Fe(OH)3 + 3 H+
Besi(III) atau ion feri juga dapat mengoksidasi pirit. Ketika oksidasi pirit besi(III) terjadi, proses ini akan berjalan dengan cepat. Nilai pH yang lebih rendah dari nol telah terukur pada air asam tambang yang dihasilkan oleh proses ini.
Sifat-sifat fisika
Bentuk-bentuk asam sulfat
Walaupun asam sulfat yang mendekati 100% dapat dibuat, ia akan melepaskan SO3 pada titik didihnya dan menghasilkan asam 98,3%. Asam sulfat 98% lebih stabil untuk disimpan, dan merupakan bentuk asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat 98% umumnya disebut sebagai asam sulfat pekat. Terdapat berbagai jenis konsentrasi asam sulfat yang digunakan untuk berbagai keperluan:
* 10%, asam sulfat encer untuk kegunaan laboratorium,
* 33,53%, asam baterai,
* 62,18%, asam bilik atau asam pupuk,
* 73,61%, asam menara atau asam glover,
* 97%, asam pekat.
Terdapat juga asam sulfat dalam berbagai kemurnian. Mutu teknis H2SO4 tidaklah murni dan seringkali berwarna, namun cocok untuk digunakan untuk membuat pupuk. Mutu murni asam sulfat digunakan untuk membuat obat-obatan dan zat warna.
Apabila SO3(g) dalam konsentrasi tinggi ditambahkan ke dalam asam sulfat, H2S2O7 akan terbentuk. Senyawa ini disebut sebagai asam pirosulfat, asam sulfat berasap, ataupun oleum. Konsentrasi oleum diekspresikan sebagai %SO3 (disebut %oleum) atau %H2SO4 (jumlah asam sulfat yang dihasilkan apabila H2O ditambahkan); konsentrasi yang umum adalah 40% oleum (109% H2SO4) dan 65% oleum (114,6% H2SO4). H2S2O7 murni terdapat dalam bentuk padat dengan titik leleh 36 °C. Asam sulfat murni berupa cairan bening seperti minyak, dan oleh karenanya pada zaman dahulu ia dinamakan 'minyak vitriol'.
Sifat-sifat kimia
Reaksi dengan air
Reaksi hidrasi asam sulfat sangatlah eksotermik. Selalu tambahkan asam ke dalam air daripada air ke dalam asam. Air memiliki massa jenis yang lebih rendah daripada asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya, sehingga apabila air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, ia akan dapat mendidih dan bereaksi dengan keras. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan ion hidronium:
H2SO4 + H2O ? H3O+ + HSO4-
HSO4- + H2O ? H3O+ + SO42-
Karena hidrasi asam sulfat secara termodinamika difavoritkan, asam sulfat adalah zat pendehidrasi yang sangat baik dan digunakan untuk mengeringkan buah-buahan. Afinitas asam sulfat terhadap air cukuplah kuat sedemikiannya ia akan memisahkan atom hidrogen dan oksigen dari suatu senyawa. Sebagai contoh, mencampurkan pati (C6H12O6)n dengan asam sulfat pekat akan menghasilkan karbon dan air yang terserap dalam asam sulfat (yang akan mengencerkan asam sulfat):
(C6H12O6)n ? 6n C + 6n H2O
Efek ini dapat dilihat ketika asam sulfat pekat diteteskan ke permukaan kertas. Selulosa bereaksi dengan asam sulfat dan menghasilkan karbon yang akan terlihat seperti efek pembakaran kertas. Reaksi yang lebih dramatis terjadi apabila asam sulfat ditambahkan ke dalam satu sendok teh gula. Seketika ditambahkan, gula tersebut akan menjadi karbon berpori-pori yang mengembang dan mengeluarkan aroma seperti karamel.
Kegunaan
Asam sulfat merupakan komoditas kimia yang sangat penting, dan sebenarnya pula, produksi asam sulfat suatu negara merupakan indikator yang baik terhadap kekuatan industri negara tersebut. Kegunaan utama (60% dari total produksi di seluruh dunia) asam sulfat adalah dalam "metode basah" produksi asam fosfat, yang digunakan untuk membuat pupuk fosfat dan juga trinatrium fosfat untuk deterjen. Pada metode ini, batuan fosfat digunakan dan diproses lebih dari 100 juta ton setiap tahunnya. Bahan-bahan baku yang ditunjukkan pada persamaan di bawah ini merupakan fluorapatit, walaupun komposisinya dapat bervariasi. Bahan baku ini kemudian diberi 93% asam suflat untuk menghasilkan kalsium sulfat, hidrogen fluorida (HF), dan asam fosfat. HF dipisahan sebagai asam fluorida. Proses keseluruhannya dapat ditulis:
Ca5F(PO4)3 + 5 H2SO4 + 10 H2O ? 5 CaSO4•2 H2O + HF + 3 H3PO4
Asam sulfat digunakan dalam jumlah yang besar oleh industri besi dan baja untuk menghilangkan oksidasi, karat, dan kerak air sebelum dijual ke industri otomobil. Asam yang telah digunakan sering kali didaur ulang dalam kilang regenerasi asam bekas (Spent Acid Regeneration (SAR) plant). Kilang ini membakar asam bekas dengan gas alam, gas kilang, bahan bakar minyak, ataupun sumber bahan bakar lainnya. Proses pembakaran ini akan menghasilkan gas sulfur dioksida (SO2) dan sulfur trioksida (SO3) yang kemudian digunakan untuk membuat asam sulfat yang "baru".
Amonium sulfat, yang merupakan pupuk nitrogen yang penting, umumnya diproduksi sebagai produk sampingan dari kilang pemroses kokas untuk produksi besi dan baja. Mereaksikan amonia yang dihasilkan pada dekomposisi termal batu bara dengan asam sulfat bekas mengijinkan amonia dikristalkan keluar sebagai garam (sering kali berwarna coklat karena kontaminasi besi) dan dijual kepada industri agrokimia.
Kegunaan asam sulfat lainnya yang penting adalah untuk pembuatan aluminium sulfat. Alumunium sulfat dapat bereaksi dengan sejumlah kecil sabun pada serat pulp kertas untuk menghasilkan aluminium karboksilat yang membantu mengentalkan serat pulp menjadi permukaan kertas yang keras. Aluminium sulfat juga digunakan untuk membuat aluminium hidroksida. Aluminium sulfat dibuat dengan mereaksikan bauksit dengan asam sulfat:
Al2O3 + 3 H2SO4 ? Al2(SO4)3 + 3 H2O
Asam sulfat juga memiliki berbagai kegunaan di industri kimia. Sebagai contoh, asam sulfat merupakan katalis asam yang umumnya digunakan untuk mengubah sikloheksanonoksim menjadi kaprolaktam, yang digunakan untuk membuat nilon. Ia juga digunakan untuk membuat asam klorida dari garam melalui proses Mannheim. Banyak H2SO4 digunakan dalam pengilangan minyak bumi, contohnya sebagai katalis untuk reaksi isobutana dengan isobutilena yang menghasilkan isooktana.
2.5 Siklus fosfor terjadi di alam
Fosfor merupakan unsur yang penting dalam kehidupan dan berada dalam bentuk fosfolipida, asam nukleat dan ATP. Fosfor merupakan unsur hara esensial makro seperti halnya karbon dan nitrogen. Fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah). Bentuk senyawa fosfat anorganik dalam tanah umumnya berasal dari pelapukan mineral primer, pemupukan dan mineralisasi senyawa fosfat organik. Fosfor didapatkan dalam tanah dengan kadar 400-1200 mg/kg dan kurang dari 5 % didapatkan dalam bentuk fosfat anorganik, khususnya dengan Ca dan Fe. Sumber terbesar fosfor bukan di atmosfer, tetapi pada batuan dan sedimen atau endapan yang terbentuk selama jutaan tahun yang lalu. Fosfor terdapat di alam dalam bentuk ion fosfat (PO43-). Tanaman memperoleh unsur fosfor seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.
Bentuk senyawa fosfat organik berada dalam bentuk senyawa organik kompleks yang berasal dari sisa tanaman, hewan dan organisme tanah. Senyawa fosfat organik terdapat didalam humus tanah dan berasosiasi dengan jaringan mikroba tanah. Ketersediaan senyawa fosfat organik bagi tanaman sangat tergantung pada aktivitas mikroorganisme melalui proses mineralisasi. Enzim fosfatase yang dihasilkan oleh mikroorganisme heterotrof berperan penting dalam pelepasan fosfor ke dalam tanah. Fosfor merupakan sumber energi primer bagi oksidasi mikroba.
Secara lebih rinci, siklus fosfor dapat dijelaskan sebagai berikut. Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Adanya peristiwa erosi dan pelapukan menyebabkan fosfat terbawa menuju sungai hingga laut dan kemudian terbentuk sedimen. Adanya pergerakan dasar bumi menyebabkan sedimen yang mengandung fosfat muncul ke permukaan. Di darat, tumbuhan mengambil fosfat yang terlarut dalam air tanah. Herbivora mendapatkan fosfat dari tumbuhan yang dimakannya dan karnivora mendapatkan fosfat dari herbivora yang dimakannya. Jika tumbuhan dan hewan mati atau membuang ekstraknya, bakteri fosfat akan menguraikannya menjadi senyawa fosfat anorganik dan melepaskannya ke dalam tanah yang kemudian membentuk sedimen lagi. Seluruh hewan mengeluarkan fosfat melalui urin dan feses. Bakteri dan jamur mengurai bahan-bahan anorganik di dalam tanah lalu melepaskan fosfor yang kemudian diambil oleh tumbuhan. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Dalam jaringan tanaman, unsur fosfor didapatkan dalam bentuk fitin, fosfolipida, asam nukleat, koenzim. Siklus ini berulang terus menerus.
Pengembalian fosfor ke dalam daur tidak seimbang dengan jumlah fosfor yang hilang menjadi endapan. Hanya sebagian kecil yang kembali ke darat sebagai guano yang dihasilkan oleh burung laut.Dalam suatu ekosistem akuatik yang belum secara serius diubah oleh aktivitas manusia, rendahnya fosfat terlarut seringkali membatasi produktivitas primer. Akan tetapi pada banyak kasus, kelebihan fosfat adalah permasalahan juga. Penambahan fosfat dalam bentuk limbah kotoran cair dan aliran permukaan dari ladang pertanian yang dipupuk merangsang pertumbuhan alga dalam ekosistem akuatik, yang sering memiliki akibat negatif, seperti eutrofikasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar